Jurnalkitaplus - Akhir akhir ini perang antara Iran dan Israel tidak hanya memengaruhi geopolitik global, tetapi juga menimbulkan kekhawatiran serius terkait paparan konten kekerasan di media sosial terhadap anak-anak. Berbagai video dan gambar mengerikan tentang korban sipil dan kekacauan di wilayah konflik tersebar luas di platform digital, yang sangat rawan ditonton anak-anak tanpa pendampingan orang dewasa.
Dikutip dari harian Kompas (23/06) psikolog klinis Pamela Andari Priyudha menjelaskan bahwa paparan konten kekerasan bisa menyebabkan anak merasa takut, cemas, bingung, sulit tidur, hingga trauma mendalam. Anak-anak usia dini sangat rentan karena kemampuan berpikir mereka belum sempurna dan belum bisa membedakan antara realitas dan imajinasi. Selain itu, anak yang sering melihat kekerasan bisa menjadi apatis, kehilangan empati, bahkan meniru perilaku kekerasan sebagai cara menyelesaikan masalah.
Untuk mengatasi hal ini, peran orangtua sangat krusial. Orangtua harus melek informasi dan tren berita, memberikan edukasi sesuai usia anak tentang batasan bermedia sosial, membatasi waktu penggunaan, serta menggunakan aplikasi pengontrol konten. Diskusi terbuka sebelum anak terpapar berita perang juga penting agar anak memiliki pemahaman yang tepat dan benteng pertahanan psikologis dari orangtua.
Di Indonesia, situasi kerentanan digital anak sudah sangat darurat. Data menunjukkan banyak anak di bawah 12 tahun sudah mengakses internet, bahkan ada yang di bawah 1 tahun sudah menggunakan gawai. Pemerintah telah menerbitkan Peraturan Pemerintah Nomor 17 Tahun 2025 tentang Tata Kelola Penyelenggaraan Sistem Elektronik dalam Perlindungan Anak (PP Tunas) yang mengatur perlindungan anak di ruang digital, termasuk pembatasan usia akses media sosial berdasarkan risiko platform.
Selain regulasi, keterlibatan aktif semua pihak diperlukan, mulai dari perusahaan platform digital yang harus bertanggung jawab, pendampingan orangtua, hingga komunitas yang menjaga ekosistem digital agar aman dan sehat bagi anak-anak.
Singkatnya, perang Iran-Israel memicu paparan konten kekerasan yang berbahaya bagi anak-anak di media sosial, sehingga perlindungan anak di ruang digital harus diperkuat melalui edukasi, pengawasan orangtua, regulasi pemerintah, dan tanggung jawab platform digital. (FG12)
Kutipan: