Ketidakpastian Iklim Perdagangan Global & Perang Dagang Mendorong Penundaan Investasi & Ekspansi Perusahaan -->

Header Menu

Ketidakpastian Iklim Perdagangan Global & Perang Dagang Mendorong Penundaan Investasi & Ekspansi Perusahaan

Jurnalkitaplus
15/05/25


JURNALKITAPLUS  — Permata Institute for Economic Research (PIER) memproyeksikan pertumbuhan ekonomi Indonesia sepanjang 2025 melambat di kisaran 4,5-5 persen, lebih rendah dari realisasi 2024 sebesar 5,03 persen. Penurunan ini dipicu oleh ketidakpastian iklim perdagangan global dan meningkatnya tensi perang dagang yang membuat pelaku usaha menunda investasi dan ekspansi.


Chief Economist Permata Bank, Josua Pardede, menyebut perusahaan cenderung wait and see akibat situasi global yang tidak menentu. “Ketidakpastian perdagangan mendorong banyak perusahaan menahan rencana investasi. Pemerintah perlu merespons dengan stimulus fiskal yang tepat agar konsumsi dan investasi domestik bergerak kembali,” ujarnya, Rabu (14/5).


Data Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat pertumbuhan PDB triwulan I-2025 hanya 4,87 persen, terendah sejak 2021. Konsumsi rumah tangga melambat menjadi 4,89 persen, sementara investasi atau pembentukan modal tetap bruto (PMTB) hanya tumbuh 2,12 persen.


Sektor pertanian mencatat kinerja positif dengan pertumbuhan 10,52 persen berkat lonjakan produksi pangan. Namun, sektor manufaktur tumbuh moderat 4,55 persen, sementara pertambangan dan konstruksi tertekan akibat realokasi anggaran dan pemeliharaan tambang.


PIER juga memprediksi sektor-sektor berorientasi ekspor ke AS seperti tekstil, furnitur, dan elektronik akan terdampak signifikan. Di sisi lain, sektor jasa dan perdagangan domestik diperkirakan masih menjadi motor utama pertumbuhan.


“Jika ketegangan perang dagang mereda dan ekspektasi penurunan suku bunga The Fed menguat, Bank Indonesia berpotensi memangkas BI-Rate hingga 50 basis poin,” tambah Josua.


Untuk industri manufaktur, Permata Bank memprediksi pertumbuhan 4,5 persen pada 2025, di bawah laju ekonomi nasional 4,78 persen. Submanufaktur seperti mesin, otomotif, dan bahan bangunan diproyeksikan masih tertahan akibat ketidakpastian global yang berlanjut. (FG12)