JURNALKITAPLUS - Selama ini, rumah dikenal sebagai tempat paling aman bagi anak. Namun, realita berkata lain. Tak sedikit kasus kekerasan justru terjadi di lingkungan keluarga sendiri. Orang-orang terdekat yang seharusnya melindungi, malah menjadi pelaku kekerasan terhadap anak, baik fisik, psikis, hingga seksual.
Fakta miris ini tercermin dari data Sistem Informasi Online Perlindungan Perempuan dan Anak (Simfoni PPA) Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Kemen PPPA). Sejak 1 Januari 2025 hingga Mei 2025, tercatat 200 kasus kekerasan di Provinsi Lampung. Dari angka tersebut, 135 kasus terjadi di lingkungan rumah tangga.
Ironisnya, kekerasan seksual menjadi kasus paling dominan dengan 129 kejadian. Faktor pemicunya beragam, mulai dari paparan konten pornografi, konsumsi minuman keras, hingga pengaruh media sosial. Mirisnya lagi, para pelaku kebanyakan adalah orang-orang terdekat korban: ayah kandung, kakek, kakak, hingga paman.
Kondisi ini seharusnya menjadi alarm keras bagi semua pihak. Namun, upaya pencegahan kekerasan terhadap anak masih berjalan sendiri-sendiri. Pemerintah daerah, lembaga advokasi, pendampingan korban, hingga masyarakat, cenderung bergerak terpisah dan belum terintegrasi. Akibatnya, dampak dari program-program tersebut belum terasa signifikan di lapangan.
Agar kasus kekerasan terhadap anak tak terus berulang, diperlukan sinergi lintas sektor. Pencegahan kekerasan seksual di keluarga tak bisa dilepaskan dari program penanggulangan kemiskinan dan peningkatan pendidikan masyarakat. Akses informasi yang sehat dan peningkatan literasi keluarga menjadi kunci penting agar rumah kembali menjadi tempat aman bagi tumbuh kembang anak. (FG12)