Bedah Film : Sisi Positif Serial Wanda Vision -->

Header Menu

Bedah Film : Sisi Positif Serial Wanda Vision

Jurnalkitaplus
12/06/25

Assalamu'alaikum Sobat Jkpers!

Kembali lagi di bedah film, dari film yang belum atau sudah kamu tonton, namun, belum menemukan apa yang bisa dipelajari dan bekal untuk kita menghadapi kehidupan ini. Ya! Perihal materi kehidupan belum tentu kamu temukan di pelajaran sekolah bahkan kuliah. Tapi, tenang saja! Kini kami hadir untuk meringkas sebuah serial  'Wanda Vision'

Serial ini pasti dinilai, "Ah pasti tentang superhero karena masuk kelompok Marvel!" jujurly, benar saja! Kami pun merasa seperti itu, tapi ditonton dan dinikmati sampai akhir, ikut prihatin. Dia menginginkan hidup yang dia buat sesempurna menurut dirinya, sulit mengikhlaskan dan lebih memilih untuk melarikan diri saja dari kesedihan sampai dia melukai beberapa orang. Karena kita perlu menyadari bahwa :

1. Menghadapi Duka Itu Perlu Waktu dan Ruang

"What is grief, if not love persevering?"
Ketika Vision mati, Wanda hancur. Dia menciptakan realitas palsu demi bisa bersama Vision lagi. Ini adalah cara dia "bertahan" dari kehilangan.

Pelajaran:
Di era sekarang, banyak dari kita memaksakan diri untuk "cepat move on" dari kehilangan—entah itu karena kematian, putus cinta, kehilangan pekerjaan, atau mimpi yang kandas. Wanda mengajarkan: dampingi duka, bukan mengusirnya. Buat ruang untuk sembuh tanpa tergesa-gesa.

2. Kesehatan Mental Adalah Prioritas, Bukan Pilihan

Wanda mengalami trauma besar: kehilangan orang tua, saudara, dan pasangan. Saat tidak ditangani, trauma itu memanifestasi menjadi kekacauan besar.

Pelajaran:
Kesehatan mental harus diobrolin dan diurus seperti kita menjaga fisik. Jangan nunggu "terlalu parah" baru mencari bantuan. Sekarang sudah banyak layanan psikologis online, support group, bahkan konten edukasi gratis yang bisa bantu kita lebih waras.

3. Cinta Tidak Harus Memiliki, Tapi Memahami

Wanda akhirnya melepas Vision dan anak-anaknya karena tahu mereka tidak bisa hidup nyata dalam dunia ilusi. Dia sadar: cinta sejati kadang artinya merelakan, bukan mempertahankan.

Pelajaran:
Di zaman FOMO dan ekspektasi tinggi dalam hubungan, Wanda ngajarin bahwa cinta bukan tentang mengikat orang, tapi membiarkan mereka jadi diri sendiri. Kadang melepaskan justru cara terbaik menunjukkan cinta.

4. Berani Hadapi Realitas Meski Pahit

Wanda membungkus dirinya dalam kenyamanan semu. Tapi ketika realitas mulai merangsek masuk, dia sadar: kebahagiaan palsu tetap tidak bisa menyembuhkan luka sejati.

Pelajaran:
Banyak orang di media sosial menampilkan kehidupan sempurna. Tapi kenyataannya, kita semua punya masalah sendiri. Jangan takut mengakui kalau hidup tidak sempurna. Karena penerimaan adalah awal dari transformasi.

5. Pentingnya Dukungan Sosial

Monica Rambeau adalah karakter penting yang tidak menghakimi Wanda, tapi mencoba memahami. Dia tahu Wanda berduka dan berempati.

Pelajaran :
Kita butuh orang yang mau mendengar tanpa menggurui. Teman yang tidak cuma bilang "sabar ya", tapi duduk bersama dalam rasa sakit. Jadilah support system seperti Monica—yang hadir dan empatik.

6. Identitas Itu Proses, Bukan Label

Di akhir cerita, Wanda menyadari dirinya adalah Scarlet Witch, identitas yang ditakuti, tapi juga punya kekuatan luar biasa. Ia belajar menerima siapa dirinya.

Pelajaran :
Banyak dari kita sedang dalam proses mencari jati diri—di usia 20-an, 30-an bahkan 40-an. Wanda ngajarin bahwa kita tidak harus langsung tahu "siapa kita." Identitas bukan tujuan akhir, tapi proses berani mengenal dan menerima diri.

7. Kita Bisa Menulis Ulang Narasi Hidup Kita

Wanda mengakhiri realitas palsunya, bukan karena gagal, tapi karena sadar dia berhak atas hidup yang utuh—bukan semu. Dia memulai ulang.

Pelajaran :
Kalau kamu pernah gagal, hancur, atau merasa hidup tidak sesuai rencana—Wanda bilang: kamu bisa menulis ulang narasi hidupmu. Kamu bukan trauma-mu. Kamu bukan luka masa lalu. Kamu adalah penulis dari bab selanjutnya.

Siapa bilang terlambat untuk menyembuhkan luka? Ya, katakan ada beberapa mindset yang kau tanami, "Ah, seadainya aku punya uang pasti aku mengobati luka ini ke psikolog/psikiater" padahal jangan tunggu lebih parah dulu dan aku menyesali sebuah keputusan itu. Sebenarnya yang kita butuhkan adalah kita melihat diri kita ini siapa dan apakah kita sudah mencintainya tanpa perlu membandingkan diri kita dengan yang lain?