Menjadi Co-Creator Demokrasi: Antara Realita Hari Ini dan Harapan Masa Depan -->

Header Menu

Menjadi Co-Creator Demokrasi: Antara Realita Hari Ini dan Harapan Masa Depan

Jurnalkitaplus
24/05/25



JURNALKITAPLUS -  Di tengah hiruk pikuk berita nasional maupun luar negeri yanag semakin 'gak karuan, diskursus mengenai kualitas demokrasi kembali mencuat. Perdebatan seringkali berkutat pada peran pemerintah dan partai politik, namun kini muncul sebuah gagasan yang lebih memberdayakan: "co-creator demokrasi". Istilah ini menegaskan bahwa masa depan demokrasi bukan hanya di tangan elite, melainkan tanggung jawab kolektif seluruh warga negara. Lantas, bagaimana realitas demokrasi kita saat ini, dan bagaimana seharusnya peran kita sebagai co-creator?

Baru baru ini konsep mengenai co-creator demokrasi itu diutarakan oleh Staf Khusus Dewan Pengarah Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP), J Haryatmo-
ko, dalam diskusi terpumpun bertajuk ”Pendidikan Publik untuk Membangun Kompetensi Warga Berdemokrasi” yang diadakan Akademi Ilmu Pengetahuan Indonesia (AIPI) secara daring dan luring di Universitas Bina Nusantara Jakarta, Jum'at (23/03/2025)


Realita Demokrasi Hari Ini: Antara Harapan dan Kecemasan

Di banyak negara, termasuk Indonesia, demokrasi telah menjadi sistem yang mapan. Pemilu rutin diselenggarakan, kebebasan pers relatif terjamin, dan ruang bagi masyarakat sipil untuk bersuara terbuka lebar. Namun, di balik façade prosedural ini, muncul sejumlah kecemasan:

Partisipasi yang Parsial: Partisipasi masyarakat seringkali hanya intensif saat pemilu, kemudian meredup di antara periode tersebut. Diskusi publik cenderung didominasi oleh segelintir kelompok atau tokoh, sementara mayoritas warga pasif.

Fragmentasi Sosial: Polarisasi politik dan ideologi semakin menguat, seringkali diperparah oleh penyebaran disinformasi dan hoaks. Ruang-ruang dialog konstruktif semakin menyempit, digantikan oleh echo chamber dan saling serang.

Ancaman terhadap Kepercayaan Publik: Kasus korupsi, penyalahgunaan wewenang, dan janji-janji politik yang tak terpenuhi mengikis kepercayaan masyarakat terhadap institusi demokrasi dan para pemimpinnya.

Fenomena "Demokrasi Transaksional": Politik seringkali dipandang sebagai arena tawar-menawar kepentingan sempit, bukan sebagai sarana untuk mencapai kebaikan bersama. Suara rakyat seolah hanya dibutuhkan saat pencoblosan, bukan sebagai input berkelanjutan dalam pembangunan.

Regresi Demokrasi: Di beberapa belahan dunia, bahkan terjadi kemunduran demokrasi, di mana hak-hak sipil dipersempit, kebebasan pers terancam, dan ruang bagi masyarakat sipil diinjak-injak.

Realitas ini menunjukkan bahwa demokrasi, meskipun secara formal ada, masih menghadapi tantangan serius dalam mewujudkan esensinya sebagai pemerintahan dari, oleh, dan untuk rakyat.


Co-Creator Demokrasi: Seharusnya Bagaimana?

Gagasan "co-creator demokrasi" hadir sebagai respons terhadap realitas tersebut. Ini adalah panggilan untuk meninjau ulang peran warga negara dari sekadar pemilih pasif menjadi agen aktif yang turut bertanggung jawab dalam membentuk dan memelihara demokrasi.

Sebagai co-creator demokrasi, seharusnya kita:

Melek Informasi dan Kritis: Tidak mudah termakan hoaks dan narasi provokatif. Warga harus aktif mencari informasi yang akurat, menganalisisnya secara kritis, dan membentuk opini berdasarkan fakta, bukan emosi atau bias.

Terlibat Melampaui Bilik Suara: Partisipasi tidak berhenti pada pencoblosan. Warga harus terlibat dalam diskusi publik, memberikan masukan terhadap kebijakan, mengawasi kinerja pejabat publik, dan jika perlu, melakukan aksi kolektif secara damai dan konstitusional.

Membangun Jembatan Dialog: Alih-alih memperdalam polarisasi, co-creator demokrasi berupaya membangun dialog dan mencari titik temu di tengah perbedaan. Kemampuan mendengarkan, berempati, dan berkompromi menjadi kunci.

Menuntut Akuntabilitas: Warga harus secara konsisten menuntut transparansi dan akuntabilitas dari para pemegang kekuasaan. Kekayaan yang tidak wajar, praktik korupsi, dan janji yang diingkari harus selalu dipertanyakan dan diusut.

Memperkuat Masyarakat Sipil: Organisasi masyarakat sipil, komunitas lokal, dan media independen adalah pilar penting dalam demokrasi. Mendukung, terlibat, dan memperkuat lembaga-lembaga ini berarti memperkuat kapasitas kolektif kita sebagai co-creator.

Pendidikan Demokrasi Berkelanjutan:Pendidikan tentang nilai-nilai demokrasi, hak dan kewajiban warga negara, serta mekanisme partisipasi harus terus digaungkan sejak dini dan sepanjang hayat.


Siapa di Balik Gagasan Ini?

Istilah "co-creator demokrasi" bukanlah ciptaan satu individu tunggal, melainkan sebuah konsep yang berkembang dari pemikiran para ilmuwan politik, aktivis demokrasi, dan intelektual yang berpandangan progresif. Konsep ini berakar pada teori-teori demokrasi partisipatoris dan deliberatif, yang menekankan pentingnya keterlibatan warga secara mendalam dalam proses politik.

Para pemikir seperti Benjamin Barber dengan konsep "Strong Democracy"-nya, yang menyerukan partisipasi warga yang lebih intensif, atau Jürgen Habermas dengan teori "public sphere" (ruang publik) yang menggarisbawahi pentingnya diskusi rasional dan terbuka, dapat dilihat sebagai fondasi pemikiran "co-creator demokrasi".

Di Indonesia sendiri, konsep ini sering digaungkan oleh para akademisi, aktivis, dan organisasi masyarakat sipil yang kritis terhadap praktik demokrasi yang cenderung prosedural. Mereka berpendapat bahwa hanya dengan partisipasi aktif dan sadar dari seluruh elemen masyarakat, demokrasi dapat benar-benar tumbuh menjadi sistem yang inklusif, adil, dan responsif terhadap kebutuhan rakyat.

Sebagai co-creator demokrasi, kita bukan lagi sekadar penonton, apalagi korban, dari politik yang ada. Kita adalah pelaku utama yang memiliki kekuatan untuk membentuk masa depan negara ini, memastikan bahwa demokrasi bukan hanya sistem di atas kertas, tetapi sebuah nilai yang hidup dan terus diperjuangkan bersama. (FG12)

Referensi :

Barber, Benjamin R. Strong Democracy: Participatory Politics for a New Age. University of California Press, 1984. 

Habermas, Jürgen. The Structural Transformation of the Public Sphere: An Inquiry into a Category of Bourgeois Society. MIT Press, 1989. 

Kompas.id : "Bangun Kompetensi Warga Menjadi "Co-Creator" Demokrasi