![]() |
Ilustrasi |
Dulu, perang sarung itu cuma hiburan, semacam ajang seru-seruan di bulan Ramadhan. Tapi sekarang? Wah, beda cerita! Yang awalnya sekadar adu gesit dan strategi, malah jadi ajang tawuran yang bikin miris. Remaja-remaja yang seharusnya menikmati kebersamaan, malah terjebak dalam aksi yang bisa berujung petaka.
Dilansir dari CNN Indonesia dosen hukum dan kriminologi Universitas Lampung, Heni Siswanto, mengamati bahwa anak-anak zaman sekarang mencari cara baru buat eksis. Dulu, mereka main petasan, tapi setelah dilarang, mereka cari permainan lain, salah satunya perang sarung. Sayangnya, permainan itu berkembang jadi ajang unjuk nyali, bukan sekadar keseruan belaka. Mereka ingin terlihat tangguh, meski tak sadar betapa berbahayanya permainan yang mereka jalani.
Camat Bakauheni, Furqonuddin, mengingatkan bahwa perang sarung ini bukan hal sepele. Banyak kasus berujung maut, seperti yang terjadi tahun lalu di Lampung Selatan. Pemerintah setempat bahkan sudah mengeluarkan imbauan agar masyarakat menghentikan tradisi ini sebelum makin banyak korban berjatuhan.
Polisi pun tak tinggal diam. Selain mengimbau, mereka juga rajin patroli di jam-jam rawan, terutama malam selepas Tarawih dan pagi setelah Subuh. Ajun Komisaris Joni Maputra dari Polres Lampung Selatan menegaskan bahwa patroli ini dilakukan untuk mencegah aksi tawuran yang makin marak, termasuk perang sarung yang kini sudah kebablasan. Masyarakat juga diminta segera melapor jika melihat kegiatan yang mencurigakan.
Bukan cuma itu, pihak kepolisian juga mengajak orangtua untuk lebih peduli terhadap aktivitas anak-anaknya. Dalam sebuah pertemuan dengan para orangtua di Lampung Selatan, Kepala Polres Ajun Komisaris Besar Yusriandi Yusrin menekankan bahwa perang sarung sekarang bukan lagi sekadar permainan. Ini sudah menjurus ke tindak pidana! Para orangtua pun berjanji akan lebih mengawasi anak-anak mereka, bahkan sepakat membantu biaya perawatan korban yang terluka akibat perang sarung.
Insiden terbaru yang nyaris menelan korban terjadi di Lampung Selatan. Seperti diberitakan beberapa harian nasional, puluhan remaja dari dua desa saling menantang lewat media sosial, lalu bertemu di jalanan untuk adu sarung. Sempat saling kejar-kejaran dengan motor, sampai akhirnya dua di antara mereka kecelakaan dan harus dilarikan ke rumah sakit.
Kalau sudah begini, apa masih mau anggap perang sarung sebagai tradisi? Sejarah membuktikan, tahun lalu seorang remaja bernama Levino Rafa Fadila (14) kehilangan nyawa akibat permainan ini. Ia terkena sabetan sarung yang sudah dimodifikasi hingga menyerupai benda tumpul. Otopsi menyebutkan korban mengalami mati lemas akibat trauma di kepala.
Sudah cukup! Ramadhan harusnya jadi momen penuh berkah, bukan ajang unjuk nyali yang berakhir petaka. Daripada sibuk tawuran pakai sarung, kenapa nggak dialihkan ke kegiatan yang lebih bermanfaat? Yang jelas, perang sarung yang berubah jadi ajang tawuran ini harus dihentikan sebelum makin banyak nyawa melayang. (FG12)