Kejaksaan Agung Serius Usut Dugaan Korupsi Chromebook Kemendikbudristek: Fokus Bongkar Modus Penggelembungan! -->

Header Menu

Kejaksaan Agung Serius Usut Dugaan Korupsi Chromebook Kemendikbudristek: Fokus Bongkar Modus Penggelembungan!

Jurnalkitaplus
31/05/25

Obrolan Waroengkopi – Kejaksaan Agung (Kejagung) tampaknya serius banget nih mengusut kasus dugaan korupsi dalam program pengadaan laptop Chromebook di Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) periode 2020-2022. Para penyidik sekarang lagi fokus membongkar modus penyelewengan, terutama soal kesesuaian antara rencana dan volume pembelian laptop.


Menurut Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejagung, Harli Siregar, pada Jumat (30/5), sampai saat ini sudah ada 28 saksi yang diperiksa. Hebohnya lagi, dua di antaranya adalah mantan staf khusus Mendikbudristek Nadiem Makarim, yaitu FH dan JT! Mereka dimintai keterangan terkait kebijakan Program Digitalisasi Pendidikan dan pelaksanaan proyek pengadaan laptop Chromebook yang nilainya fantastis, sekitar Rp 9,9 triliun. Gila, kan?


Modus Penyelewengan yang Dibidik: Jumlah dan Harga!

Nah, yang lagi digali banget sama penyidik itu adalah modus penyelewengan dan penyalahgunaan anggaran yang akhirnya bikin program ini jadi ladang korupsi. Salah satu yang jadi sorotan adalah kesesuaian volume barang yang dibeli dengan perencanaannya. Jangan-jangan, jumlah yang dibeli lebih banyak dari kebutuhan riil?


Selain itu, dugaan penggelembungan harga laptop Chromebook juga jadi incaran utama. Harli menegaskan, yang paling penting bagi penyidik adalah bagaimana "bangunan kasusnya", mulai dari modus hingga motifnya. Semua bakal didalami tuntas!


Anggaran Rp 9,9 Triliun dan "Permufakatan Jahat"

Sejak awal, penyidik Kejagung sudah menemukan dugaan permufakatan jahat. Modusnya, tim teknis yang baru diarahkan untuk mengunggulkan laptop dengan sistem operasi Chromebook dalam Kajian Teknis Pengadaan Peralatan Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK). Tujuannya jelas, biar nanti yang dipilih cuma laptop Chromebook, padahal belum tentu itu yang paling dibutuhkan.


Harli juga membenarkan kajian dari Indonesia Corruption Watch (ICW) soal potensi korupsi di proyek ini. ICW sebelumnya menyebut tiga potensi korupsi:


  • Belanja perangkat melebihi kebutuhan atau penggelembungan jumlah perangkat.
  • Potensi pungli antara dinas pendidikan dan sekolah penerima barang.
  • Potensi kickback atau pemberian imbalan dari penyedia barang ke panitia atau pejabat terkait.

Kejagung akan mendalami penggunaan anggaran Rp 9,9 triliun ini, termasuk dana alokasi khusus (DAK) yang disalurkan dari pemerintah pusat ke daerah untuk pengadaan laptop. "Karena sifatnya pengadaan, tentu hal-hal itu menjadi bagian dari modus-modus di pengadaan," kata Harli.


Semua pihak terkait, termasuk vendor atau perusahaan penyedia barang, bakal dipanggil dan diperiksa. Gimana dengan pemeriksaan Nadiem Makarim? Harli bilang, itu tergantung kebutuhan penyidik.


ICW Soroti Belanja Berlebihan dan Pentingnya Data Akurat

Secara terpisah, peneliti ICW Dewi Anggraeni berpendapat, dari tiga potensi korupsi yang dipetakan ICW, yang paling berpotensi terjadi adalah belanja melebihi kebutuhan. Menurut Dewi, ini karena dalam asesmen kebutuhan laptop, bisa saja terjadi penggelembungan jumlah perangkat TIK yang dibutuhkan, sehingga belanja dilakukan melebihi kebutuhan di sekolah.


"Karena data akurat kebutuhan tidak ada, angka pembelian belanja kebutuhan digitalisasi TIK bisa dilebih-lebihkan untuk masuk kantong sendiri," tegas Dewi.


Untuk membongkar kasus ini, Dewi berharap penyidik mendalami rencana pengadaan yang dibuat Kemendikbudristek dan kebutuhan riil di lapangan. Ia mencontohkan, saat pandemi COVID-19, tidak semua sekolah di Jakarta masuk daftar penerima TIK karena sudah punya perangkat. Penyidik diharapkan meneliti apakah sekolah yang sudah punya perangkat TIK masih dihitung atau dimasukkan dalam rencana pengadaan.


"Untuk itu, penyidik bisa mendalami dokumen tentang rencana pengadaan, daftar sekolah penerima TIK, dan kebutuhan riil di lapangan," jelas Dewi.


Rekomendasi ICW: Kaji Ulang Program!

Berdasarkan laporan ICW September 2021, program digitalisasi pendidikan Kemendikbudristek ini direncanakan menelan anggaran Rp 17,42 triliun hingga 2024. Pada 2021 saja, pemerintah menganggarkan Rp 3,7 triliun untuk belanja perangkat TIK, dengan alokasi dari Kemendikbudristek (35%) dan DAK fisik pendidikan (65%), ditambah dana insentif daerah.


ICW merekomendasikan pemerintah untuk mengkaji ulang program ini agar tidak hanya jadi proyek pengadaan yang minim dampak pada kemajuan pendidikan. Pemerintah diharapkan lebih fokus mengalokasikan anggaran untuk program yang lebih prioritas, seperti infrastruktur sekolah yang rusak, terbatasnya ruang kelas, jumlah bangku sekolah negeri, dan tingginya angka putus sekolah. (FG12)