Waspada Gangguan Pendengaran: Hindari Kebiasaan Berisiko dan Kenali Gejalanya Sejak Dini -->

Header Menu

Waspada Gangguan Pendengaran: Hindari Kebiasaan Berisiko dan Kenali Gejalanya Sejak Dini

Jurnalkitaplus
04/03/25


Gangguan pendengaran tidak hanya memengaruhi kemampuan mendengar, tetapi juga berdampak luas pada aspek lain kehidupan, seperti komunikasi, perkembangan kognitif, produktivitas, hingga fungsi sosial dan emosional. Oleh karena itu, masyarakat perlu meningkatkan kehati-hatian dengan menghindari kebiasaan yang dapat merusak telinga, seperti penggunaan cotton bud secara berlebihan atau paparan suara bising melebihi ambang batas aman.


Pelaksana Tugas Direktur Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Kementerian Kesehatan, Yudi Pramono, dilansir dari laman Kompas, menekankan pentingnya kesadaran masyarakat untuk mencegah gangguan pendengaran sejak dini. Salah satu penyebab utama adalah paparan kebisingan, baik di tempat kerja, lingkungan sekitar, maupun dari penggunaan perangkat audio seperti earphone. Suara lebih dari 80 desibel selama 40 jam per minggu dapat menyebabkan gangguan pendengaran permanen. Untuk itu, Yudi menyarankan agar penggunaan headset dilakukan dengan volume maksimal 60 persen dari kapasitas dan tidak lebih dari 60 menit per sesi.


Berdasarkan data Perhimpunan Dokter Spesialis Telinga, Hidung, dan Tenggorok Bedah Kepala Leher Indonesia (Perhati-KL) pada 2024, sebanyak 50 persen penduduk usia 12-35 tahun mendengarkan musik melalui earphone dengan volume melebihi ambang batas aman. Hal ini menjadi alarm bagi masyarakat untuk lebih bijak dalam menggunakan perangkat audio dan melakukan pemeriksaan pendengaran secara berkala, terutama pada anak-anak dan populasi berisiko.


Jenis-Jenis Gangguan Pendengaran

Menurut Yussy Afriani Dewi, Ketua Umum Perhati-KL, gangguan pendengaran memiliki berbagai penyebab, termasuk gangguan kongenital (sejak lahir), infeksi telinga tengah, sumbatan akibat serumen (kotoran telinga), presbikusis (gangguan pendengaran akibat penuaan), serta paparan bising. Secara global, sekitar 430 juta orang mengalami gangguan pendengaran, dengan dampak yang bisa sangat signifikan jika tidak ditangani sejak dini.


Untuk mencegah gangguan pendengaran, upaya pencegahan harus dimulai sejak masa kehamilan hingga usia lanjut. Langkah-langkah pencegahan mencakup pemberian imunisasi, konseling genetik, serta pengendalian kebisingan di tempat kerja dan lingkungan sekitar. Identifikasi dini juga sangat penting, termasuk penapisan pada bayi baru lahir, anak prasekolah, sekolah, pekerja yang terpapar risiko kebisingan, serta warga lansia.


Bahaya Penggunaan Cotton Bud

Salah satu kebiasaan yang sering diabaikan namun berisiko tinggi adalah penggunaan *cotton bud* untuk membersihkan telinga. Sally Mahdiani, dokter spesialis THT dari Rumah Sakit Hasan Sadikin Bandung, menjelaskan bahwa serumen atau kotoran telinga sebenarnya memiliki fungsi alami untuk melindungi telinga dari infeksi, kotoran, dan benda asing. Serumen normalnya akan keluar secara spontan saat seseorang menggerakkan rahang, seperti saat berbicara atau mengunyah.


Namun, penggunaan cotton bud justru dapat mendorong serumen ke bagian dalam liang telinga, yang tidak memiliki rambut halus untuk membantu pengeluarannya. Akibatnya, terjadi sumbatan yang dapat menyebabkan gangguan pendengaran hingga 5-10 desibel. Data Perhati-KL pada 2023 menunjukkan bahwa masalah sumbatan akibat serumen mencapai 30-50 persen pada anak usia sekolah dasar, dan ini menjadi salah satu kasus yang paling banyak dirujuk ke poli THT dalam program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN).


Sumbatan Serumen: Risiko dan Solusi

Masalah sumbatan akibat serumen mencapai 7-35 persen di seluruh dunia, dengan angka tertinggi ditemukan pada anak-anak dan warga lansia. Faktor utama penyebabnya adalah kebiasaan membersihkan telinga yang tidak tepat, seperti penggunaan cotton bud. Sumbatan ini dapat menyebabkan gangguan pendengaran ringan hingga berat, tergantung pada tingkat penumpukan serumen.


Oleh karena itu, jika terjadi sumbatan, telinga perlu diperiksa oleh tenaga medis agar gangguan dapat ditangani segera. Pencegahan lebih baik daripada mengobati, dan masyarakat disarankan untuk menghindari kebiasaan membersihkan telinga dengan alat yang tidak direkomendasikan.


Meningkatkan kesadaran akan pentingnya menjaga kesehatan telinga adalah langkah awal untuk mencegah gangguan pendengaran. Mulai dari menghindari kebiasaan berbahaya seperti penggunaan cotton bud, membatasi paparan suara bising, hingga melakukan pemeriksaan rutin, semua tindakan ini dapat membantu melindungi pendengaran kita. Dengan demikian, kita dapat menjaga kualitas hidup dan produktivitas di masa depan. (FG12)