![]() |
illustrasi |
بِسْمِ اللّٰهِ الرَّحْمٰنِ الرَّحِيْمِ
اَلَمْ تَرَ كَيْفَ فَعَلَ رَبُّكَ بِاَصْحٰبِ الْفِيْلِۗ ١ اَلَمْ يَجْعَلْ كَيْدَهُمْ فِيْ تَضْلِيْلٍۙ ٢ وَّاَرْسَلَ عَلَيْهِمْ طَيْرًا اَبَابِيْلَۙ ٣ تَرْمِيْهِمْ بِحِجَارَةٍ مِّنْ سِجِّيْلٍۙ ٤ فَجَعَلَهُمْ كَعَصْفٍ مَّأْكُوْلٍࣖ ٥
Tidakkah engkau (Nabi Muhammad) memperhatikan bagaimana Tuhanmu telah bertindak terhadap pasukan bergajah?. Bukankah Dia telah menjadikan tipu daya mereka itu sia-sia?. Dia mengirimkan kepada mereka burung yang berbondong-bondong, yang melempari mereka dengan batu dari tanah liat yang dibakar, sehingga Dia menjadikan mereka seperti daun-daun yang dimakan (ulat). (QS. Al-Fiil : 1 - 5)
Baca Juga
Surat Al-Fil ayat 1-5 menggambarkan salah satu penampakan kekuasaan Allah dalam menjaga Ka'bah dari ancaman kehancuran. Ayat-ayat ini menceritakan bagaimana Allah melindungi rumah-Nya dari serangan pasukan Abrahah yang datang dengan gajah-gajah besar. Abrahah, seorang panglima dari Yaman, berniat menghancurkan Ka'bah untuk menarik perhatian bangsa Arab agar berpindah dari Makkah ke gereja yang dibangunnya di Sana'a.
Allah mengirimkan burung-burung yang berbondong-bondong, dikenal sebagai "Ababil," untuk menghadang pasukan Abrahah. Burung-burung ini melempari pasukan Abrahah dengan batu-batu kecil yang terbakar. Batu-batu tersebut bukanlah sembarang batu, melainkan batu panas yang menghancurkan tubuh pasukan gajah dan tentaranya. Kejadian ini menunjukkan betapa besar kekuasaan Allah dalam melindungi Ka'bah, rumah suci yang menjadi pusat ibadah umat Islam.
Pasukan Abrahah dihancurkan secara sistematis oleh kekuatan kecil yang dikirim Allah. Burung Ababil dengan batu-batu kecilnya mampu menghancurkan pasukan besar tanpa terduga, mirip dengan ulat yang perlahan tapi pasti memakan daun hingga habis.
لَقَدْ كَانَ فِيْ قَصَصِهِمْ عِبْرَةٌ لِّاُولِى الْاَلْبَابِۗ مَا كَانَ حَدِيْثًا يُّفْتَرٰى وَلٰكِنْ تَصْدِيْقَ الَّذِيْ بَيْنَ يَدَيْهِ وَتَفْصِيْلَ كُلِّ شَيْءٍ وَّهُدًى وَّرَحْمَةً لِّقَوْمٍ يُّؤْمِنُوْنَࣖ
Sungguh, pada kisah mereka benar-benar terdapat pelajaran bagi orang-orang yang berakal sehat. (Al-Qur’an) bukanlah cerita yang dibuat-buat, melainkan merupakan pembenar (kitab-kitab) yang sebelumnya, memerinci segala sesuatu, sebagai petunjuk, dan rahmat bagi kaum yang beriman.(QS. Yusup : 111)
Baca Juga
Surat Al-Fil juga mengajarkan bahwa kekuatan yang besar dapat dikalahkan oleh yang kecil jika memiliki kerjasama dan organisasi yang baik. Burung-burung kecil yang bekerja bersama dalam kesatuan mampu menghancurkan pasukan besar dan kuat. Hal ini menjadi pelajaran berharga bahwa keberhasilan tidak hanya ditentukan oleh kekuatan fisik semata, tetapi juga oleh strategi, kerjasama, dan koordinasi yang efektif.
