Jurnalkitaplus - Wacana kenaikan dana bantuan partai politik (parpol) kembali mencuat ke permukaan. Kali ini, usulan tersebut digaungkan oleh Sekjen Partai Gerindra Ahmad Muzani usai penyaluran bantuan dana parpol oleh Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri), Rabu (21/5/2025). Ia menilai, tambahan dana penting untuk membangun kemandirian partai dan mencegah potensi korupsi politik.
Wakil Menteri Dalam Negeri, Bima Arya Sugiarto, tak menampik pentingnya pendanaan publik untuk memperkuat kelembagaan parpol di Indonesia. Meski begitu, ia menegaskan bahwa peningkatan anggaran wajib dibarengi dengan penguatan sistem integritas dan akuntabilitas. “Dana ini harus jelas penggunaannya—bukan untuk elite, tapi untuk memperkuat fungsi partai,” tegas Bima, Kamis (22/5).
Fungsi Parpol yang Perlu Diperkuat
Partai politik di Indonesia sejatinya memiliki lima fungsi utama: sebagai sarana pendidikan politik, artikulasi kepentingan rakyat, rekrutmen kepemimpinan, penyusunan kebijakan publik, serta kontrol terhadap kekuasaan. Sayangnya, keterbatasan dana sering membuat partai cenderung mengabaikan fungsi-fungsi ini, bahkan berpotensi terjebak dalam pendanaan informal yang rawan konflik kepentingan.
Untuk itu, Kemendagri kini tengah mengkaji konsep peningkatan pendanaan dengan melibatkan masukan dari akademisi dan rekomendasi dari KPK. Salah satunya adalah penerapan Sistem Integritas Partai Politik (SIPP), yang mencakup kode etik, demokrasi internal, kaderisasi, sistem rekrutmen, serta keuangan partai yang transparan dan terpantau.
Audit Wajib, Pelaporan Terbuka
Bima Arya menegaskan bahwa setiap bantuan negara kepada parpol akan tetap diaudit oleh BPK dan hasilnya diumumkan kepada publik. “Kalau ada partai yang tidak patuh terhadap SIPP, akan ketahuan siapa yang tak berkomitmen pada transparansi,” ujarnya.
Wacana ini juga mendapat dukungan dari berbagai kalangan, termasuk Wakil Ketua Umum PKB Hanif Dhakiri dan Dekan FISIPOL UGM Wawan Mas’udi. Keduanya sepakat bahwa bantuan negara harus diiringi reformasi tata kelola internal parpol.
Wawan secara kritis menyoroti fenomena parpol sebagai "perusahaan keluarga" yang masih jamak ditemukan di Indonesia. “Kalau dananya publik, partai harus bertanggung jawab ke publik, bukan ke keluarga elite partai,” katanya. Ia menilai, akuntabilitas dana partai harus dibuat dengan skema baru yang memungkinkan pengawasan publik lebih luas.
Tak Sekadar Uang, Tapi Budaya Politik
Namun, tak semua pihak optimistis. Koordinator Komite Pemilih Indonesia (Tepi), Jeirry Sumampow, menilai bahwa persoalan utama bukan pada jumlah dana, melainkan integritas moral elite parpol dan lemahnya penegakan hukum. Tanpa pembenahan budaya politik dan nilai-nilai dalam parpol, ia khawatir tambahan dana hanya akan memperkuat mesin politik yang tidak akuntabel.
Senada, Direktur Perludem Khoirunnisa Nur Agustyati menyebut bahwa dana bantuan idealnya cukup untuk operasional kantor parpol, agar parpol fokus menjalankan fungsinya. Ia mengusulkan skema insentif dan disinsentif bagi parpol berdasarkan transparansi pengelolaan keuangan mereka.
Wacana menaikkan dana bantuan parpol bukan soal nominal semata, tetapi tentang bagaimana membenahi sistem dari dalam. Tanpa transparansi, akuntabilitas, dan komitmen terhadap demokrasi, dana publik hanya akan jadi pelumas kekuasaan—bukan bahan bakar perubahan. (FG12)