LG Mundur dari Proyek Baterai EV di Indonesia: Masalah Kepercayaan atau Kebijakan? -->

Header Menu

LG Mundur dari Proyek Baterai EV di Indonesia: Masalah Kepercayaan atau Kebijakan?

Jurnalkitaplus
24/04/25



JURNALKITAPLUS – Keputusan LG Energy Solution (LGES) dan konsorsium Korea Selatan untuk menarik diri dari proyek rantai pasok baterai kendaraan listrik (EV) di Indonesia senilai Rp129 triliun memicu keprihatinan publik dan menjadi pukulan telak bagi ambisi hilirisasi nikel nasional. Proyek besar ini semula digadang-gadang bakal menjadi tonggak transisi energi dan kebangkitan industri EV Tanah Air.

Dilansir dari harian Kompas, penarikan investasi ini pertama kali diungkap oleh media Korea Selatan, Yonhap, dan dibenarkan oleh pejabat LGES yang menyebut “jurang EV” atau EV chasm—kondisi di mana permintaan pasar global terhadap kendaraan listrik belum mampu menembus pasar massal—sebagai salah satu alasan utama. EV dinilai belum cukup laku untuk menopang skala produksi besar.

Namun di balik alasan pasar tersebut, terselip pula faktor politis dan regulatif yang dinilai menjadi penyebab lain. Revisi kontroversial terhadap UU TNI yang memperbolehkan militer merangkap jabatan di pemerintahan, serta kekhawatiran akan perubahan iklim investasi dan regulasi tenaga kerja, disebut oleh media News Daily Korea sebagai pertimbangan serius perusahaan asing seperti LG.

Tidak hanya itu, ketidakpastian kebijakan insentif kendaraan listrik di Indonesia juga menjadi sorotan. Hyundai, yang menjadi mitra strategis LGES lewat pabrik HLI Green Power, disebut kesulitan bersaing karena baterai berbasis nikel yang digunakan tak memperoleh subsidi sebesar produk berbasis LFP (lithium iron phosphate) seperti mobil-mobil asal Tiongkok. Pemerintah dianggap tidak konsisten dan cenderung memberikan insentif tanpa mempertimbangkan basis teknologi baterai.

Menurut pengamat dari Indef, Andry Satrio Nugroho, ketidakjelasan posisi pemerintah dalam mengatur insentif dan keberpihakan terhadap hilirisasi nikel membuat LG ragu melanjutkan proyek strategis ini. Ia menilai inkonsistensi kebijakan bisa membuat investor lain ikut menarik diri.

Kendati begitu, pemerintah belum memberikan penjelasan resmi atas hengkangnya LGES. Wakil Menteri ESDM Yuliot Tanjung mengaku belum mengetahui detail persoalan dan masih menunggu koordinasi dari BKPM. Sementara Presiden Prabowo Subianto menanggapi santai, menyatakan Indonesia tetap kuat dan besar, serta yakin akan ada pengganti LG.

Meski LG mundur, investasi dari perusahaan Tiongkok seperti CATL dan CBL masih berjalan. Namun peristiwa ini menjadi sinyal keras bahwa jika tidak segera dibenahi, proyek hilirisasi nikel Indonesia bisa kehilangan momentum emasnya.

Mundurnya LG dari proyek EV battery menandai keretakan kepercayaan investor terhadap kebijakan pemerintah Indonesia yang dianggap tidak stabil dan kurang transparan. Ini adalah momen refleksi bagi pemerintah: menjaga konsistensi regulasi, menguatkan daya tarik investasi, serta menempatkan hilirisasi nikel sebagai prioritas strategis, bukan sekadar wacana pembangunan. (FG12)