Jurnalkitaplus - Selat Hormuz, sebuah jalur perairan sempit yang menghubungkan Teluk Persia dengan Teluk Oman dan Laut Arab, merupakan urat nadi energi global yang sangat krusial. Terletak strategis antara Iran dan Oman, serta Uni Emirat Arab di selatan, selat ini pada titik tersempitnya memiliki lebar sekitar 33 hingga 54 kilometer. Fungsi utamanya sangat vital karena menjadi jalur keluar masuk satu-satunya bagi kapal pengangkut minyak dan gas dari kawasan Teluk Persia ke pasar global. Diperkirakan sekitar 20 hingga 22 persen pasokan minyak dunia, atau sekitar 17 hingga 21 juta barel per hari, melewati selat ini. Selain minyak, selat ini juga merupakan jalur utama pengiriman gas alam cair (LNG), terutama dari Qatar dan Oman. Perannya yang sangat penting dalam distribusi energi menjadikannya sangat strategis secara geopolitik dan ekonomi dunia.
Ancaman penutupan Selat Hormuz oleh Iran kembali mencuat di tengah meningkatnya ketegangan dengan Amerika Serikat dan perang yang memanas dengan Israel. Dewan Keamanan Nasional Tertinggi Iran saat ini tengah mempertimbangkan langkah tersebut, menyusul laporan bahwa parlemen Iran telah menyetujui tindakan ini. Media Iran, Press TV, mengutip anggota parlemen dan komandan Korps Garda Revolusi Islam (IRGC) Iran, Esmail Kosari, yang menyatakan bahwa penutupan selat itu ada dalam agenda dan "akan dilakukan kapan pun diperlukan". Ancaman ini muncul setelah Amerika Serikat (AS) menyerang tiga fasilitas nuklir Iran.
Dampak Global yang Mengguncang Pasar Energi
Gangguan apa pun terhadap selat ini akan mengirimkan gelombang kejut ke pasar energi global, berpotensi memicu lonjakan tajam harga minyak, dan semakin mengganggu stabilitas kawasan yang sudah bergejolak. Ancaman gangguan saja sering kali mengguncang pasar, apalagi penutupan yang sebenarnya akan jauh lebih mengganggu stabilitas. Menurut Goldman Sachs dan firma konsultan Rapidan Energy, harga minyak dapat melonjak di atas US$100 per barel jika selat tersebut ditutup untuk waktu yang lama. Harga minyak bahkan telah melonjak lebih dari 2% setelah serangan AS terhadap Iran, menimbulkan kekhawatiran akan gangguan pasokan. Para analis memperingatkan bahwa pengiriman bisa terganggu selama berminggu-minggu atau berbulan-bulan, meskipun AS pada akhirnya akan menang.
Namun, penutupan Selat Hormuz juga akan membawa konsekuensi serius bagi Iran sendiri. Menteri Luar Negeri AS Marco Rubio menyatakan bahwa menutup selat itu akan menjadi "bunuh diri ekonomi" bagi Iran, karena akan menghentikan aliran ekspor minyak Iran, khususnya ke China yang merupakan pelanggan terpentingnya. Iran adalah produsen minyak terbesar ketiga di OPEC, dengan sebagian besar minyaknya dijual ke China. AS juga akan menganggap tindakan tersebut sebagai deklarasi perang, yang akan memerlukan respons tidak hanya dari AS, tetapi juga dari negara lain.
Dampak dan Antisipasi untuk Indonesia
Bagi Indonesia, perang antara Iran dan Israel yang berpotensi menyebabkan penutupan Selat Hormuz dikhawatirkan berdampak pada kebutuhan energi dalam negeri. Kenaikan harga minyak mentah akibat gangguan pasokan akan membuat impor minyak bumi menjadi lebih mahal bagi Indonesia sebagai negara net importir. Oleh karena itu, pemerintah diminta untuk jeli melihat peluang dan dampak konflik ini serta menyiapkan langkah-langkah antisipatif dan mitigasi.
Meskipun demikian, ada pandangan yang menyatakan bahwa penutupan Selat Hormuz justru dapat menguntungkan ekspor komoditas Indonesia, karena kenaikan harga minyak global akan membuat komoditas Indonesia semakin mahal. Pertamina, perusahaan energi nasional, telah memastikan bahwa stok BBM (bahan bakar minyak) masih aman di tengah ancaman penutupan selat tersebut. Pertamina juga telah mempertimbangkan untuk mengalihkan rute pasokan melalui Oman dan India jika Selat Hormuz ditutup. Dampak geopolitik penutupan Selat Hormuz ini akan menjadi salah satu topik pembahasan utama dalam Jakarta Geopolitical Forum (JGF) IX Tahun 2025 yang diselenggarakan oleh Lembaga Ketahanan Nasional (Lemhannas) RI, dengan fokus pada fragmentasi ekonomi dan ketahanan energi.
Bagaimana Keputusan Penutupan akan Diambil?
Meskipun parlemen Iran telah menyetujui usulan penutupan Selat Hormuz, keputusan akhir berada di tangan Dewan Keamanan Nasional Tertinggi Iran. Sejauh ini, Iran belum pernah benar-benar menutup selat tersebut meskipun sering mengancamnya di masa lalu. Amerika Serikat sendiri telah meminta bantuan China untuk membujuk Iran agar tidak menutup Selat Hormuz, mengingat China sangat bergantung pada selat tersebut untuk pasokan minyaknya dan memiliki hubungan persahabatan dengan Iran. Ini menunjukkan kompleksitas dan dampak global dari ancaman yang kini berada di ambang keputusan. (FG12)