JURNALKITAPLUS – Sebanyak 1.967 calon pegawai negeri sipil (CPNS) yang sebelumnya dinyatakan lolos seleksi formasi aparatur sipil negara (ASN) tahun 2024 dilaporkan mengundurkan diri. Jumlah ini setara dengan 12 persen dari total 16.167 peserta yang berhasil masuk melalui skema optimalisasi formasi. Fenomena ini langsung memicu kekhawatiran, kritik publik, serta desakan evaluasi besar terhadap sistem rekrutmen ASN di Indonesia.
Formasi Kosong, Pelayanan Terancam
Data Badan Kepegawaian Negara (BKN) mengungkap lima instansi dengan tingkat pengunduran diri tertinggi, yakni Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (640 orang), disusul Kementerian Kesehatan (575 orang), Kementerian Kominfo (154 orang), Bawaslu (131 orang), dan Kementerian PUPR (121 orang).
Guru Besar IPDN, Djohermansyah Djohan, menekankan bahwa kekosongan formasi di sektor-sektor vital seperti pendidikan dan kesehatan berpotensi besar mengganggu pelayanan publik. “Kekosongan dokter, guru, atau dosen bisa langsung dirasakan masyarakat. Ini persoalan yang tidak bisa ditunda,” tegasnya.
Kenapa Mundur? Ini Alasan Mereka
Kepala BKN Zudan Arif Fakrulloh mengungkap, alasan dominan pengunduran diri CPNS adalah penempatan lokasi yang terlalu jauh dari domisili (1.265 orang). Selain itu, ada yang terkendala izin keluarga, harus merawat orangtua, sedang studi lanjut, hingga merasa penghasilan tidak sesuai ekspektasi.
Yang mengejutkan, bahkan ada peserta yang mengaku salah memilih formasi atau merasa tidak pantas lulus. Hal ini menimbulkan tanda tanya besar mengenai efektivitas sosialisasi informasi dan mekanisme seleksi itu sendiri.
Publik Geram: “Formasi Dibuang, Anggaran Terbuang”
Reaksi keras muncul dari warganet yang menilai ribuan CPNS tersebut telah menyia-nyiakan kesempatan emas dan merugikan negara. “Kasihan formasi di luar Jawa ditolak. Padahal, pemerataan ASN sangat penting,” tulis salah satu akun di platform X (dulu Twitter).
Kritik juga datang dari DPR. Wakil Ketua Komisi II, Bahtra Banong dari Fraksi Gerindra, menyebut situasi ini ironis, di tengah banyaknya warga yang justru mengidamkan status ASN.
Saatnya Evaluasi dan Reformasi Menyeluruh
Mundurnya ribuan CPNS ini menjadi sinyal bahwa sistem rekrutmen perlu dibedah ulang. Djohermansyah menyarankan agar ada mekanisme perpanjangan waktu pendaftaran untuk mengisi formasi kosong, serta kerja sama intensif dengan kampus-kampus daerah agar informasi rekrutmen lebih merata.
“Harusnya ada jalur susulan, agar formasi yang kosong bisa segera terisi tanpa menunggu tahun depan,” ujarnya.
Pemerintah Tak Tinggal Diam
Menpan RB Rini Widyantini menyatakan, CPNS yang mundur bisa dikenai sanksi larangan ikut seleksi periode berikutnya. Ke depan, pemerintah berjanji melakukan penguatan sistem perekrutan dari hulu ke hilir, termasuk memperketat pengumuman, proses seleksi CAT, hingga pengangkatan akhir.
Meski begitu, pemerintah menjamin layanan publik tetap berjalan. “Karena mereka belum aktif bekerja, jadi belum berdampak langsung,” ucap Zudan.
Pengunduran diri massal CPNS ini bukan hanya soal lokasi penempatan, tapi juga menyoroti persoalan mendasar dalam tata kelola ASN: distribusi informasi, transparansi formasi, hingga ketimpangan persepsi antara harapan dan realita. (FG12)