Tragedi Penembakan Polisi di Way Kanan: Menyoal Penggunaan Senjata Api oleh Aparat -->

Header Menu

Tragedi Penembakan Polisi di Way Kanan: Menyoal Penggunaan Senjata Api oleh Aparat

Jurnalkitaplus
19/03/25



Lampung – Insiden penembakan yang menewaskan tiga anggota polisi di Kampung Karang Manik, Way Kanan, Lampung, memicu diskusi luas tentang penggunaan senjata api oleh aparat. Keterlibatan oknum bersenjata dalam praktik perjudian semakin menguatkan urgensi pengawasan ketat terhadap pemakaian senjata oleh personel TNI dan Polri.


Desakan Pengusutan Tuntas


Ketua Indonesia Police Watch (IPW), Sugeng Teguh Santoso, menegaskan bahwa pelaku harus segera ditangkap dan diproses secara hukum. Dugaan keterlibatan anggota TNI juga harus diusut secara transparan. “TNI harus berani menindak anggotanya jika terbukti bersalah. Kasus ini menjadi bukti pentingnya pengawasan ketat terhadap aparat bersenjata,” ujar Sugeng.


Dosen Hukum Pidana Universitas Lampung, Heni Siswanto, menyoroti betapa berbahayanya jika oknum aparat bersenjata terlibat dalam aktivitas kriminal. "Para pelaku tidak hanya berani melawan petugas, tetapi juga menembak di bagian kepala dan dada, yang jelas bertujuan untuk menghabisi nyawa korban," kata Heni. Ia juga menekankan perlunya penyelidikan mendalam terhadap asal senjata api yang digunakan dalam insiden ini.


Duka Mendalam dan Proses Otopsi


Tiga anggota polisi yang gugur dalam penggerebekan arena judi sabung ayam ini adalah Ajun Komisaris Anumerta Lusiyanto (Kapolsek Negara Batin), Aipda Anumerta Petrus Apriyanto, dan Briptu Anumerta M. Ghalib Surya Ganta. Ambulans yang membawa jenazah mereka tiba di Rumah Sakit Bhayangkara Polda Lampung pada Selasa dini hari untuk menjalani otopsi.


Hasil otopsi menunjukkan adanya luka tembak di kepala dan dada, yang menjadi penyebab utama kematian mereka. "Ini adalah kehilangan besar bagi Polri," kata Kabid Humas Polda Lampung, Kombes Yuni Iswandari Yuyun, seraya menyampaikan belasungkawa kepada keluarga korban.


SOP Penyergapan dan Penggunaan Senjata Api oleh Aparat


Dalam kasus seperti ini, penting untuk memahami Standar Operasional Prosedur (SOP) penyergapan dan ketentuan penggunaan senjata api bagi personel TNI dan Polri, sebagaimana diatur dalam peraturan yang berlaku.


1. SOP Penyergapan Polisi


Berdasarkan Perkap Nomor 8 Tahun 2009 tentang Implementasi Prinsip dan Standar HAM dalam Penyelenggaraan Tugas Polri, penyergapan harus dilakukan dengan perencanaan matang, pengamanan ketat, dan menghindari tindakan berlebihan.


Setiap operasi harus mengutamakan negosiasi dan pendekatan persuasif, kecuali menghadapi perlawanan bersenjata.


Aparat wajib menggunakan pelindung diri dan strategi pengamanan, guna menghindari jatuhnya korban jiwa di pihak penegak hukum maupun masyarakat.


2. Penggunaan Senjata Api bagi Polisi dan TNI


Berdasarkan Peraturan Kapolri No. 1 Tahun 2009, anggota Polri hanya boleh menggunakan senjata api dalam situasi yang benar-benar mengancam nyawa dan setelah peringatan lisan atau tembakan peringatan tidak diindahkan.


Untuk TNI, penggunaan senjata api diatur dalam Peraturan Panglima TNI yang menekankan bahwa senjata api hanya boleh digunakan dalam kondisi darurat, serta harus sesuai dengan aturan keterlibatan (rules of engagement) yang berlaku dalam operasi militer atau pengamanan dalam negeri. Selain itupula, penggunaan senjata api oleh TNI diatur dalam Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia dan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1948 tentang Pendaftaran dan Pemberian Izin Kepemilikan Senjata Api


Penyalahgunaan senjata api oleh aparat, baik polisi maupun TNI, bisa dikenai sanksi pidana sesuai dengan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) dan peraturan internal masing-masing institusi.


Peran Penting Transparansi dalam Penegakan Hukum


Kasus ini menjadi ujian bagi Polri dan TNI untuk menunjukkan komitmen mereka dalam menegakkan supremasi hukum. Jika benar ada oknum aparat yang terlibat, maka tindakan tegas harus diambil agar kepercayaan publik terhadap institusi keamanan tetap terjaga. Di sisi lain, ketegasan dan keberanian para anggota Polisi yang gugur dalam melaksanakan tugas patut diapresiasi dan menjadi inspirasi bagi penegak hukum lain di negeri ini untuk berani bertindak demi melindungi masyarakat.


Tragedi Way Kanan menyisakan duka mendalam bagi keluarga tiga Bhayangkara terbaik, tetapi juga pengingat bahaya bahwa senjata api di tangan yang salah bisa menjadi ancaman besar, bahkan bagi para penegak hukum itu sendiri. 


Momentum dalam Proses Revisi UU TNI


Hingga saat ini proses revisi UU TNI (Undang-undang Nomor 34 tahun 2004) yang membahas cakupan penting diantaranya : penempatan prajurit aktif di kementerian dan lembaga negara, perluasan tugas operasi militer selain perang (OMSP), usia pensiun prajurit,kesejahteraan prajurit dan perluasan kewenangan TNI di dunia maya. Revisi UU TNI ini bertujuan untuk memperkuat pertahanan negara dan profesionalisme prajurit, serta menyesuaikan peran TNI dengan perkembangan zaman. Dalam prosesnya Revisi ini memasuki tahapan persetujuan di DPR untuk selanjutnya Revisi UU TNI ini dibawa ke rapat paripurna DPR untuk disahkan menjadi Undang-undang.


Penting untuk menjadi catatan, momentum revisi UU TNI ini dapat dimanfaatkan untuk memperkuat mekanisme pengawasan dan penindakan terhadap pelanggaran disiplin oleh oknum TNI. Peristiwa di Way Kanan dapat memicu perdebatan tentang batasan dan pengawasan yang lebih ketat terhadap keterlibatan TNI dalam kegiatan-kegiatan di luar tugas pokok pertahanan. Selain itu pentingnya penegakan disiplin dan peningkatan profesionalisme prajurit TNI yang perlu menjadi bahasan yang mendalam dan yang tak kalah penting adalah kesejahteraan yang dapat mempengaruhi perilaku oknum prajurit. (FG-12)