Sengketa 4 Pulau Aceh-Sumut: Pemerintah Pusat Kaji Ulang, Berpotensi Picu Disintegrasi -->

Header Menu

Sengketa 4 Pulau Aceh-Sumut: Pemerintah Pusat Kaji Ulang, Berpotensi Picu Disintegrasi

Jurnalkitaplus
17/06/25



Jurnalkitaplus – Perselisihan batas wilayah antara Provinsi Aceh dan Sumatera Utara (Sumut) kembali mencuat ke permukaan menyusul penerbitan Keputusan Menteri Dalam Negeri (Kepmendagri) No. 300.2.2-2138/2025 pada 25 April 2025. Kepmendagri ini menetapkan empat pulau yang sebelumnya diklaim masuk wilayah Aceh Singkil, kini menjadi bagian dari Kabupaten Tapanuli Tengah, Sumut. Keempat pulau tersebut adalah Pulau Mangkir Gadang, Pulau Mangkir Ketek, Pulau Lipan, dan Pulau Panjang.

Keputusan ini memicu penolakan keras dari berbagai pihak di Aceh, yang menganggapnya menyinggung perasaan dan identitas masyarakat Aceh.

Latar Belakang dan Keputusan Kemendagri

Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tito Karnavian menyatakan bahwa Kepmendagri tersebut telah melalui kajian letak geografis dan pertimbangan dari berbagai instansi. Menurutnya, sengketa perbatasan empat pulau ini rumit dan telah berlangsung lama. Penentuan batas wilayah ini juga berkaitan dengan penamaan pulau yang harus didaftarkan kepada Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB). Mendagri Tito juga menegaskan bahwa pemerintah terbuka terhadap evaluasi atau gugatan hukum, termasuk ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN).

Namun, Wakil Menteri Dalam Negeri (Wamendagri) Bima Arya Sugiarto menjelaskan bahwa Kepmendagri Nomor 300.2.2-2138 Tahun 2025 sejatinya adalah pemutakhiran data kode wilayah atas seluruh wilayah di Indonesia, bukan hanya spesifik empat pulau tersebut, dengan lebih dari 4.000 lampiran keputusan yang ditandatangani Mendagri.

Pemerintah Pusat Kaji Ulang, Temukan Bukti Baru

Merespons polemik yang memanas, Kemendagri memutuskan untuk mengkaji ulang status kepemilikan empat pulau tersebut. Wamendagri Bima Arya Sugiarto mengungkapkan bahwa dalam rapat terbatas dengan Tim Nasional Pembaruan Rupa Bumi, ditemukan adanya bukti baru atau novum berdasarkan penelusuran Kemendagri. Bukti baru ini akan menjadi pertimbangan pemerintah pusat untuk melengkapi berkas dalam konteks pengkajian ulang provinsi mana yang berhak atas status kepemilikan empat pulau tersebut.

Bima Arya menekankan bahwa tidak ada keputusan yang tidak bisa diubah atau diperbaiki, dan Kemendagri akan mempelajari semua masukan, data, dan perspektif untuk keputusan akhir. Dalam proses peninjauan ulang, Kemendagri tidak hanya akan mempertimbangkan faktor geografis, tetapi juga data fakta historis dan politis, serta data sosial dan kultural. Selanjutnya, Kemendagri akan berkomunikasi dengan Gubernur Aceh Muzakir Manaf dan Gubernur Sumatera Utara Bobby Nasution untuk membahas masalah ini.

Berbagai Pandangan dari Tokoh Penting

Pimpinan Pusat Muhammadiyah (Anwar Abbas): Meminta pemerintah menghindari terjadinya disintegrasi akibat polemik ini. Anwar mengingatkan banyaknya korban selama konflik bersenjata puluhan tahun di Aceh antara pemerintah dan Gerakan Aceh Merdeka (GAM), yang berakhir dengan Kesepakatan Helsinki pada 2005. Menurut Anwar Abbas, keputusan Kemendagri telah menyinggung pemerintah dan rakyat Aceh, karena keempat pulau tersebut, secara formal dan historis, masuk wilayah Singkil, Aceh, berdasarkan pandangan Jusuf Kalla. Ia berharap Presiden Prabowo Subianto dapat menyelesaikan polemik ini dengan baik untuk menghindari disintegrasi bangsa.