Dalam kehidupan, ini mengajarkan kita bahwa kekuatan yang tampak kecil dan tak terlihat bisa memiliki dampak besar. Kehancuran pasukan Abrahah oleh burung-burung kecil adalah simbol bahwa tidak ada kekuatan yang lebih besar dari kekuatan Allah, dan bahwa kita harus selalu bergantung pada-Nya. Seperti halnya ulat yang melalui proses sunyi dan senyap dalam memakan daun, pertolongan Allah datang dengan cara yang mungkin tidak kita sadari, tetapi pasti dan penuh kekuatan.
Banyak peperangan yang dilalui oleh Pasukan Islam pada masa Rasulullah SAW. Dengan jumlah pasukan yang masih sedikit dan persenjataan sangat terbatas, tak jarang pasukan Islam mampu mengalahkan musuh melalui strategi jitu. Salah satu yang tercatat dalam sejarah adalah perang Hamra Al-Asad. Bagaimana dalam perang ini Rasul mampu mengembalikan semangat dan mentalitas pasukan Muslim yang telah jatuh setelah mengalami kekalahan pada perang Uhud.
Perang Hamra Al-Asad terjadi pada tahun 3 Hijriah (625 Masehi), tepat setelah Perang Uhud yang mempertemukan umat Muslim dengan kaum kafir Quraisy. Setelah kekalahan di Perang Uhud, Abu Sufyan, pemimpin pasukan Quraisy, merasa tidak puas karena gagal membunuh Nabi Muhammad. Berita tentang niat Abu Sufyan untuk melancarkan serangan ulang sampai kepada Rasulullah melalui mata-matanya. Dengan cepat, Rasulullah menyusun strategi untuk mencegah ancaman tersebut dan melindungi umat Muslim di Madinah. Beliau menyeru para sahabat yang masih lelah dan terluka setelah Perang Uhud untuk berangkat ke Hamra Al-Asad, sekitar 13 mil dari Madinah.
Tujuan utama kepergian Rasulullah ke Hamra Al-Asad adalah untuk menguatkan mental umat Muslim dan menunjukkan bahwa mereka masih memiliki kekuatan meski baru saja kalah. Hal ini juga bertujuan untuk melemahkan semangat kaum Quraisy yang baru saja meraih kemenangan. Seruan ini disambut dengan semangat oleh pasukan Muslim, yang meskipun dalam kondisi lelah, tetap setia memenuhi panggilan Rasulullah. Setibanya di Hamra Al-Asad, Rasulullah memerintahkan pasukannya untuk bermukim selama tiga hari. Untuk menakut-nakuti pasukan Quraisy, Rasulullah memerintahkan agar lima ratus api dinyalakan secara bersamaan. Melihat hal ini, pasukan Quraisy yang sedang dalam perjalanan kembali ke Mekkah menjadi takut dan memilih untuk kembali tanpa melakukan serangan ulang.
Strategi tanpa konfrontasi senjata ini berhasil menaikkan semangat dan rasa percaya diri pasukan Muslim yang sebelumnya kalah di Perang Uhud. Di sisi lain, kaum Quraisy yang semula berencana menggempur umat Muslim di Madinah menjadi goyah karena percaya bahwa kekuatan Muslim masih besar. Perang Hamra Al-Asad menjadi bukti kekuatan mental dan kecerdasan strategi yang dimiliki oleh Nabi Muhammad dalam menjaga umat Muslim dan melindungi Madinah.
Pelajaran dari Surat Al-Fiil Strategi untuk Muslim
Surat Al-Fiil mengandung makna mendalam tentang kekuasaan Allah dalam melindungi Ka'bah dari serangan pasukan Abrahah dengan bantuan burung Ababil. Kejadian ini mengajarkan kita bahwa kekuatan Allah tak tertandingi, dan melalui analogi ini, kita bisa memahami pentingnya strategi bagi seorang Muslim dalam kehidupan sehari-hari.
Pertama, kita harus bersatu dan mandiri. Seperti burung Ababil yang bekerja bersama-sama untuk mengalahkan pasukan besar, umat Muslim harus bersatu dalam kemandirian. Kemandirian di sini bukan berarti bekerja sendiri-sendiri, tetapi bersama-sama mencapai tujuan dengan saling mendukung dan membantu satu sama lain. Ini menunjukkan bahwa persatuan dan kemandirian adalah kekuatan besar yang bisa mengalahkan segala rintangan.
