JURNALKITAPLUS - Indonesia mencatatkan rekor sebagai negara dengan hari libur nasional dan cuti bersama terbanyak di kawasan ASEAN pada tahun 2025. Totalnya mencapai 27 hari, terdiri dari 17 hari libur nasional dan 10 hari cuti bersama. Angka ini jauh melampaui negara tetangga seperti Singapura yang hanya memiliki 11 hari libur nasional.
Tingginya jumlah hari libur ini memang memberikan keuntungan bagi sektor pariwisata. Namun, di sisi lain, banyak pelaku industri dan usaha mengeluhkan produktivitas yang terganggu. Pengusaha di sektor manufaktur, misalnya, merasakan operasional pabrik mereka terganggu karena ritme kerja yang sering terputus. Mesin industri membutuhkan waktu dan biaya ekstra untuk kembali beroperasi optimal setelah periode libur, yang pada akhirnya menyebabkan penurunan efisiensi, keterlambatan pengiriman, dan peningkatan biaya logistik.
Lantas, bagaimana kondisi produktivitas tenaga kerja Indonesia? Data dari ILO tahun 2023 menunjukkan bahwa produktivitas pekerja Indonesia rata-rata menyumbang $14 per jam kerja terhadap PDB. Angka ini masih jauh di bawah negara tetangga seperti Singapura ($74/jam), Brunei ($49/jam), dan Malaysia ($26/jam), meskipun Indonesia memiliki populasi terbesar dan ekonomi kedua terbesar di ASEAN.
Menariknya, menurut ekonom Achmad Nur Hidayat dari UPN Veteran Jakarta, jumlah hari libur yang banyak BUKAN penyebab utama rendahnya produktivitas di Indonesia. Permasalahan mendasar justru terletak pada sistem kerja yang belum efisien.
Sumber menyebutkan, budaya kerja di Indonesia masih cenderung menilai dedikasi dari kehadiran fisik, bukan dari hasil nyata yang dicapai. Selain itu, birokrasi yang berlapis, prosedur kerja yang masih manual, dan minimnya insentif juga turut memperlambat proses kerja. Padahal, di negara-negara maju, meskipun memberikan ruang libur yang cukup memadai, produktivitas tetap tinggi karena didukung oleh sistem kerja yang efisien dan berbasis teknologi.
Oleh karena itu, reformasi sistem kerja menjadi sesuatu yang mutlak diperlukan. Solusinya mencakup digitalisasi, otomatisasi, dan penerapan sistem evaluasi kinerja yang berbasis pada hasil. Dunia usaha juga didorong untuk menciptakan lingkungan kerja yang lebih fleksibel dan inovatif, tentunya dengan dukungan insentif dari pemerintah. (FG12)