Ketua Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi (KKR) Aceh (Masthur Yahya): Merasa prihatin dan menyebut keputusan ini menyentuh "urat sensitif sejarah dan identitas masyarakat Aceh", yang sedang dalam proses menumbuhkembangkan rasa saling percaya pascakonflik. Masthur khawatir masalah ini dapat memunculkan "guratan bisul baru yang berpotensi meletus jadi sentimen konflik berikutnya". KKR Aceh siap menjadi juru damai untuk menjaga Aceh agar tidak kembali diseret ke pusaran konflik baru. Ia juga mendorong dialog terbuka antara pemerintah pusat dan berbagai pihak terkait.

Mantan Wakil Presiden (Jusuf Kalla) : Menegaskan bahwa perbatasan Aceh, merujuk pada Perjanjian Helsinki (Pasal 1.1.4) dan Undang-Undang Nomor 24 Tahun 1956 tentang Pembentukan Daerah Otonom Provinsi Aceh dan Provinsi Sumut, seharusnya menempatkan keempat pulau tersebut di wilayah Aceh. Menurut JK, secara formal dan historis, empat pulau itu masuk wilayah Singkil, Provinsi Aceh. Masukan JK ini diakui penting dan menjadi rujukan oleh Wamendagri Bima Arya, meskipun perlu didalami lebih lanjut.

Menteri Koordinator Bidang Hukum, HAM, Imigrasi, dan Pemasyarakatan (Yusril Ihza Mahendra) : Menyatakan bahwa Perjanjian Helsinki dan Undang-Undang 1956 tidak bisa dijadikan rujukan untuk menentukan kepemilikan empat pulau ini secara spesifik, karena UU 1956 tidak menyebutkan status batas wilayah empat pulau tersebut. Yusril menjelaskan bahwa permasalahan tapak batas wilayah baru muncul setelah zaman reformasi. Ia menegaskan bahwa pemerintah pusat belum mengambil keputusan final mengenai status empat pulau tersebut, dan Kepmendagri yang ada hanyalah pemberian kode pulau berdasarkan usulan Pemerintah Sumut, bukan penentuan batas wilayah yang memerlukan Peraturan Menteri Dalam Negeri (Permendagri). Yusril memberi contoh kasus Pulau Natuna, Miangas, dan Pulau Pasir, di mana faktor geografis bukan satu-satunya ukuran penentuan wilayah. Yusril akan segera berbicara dengan kedua gubernur.

Ketua Majelis Pertimbangan Pusat Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Mulyanto : Mendesak Komisi II DPR untuk segera menggelar rapat dengan Gubernur Aceh dan Sumatera Utara, dengan mempertimbangkan aspek historis, sosiopolitik, dan status otonomi khusus Aceh. Mulyanto berharap DPR dapat bertindak cepat sebagai representasi rakyat, dan kesimpulan rapat DPR akan menjadi landasan penting bagi Presiden.

DPR (Wakil Ketua Komisi II Bahtra Banong & Wakil Ketua DPR Sufmi Dasco Ahmad) : Bahtra Banong menyatakan komisinya akan segera menjadwalkan rapat dan meminta semua pihak menyelesaikan sengketa dengan asas kekeluargaan, mengingat konflik batas wilayah menyangkut identitas, histori, ekonomi, dan sosial. Sufmi Dasco Ahmad juga menegaskan bahwa Presiden Prabowo Subianto akan mengambil alih penyelesaian polemik ini dan akan segera mengambil keputusan.

Langkah Selanjutnya

Presiden Prabowo Subianto akan mengambil alih polemik sengketa empat pulau ini dan akan segera mengambil keputusan secepatnya, dengan mempertimbangkan aspirasi serta proses historis dan administrasi yang telah berjalan. Gubernur Sumut Bobby Nasution sendiri menegaskan bahwa keputusan mengenai wilayah pulau merupakan kewenangan pemerintah pusat, bukan provinsi.

Meskipun demikian, Wakil Ketua Komisi II DPR Bahtra Banong menekankan pentingnya penyelesaian dengan asas kekeluargaan, mengingat sensitivitas masalah ini terhadap identitas, sejarah, ekonomi, dan sosial masyarakat. (dikurasi oleh FG12)