Diriwayatkan oleh Muslim dalam Shahih-nya (kitab hadits) atas otoritas 'Aishah (semoga Allah senang dengannya) bahwa Rasulullah (saw) berangkat menuju Badar. Ketika dia mencapai Harrat-ul-Wabarah (sebuah tempat empat mil dari Madinah), seorang musyrik (orang yang menyekutukan orang lain dengan Allah dalam Keilahian-Nya atau ibadah) yang dikenal karena keberanian dan kepahlawanannya bertemu dengannya. Para sahabat Rasulullah (saw) senang melihatnya. Dia berkata: Aku datang agar aku dapat mengikutimu dan mendapatkan bagian dari barang rampasan perang." Rasulullah (saw) berkata kepadanya: Apakah kamu percaya kepada Allah dan Rasul-Nya? Dia berkata: Tidak. Rasulullah (saw) berkata: Kembalilah, aku tidak akan meminta bantuan seorang musyrik." Dia terus berjalan sampai kami mencapai Shajara, di mana lelaki itu bertemu dengannya lagi. Dia menanyakan pertanyaan yang sama dan lelaki itu memberinya jawaban yang sama. Dia berkata: Kembalilah. Aku tidak akan meminta bantuan seorang musyrik. Lelaki itu kembali dan menyusulnya di Baida'. Ia menanyakan hal yang sama sekali lagi: Apakah kamu beriman kepada Allah dan Rasul-Nya? Lelaki itu menjawab: Ya. Rasulullah (saw) berkata kepadanya: Kalau begitu ikutlah bersama kami.” (Diriwayatkan oleh Muslim, Kitab tentang Jihad dan Ekspedisi Militer, Bab tentang Keburukan Mencari Bantuan Kafir di Medan Perang, no. 1817.)
Kedua, menebar kebaikan meskipun kecil namun berkesinambungan adalah kunci. Dalam analogi ulat yang perlahan memakan daun hingga habis, kita diajarkan bahwa kebaikan yang kecil namun dilakukan secara terus-menerus akan membawa perubahan besar. Menebar kebaikan yang berkelanjutan (sustainable) adalah strategi efektif untuk mencapai tujuan jangka panjang. Kebaikan ini bisa dalam bentuk apapun, asalkan dilakukan dengan niat yang ikhlas.
أَحَبُّ الأَعْمَالِ إِلَى اللَّهِ تَعَالَى أَدْوَمُهَا وَإِنْ قَلَّ
”Amalan yang paling dicintai oleh Allah Ta’ala adalah amalan yang kontinu walaupun itu sedikit.” ’Aisyah pun ketika melakukan suatu amalan selalu berkeinginan keras untuk merutinkannya. (HR. Muslim no. 783, Kitab shalat para musafir dan qasharnya, Bab Keutamaan amalan shalat malam yang kontinu dan amalan lainnya)
Ketiga, melakukan segala sesuatu semata-mata untuk Allah adalah kekuatan. Seperti halnya burung Ababil yang bertindak atas perintah Allah, kita harus memastikan bahwa setiap tindakan kita dilakukan dengan niat untuk mendapatkan ridha Allah. Dengan menjadikan Allah sebagai tujuan utama dalam setiap perbuatan, kita akan mendapatkan kekuatan dan ketenangan dalam menghadapi segala tantangan.
قال صلى الله عليه وسلم:مَا مِنْ عَبْدٍ يَقُولُ بِسْمِ الله الرَّحْمٰنِ الرَّحِيْمِ إلاَّ ذَابَ الشَّيْطَانُ كَما يَذُوْبُ الرَّصَاصُ عَلَى النَّارِ
Nabi SAW bersabda: “Tidak ada dari seorang hamba yang membaca bismillahirrahmanirrahim kecuali setan hancur sebagaimana hancurnya timah di atas api.”
Dengan menerapkan strategi ini—bersatu dalam kemandirian, menebar kebaikan kecil yang berkesinambungan, dan melakukannya untuk Allah semata—seorang Muslim bisa mencapai keberhasilan dan kemuliaan dalam kehidupan dunia dan akhirat.
Barokallah
oleh : Ust. Deny Syarifudin