JURNALKITAPLUS – Makna kesuksesan di dunia kerja telah mengalami pergeseran signifikan, terutama di kalangan generasi milenial dan Gen Z. Mengejar jabatan tertinggi tidak lagi menjadi impian utama. Sebaliknya, stabilitas finansial, makna hidup, dan kesejahteraan menjadi tiga pilar yang lebih berharga bagi angkatan kerja yang akan mendominasi pasar pada tahun 2030 ini.
Perubahan preferensi ini diungkap dalam Survei Generasi Z dan Milenial 2025 yang dirilis oleh Deloitte Global. Survei yang melibatkan lebih dari 23.482 responden di 44 negara ini menemukan bahwa pengalaman pandemi global dan krisis keuangan di awal karier membentuk ekspektasi mereka terhadap pekerjaan.
Elizabeth Faber, Chief People & Purpose Officer Deloitte Global, menyatakan bahwa Gen Z dan milenial mencari keseimbangan dalam "trifecta" stabilitas keuangan, makna hidup, dan kesejahteraan. Selain itu, mereka juga sangat menginginkan kesempatan untuk membangun keterampilan teknis dan nonteknis sebagai bekal di tempat kerja.
Prioritas Utama: Keuangan, Makna, dan Kesejahteraan
Di tengah meningkatnya biaya hidup, stabilitas keuangan menjadi perhatian utama. Survei menunjukkan bahwa 68 persen milenial dan 60 persen Gen Z merasa lebih bahagia ketika mereka merasa aman secara finansial. Ketidakamanan finansial, di sisi lain, berdampak negatif pada kesehatan mental.
Selain itu, makna hidup juga memegang peranan penting. Sebanyak 92 persen milenial dan 89 persen Gen Z menganggap tujuan hidup krusial untuk kepuasan kerja. Tujuan ini bisa subjektif, seperti uang, keseimbangan kehidupan-kerja, atau kesempatan untuk memberikan dampak positif pada masyarakat.
Kesejahteraan positif juga mendukung rasa memiliki tujuan dan kesempatan berkembang dalam perusahaan. Di antara mereka yang merasakan kesejahteraan positif, 72 persen milenial dan 67 persen Gen Z merasa pekerjaan mereka memungkinkan mereka berkontribusi pada masyarakat.
Meski tetap berambisi, menaiki jenjang karier bukan lagi tujuan akhir. Hanya 6 persen Gen Z yang menganggap mencapai posisi kepemimpinan senior sebagai tujuan utama karier mereka. Ini menunjukkan bahwa sebagian besar dari mereka, yaitu 94 persen, tidak menjadikan posisi struktural sebagai puncak kesuksesan.
Peran Pembimbing dan Dampak AI
Dalam memilih tempat kerja, peluang pertumbuhan karier, pengembangan diri, dan pembelajaran menjadi faktor penentu bagi milenial dan Gen Z. Hampir setengah dari kedua generasi ini menginginkan atasan yang dapat mengajar, menginspirasi, dan membimbing mereka. Sayangnya, ada kesenjangan antara harapan dan kenyataan, di mana hanya 32 persen milenial dan 36 persen Gen Z yang memiliki atasan ideal seperti itu.
Faber menekankan pentingnya memprioritaskan pembelajaran dan pengembangan di setiap tahapan karier, serta menemukan cara untuk menyusun pekerjaan yang menyediakan lebih banyak waktu untuk pengembangan diri.
Di sisi lain, pendidikan tetap berharga, namun sepertiga milenial dan Gen Z tidak melanjutkan pendidikan tinggi karena biaya dan keraguan akan relevansi pengalaman praktis yang ditawarkan.
Pengembangan karier karyawan juga berdampak positif bagi perusahaan. Riset Workplace Learning Report 2025 oleh LinkedIn menemukan bahwa praktik pengembangan karier seperti pelatihan kepemimpinan, berbagi lowongan internal, program bimbingan, dan rencana pengembangan karier dapat meningkatkan keterlibatan, retensi karyawan, dan pengembangan keterampilan baru. "Organisasi tidak dapat berkembang dan bertumbuh jika orang-orangnya tidak berkembang dan bertumbuh," kata Al Dea, pendiri The Edge of Work.
Fenomena lain yang tak kalah penting adalah dampak kecerdasan buatan generatif (GenAI). Lebih dari separuh milenial dan Gen Z semakin sering menggunakan GenAI untuk meningkatkan kualitas kerja, memangkas waktu, dan menunjang keseimbangan kehidupan-kerja. Namun, kekhawatiran akan hilangnya pekerjaan akibat AI tetap menghantui enam dari 10 orang, mendorong mereka mencari pekerjaan yang "AI-safe."
Di era AI, Deloitte menemukan bahwa pekerja lebih fokus mengembangkan keterampilan lunak. Delapan dari 10 orang mengatakan bahwa pengembangan empati dan kepemimpinan lebih penting daripada mengasah keterampilan teknis saat bekerja bersama GenAI.
"Gen Z dan milenial konsisten dalam memprioritaskan pekerjaan mereka, tetapi karena dunia kerja berubah dengan cepat, para pemberi kerja perlu memikirkan kembali cara terbaik untuk memenuhi kebutuhan mereka," tutup Faber.
Bagaimana menurut Anda, apakah perubahan definisi sukses ini akan semakin membentuk lanskap dunia kerja di masa depan? (FG12)