Toxic Positivity Online: Tantangan Generasi Z Menangkap Realitas -->

Header Menu

Toxic Positivity Online: Tantangan Generasi Z Menangkap Realitas

Jurnalkitaplus
11/05/25



Assalamualaikum Sobat Jkpers!

Terkait di dunia media sosial yang seolah semuanya begitu sempurna atau mungkin memang sudah menjadi takdir for your page kamu adalah konten yang terlihat sempurna di matamu. Sampailah terlintas bahwa, "Keren ya mereka ga burnout? Ga pernah ngerasa minder atau insecure?"

Bisa jadi, mereka atau justru kamu mengalami toxic positivity? Jadi sekilas yang kemungkinan orang banyak tahu toxic adalah racun yang negatif, merugikan diri sendiri. Eh, jangan salah lho! Positivite juga ada toxic nya jika memenjara kamu atau Sebagian dari orang yang kamu nilai sempurna, mereka dipaksa oleh keadaan dan belajar untuk lepas dari toxic positivity tersebut.

Hal seperti yang membuatmu seolah menuntut, jauhi rasa takut, gelisah, tidak kepercayaan diri, bahkan hal yang wajar adalah menangis.

Kamu masih ingat tidak ada beberapa pesan di media sosial yang mungkin sekilas kamu jumpai, ada pesan bertuliskan, "Stay Positive" dimana ini malah mengabaikan kenyataan bahwa kadang-kadang seseorang membutuhkan ruang untuk merasakan emosi negatif.

Contoh lainnya seperti postingan yang mendesak untuk "always be happy" tanpa memberikan ruang bagi ekspresi perasaan yang lain. Ya, tidak mungkin kita harus selalu bahagia, kan?

Pengaruh media sosial terhadap toxic positivity

Karena yang tadi kami bilang sebelumnya, "konten yang terlihat sempurna di matamu. Sampailah terlintas bahwa, "Keren ya mereka ga burnout? Ga pernah ngerasa minder atau insecure?"

Seperti yang disajikan hanyalah kehidupan yang sempurna, tidak ada kesulitannya, kegelisahannya, bahkan hanya momen-momen kebahagiaan saja. Nah, kita sebagai penonton merasa minder jika berbeda, semisalnya menunjukkan diri kita tidak bahagia lah, atau bahkan kita yang belum sukses seperti mereka.

Juga, perihal hastag yang sempat hadir atau justru bisa jadi masih ada lho yang menggunakannya, seperti hastag #goodvibesonly sadar ga sih, tanpa kita sadari hal ini bisa menekan kita atau bahkan pengguna untuk menutupi perasaan atau pengalaman negative mereka.

Lalu apa dampak pada generasi Z?

a.       Generasi Z malah merasa bersalah atau tidak cukup baik jika mereka merasa cemas, stress atau bahkan menangis. Kenapa? Ya, karena sosial media dunia yang terlalu menekan dirinya penting sekali berpikir positif.

b.       Resiko kehilangan kemampuan untuk bisa mengelola perasaan yang sehat, karena perasaan secara terbuka dan jujur, tetapi mereka dipaksa untuk bisa merasa bahagia meskipun dalam situasi yang penuh tantangan.

c.       Timbulnya kekurangan dukungan emosional yang nyata, karena dari pesan yang positif sering kali menggantikan percakapan yang lebih dalam dan empatik tentang Kesehatan mental, hal ini membuat dirinya merasa terisolasi dalam perjuangan mereka, bahkan bisa jadi ketika sudah mau bertekad eh kenyataan nya, "jangan deh ini mah bisa dilawan!"

Oleh karena itu, penting kita menyadari bahwa toxic positivity itu berdampak buruk bagi kita.

a.       Sadar bahwa kita bisa menerima dengan baik terhadap perasaan negatif, karena bagian dari Kesehatan mental yang sehat. Cobalah untuk mengakui adanya perasaan sedih, marah, atau bahkan cemas. Ini adalah bentuk kita menyayangi diri sendiri.

b.       Coba berbicara dengan terbuka terkait masalah emosional daripada mengabaikan atau bahkan menekan perasaan demi memenuhi ekspektasi orang sekitar kita.

c.       Belajar untuk bisa menciptakan ruang untuk realitas dengan mengedepankan keseimbangan antara berbagi kebahagiaan dan kehidupan nyata yang lebih seimbang. Mungkin lewat percakapan yang lebih terbuka di media sosial, tantangan pribadi dan ajak diskusi bagaimana cara melewatinya. Hal ini justru mereka juga ikut bahwa ternyata alangkah baiknya menyadari bahwa perasaan negative juga memang perlu sesekali.

d.       Dengan mengingatkan diri sendiri yang tidak sempurna bahkan tidak ada yang bisa sempurna, ini bisa membuat kita sadar, bahwa ini adalah kekurangan kita, di mana juga masuk bagian kehidupan yang sehat.

e.       Jika di sekitarmu ada teman atau komunitas yang paham perihal pentingnya keseimbangan antara optimisme dan penerimaan terhadap perasaan negatif, cobalah meminta bantuan.

 

Tidak hanya yang lewat fyp mu adalah orang-orang yang hanya melihatkan kesempurnaan saja, tapi masih ada konten creator yang aktif dengan memiliki peran dalam membentuk persepsi generasi Z tentang kehidupan dan kebahagiaan. Hal ini sebenarnya sangatlah penting, dengan seperti ini semua juga bisa merasa lebih menerima bahwa perasaan negatif tidaklah buruk yang mereka pikirkan, bahkan dari mereka juga sudah ada yang membagikan pengalaman-pengalaman negatif jika memang bagian dari kehidupan yang nyata.

Kita tahu pentingnya positive thinking, tapi jika berlebihan tidak baik juga untuk kita. Pernah ingat ayat al-qur'an ini?

"Dan janganlah kamu berlebih-lebihan. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berlebih-lebihan." (Q.S Al-A'raf: 31)

Memang bagimu masih dalam kategori yang normal, hanya saja bila diabaikan dan menjadi berkepanjangan? justru kamu membuat dirimu terluka.

Gimana menurutmu?

FAI (32)