![]() |
kalender Babylonia |
Di Indonesia, penamaan hari mengacu pada tradisi Arab yang mencerminkan urutan angka, kecuali Jumat dan Sabtu. Minggu berasal dari kata Portugis Domingo, yang merujuk pada bahasa Latin Dominus Dies atau "hari Tuhan." Hari Jumat, dari kata Jum'ah (berkumpul), menjadi simbol ibadah umat Islam. Sementara Sabtu, berasal dari Sabat, melestarikan tradisi Yahudi dan Arab.
Bangsa Romawi memainkan peran penting dalam menyebarluaskan nama hari berdasarkan benda langit. Dalam bahasa Latin, Minggu disebut Dies Solis (hari Matahari), Senin Dies Lunae (hari Bulan), hingga Sabtu Dies Saturni (hari Saturnus). Tradisi ini bertahan di banyak bahasa modern, meski mengalami adaptasi, seperti dalam bahasa Italia dan Portugis.
Tradisi ini sejatinya bermula dari Babilonia. Bangsa ini menamai hari sesuai benda langit yang mereka anggap sakral, seperti Matahari, Bulan, hingga planet-planet yang terlihat dengan mata telanjang. Penamaan ini tak sekadar sistem astronomi, tetapi juga melambangkan kepercayaan mereka terhadap dewa-dewi yang berkuasa.
Bangsa Babilonia juga menetapkan tujuh hari sebagai satu minggu, mencocokkannya dengan fase Bulan. Siklus 28-29 hari satu lunasi dibagi menjadi empat fase, masing-masing berdurasi tujuh hari. Tambahan satu hingga dua hari di akhir bulan menjaga sinkronisasi dengan kalender lunar.
Minggu berdurasi tujuh hari ini menyebar ke Persia, Yunani, dan wilayah Timur Tengah lainnya. Pada masa Aleksander Agung, sistem ini meluas ke Mediterania, Asia Barat, hingga India dan China. Bahkan, bangsa Yahudi mengadopsinya selama pembuangan mereka di Babilonia, yang kemudian melahirkan konsep Sabat sebagai hari istirahat.
Dalam kalender Babilonia, tujuh dipilih karena dianggap suci, merujuk pada tujuh benda langit yang mereka amati. Mesir dan Romawi sempat menggunakan sistem minggu yang berbeda, tetapi pengaruh Babilonia perlahan mendominasi.
Kalender Gregorian modern yang kita gunakan saat ini tak hanya mewarisi sistem tahunan dari Julius Caesar, tetapi juga konsep mingguan dari Babilonia. Sistem ini tak hanya menentukan pola ibadah dan ritme kerja, tetapi juga melahirkan penanggalan global yang kita kenal sekarang. (FG12)