Raja Ampat: Drama Tambang Nikel yang Bikin Gempar -->

Header Menu

Raja Ampat: Drama Tambang Nikel yang Bikin Gempar

Jurnalkitaplus
14/06/25

Sumber BBC


JURNALKITAPLUS - Hai, Sobat JKP pecinta alam dan ngopi santai! Kali ini, meja warung kita bakal ngobrolin soal Raja Ampat yang lagi panas-panasnya. Bukan soal cuaca, tapi soal nikel yang bikin heboh seantero negeri. Gimana enggak, 'surga terakhir di Bumi' ini terancam aktivitas tambang yang masif ! Ekowisata yang menyumbang Rp 150 miliar per tahun ke daerah ini jadi taruhannya. Yuk, kita bedah satu per satu, biar pada melek info!


Temuan Tambang Nikel di Raja Ampat yang Bikin Heboh

Jadi begini, Sob polemik tambang nikel di Raja Ampat ini sebenarnya bukan barang baru, tapi baru-baru ini jadi sorotan tajam dan viral di mana-mana. Aktivitas penambangan nikel yang masif, terutama di Pulau Gag, Pulau Kawe, dan Pulau Manuran, disebut-sebut mengancam keberlanjutan ekowisata Raja Ampat.

Awalnya, pada 26-31 Mei 2025, Kementerian Lingkungan Hidup (KLH) sudah mulai melakukan pengawasan dan menemukan berbagai pelanggaran serius oleh empat perusahaan tambang nikel. Nah, puncaknya terjadi pada 3 Juni 2025, ketika seorang perempuan Papua bernama Paulina bersama tiga pemuda Papua dan beberapa aktivis dari Greenpeace berani melakukan aksi penolakan di acara Indonesia Critical Minerals Conference 2025 di Jakarta. Paulina bahkan sempat membentangkan spanduk 'Save Raja Ampat from Nickel Mining' yang langsung viral dan ditonton jutaan kali di Instagram [5, 10, 11]. Setelah aksi ini, Paulina dan rekan-rekannya sempat diperiksa polisi, tapi akhirnya dibebaskan karena tidak ada tindakan pidana.

Respons pemerintah? Gercep! Pada Rabu malam, 4 Juni 2025, Menteri ESDM Bahlil Lahadalia diperintahkan untuk mendalami masalah ini. Keesokan harinya, Kamis, 5 Juni 2025, atas petunjuk Presiden Prabowo Subianto, seluruh produksi tambang dari perusahaan yang beroperasi dihentikan sementara untuk verifikasi lapangan yang objektif. Bahlil sendiri langsung terbang ke Sorong dan Raja Ampat pada umat, 6 Juni 2025 (pas Hari Raya Idul Adha lho!) ditemani Gubernur Papua Barat Daya dan Bupati Raja Ampat untuk melihat langsung kondisi di lapangan.

Setelah laporan Bahlil kepada Presiden Prabowo pada Sabtu malam, 7 Juni 2025, akhirnya pada Senin, 9 Juni 2025, Presiden Prabowo menggelar rapat terbatas (ratas). Hasilnya? Bapak Presiden memutuskan untuk mencabut empat Izin Usaha Pertambangan (IUP) di Raja Ampat yang berada di luar Pulau Gag. Keputusan pencabutan ini diumumkan pada Selasa, 10 Juni 2025, karena perusahaan-perusahaan tersebut dinilai tidak memenuhi standar pelindungan lingkungan, melanggar tata kelola pulau kecil, dan mengancam kawasan Geopark Raja Ampat yang dilindungi.


Gelombang Protes dan Advokasi dilakukan

Gelombang protes dan advokasi ini datang dari berbagai pihak, lho! Mereka ini yang jadi "katalis" biar masalah Raja Ampat enggak diem-diem aja:

  • Greenpeace Indonesia: Organisasi lingkungan ini sangat vokal, dengan juru kampanyenya seperti Kiki Taufik dan Arie Rompas yang menjelaskan dampak penambangan nikel terhadap biota laut, satwa khas Papua (seperti Cenderawasih Botak yang jadi daya tarik turis), hingga kerusakan ekosistem terumbu karang dan habitat penting lainnya. Mereka juga merilis investigasi dan film dokumenter soal aktivitas tambang di Pulau Gag
  • Indonesia Dive-tourism Company Association (IDCA): Ketua Umum IDCA, Ebram Harimurti, sampai mengirim surat terbuka kepada Presiden Prabowo, mengingatkan bahwa kegiatan tambang ini berisiko merusak terumbu karang dan habitat krusial, yang bisa menghancurkan reputasi Indonesia sebagai destinasi diving kelas dunia.
  • Aliansi Jaga Raja Ampat: Ini gabungan dari para pelaku ekowisata lokal, seperti pemilik homestay, operator speedboat, dan pemandu wisata, yang khawatir mata pencarian mereka terancam. Mereka aktif menyuarakan penolakan terhadap tambang nikel.
  • Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) Sorong Malamoi: Ketua AMAN Sorong Malamoi, Torianus Kalami, menyoroti permasalahan ini sebagai "fenomena gunung es" yang mengabaikan lingkungan dan hak-hak masyarakat adat, serta tidak transparan dalam proses awal persetujuan (Free Prior and Informed Consent/FPIC). Menurutnya, pendapatan dari nikel jauh lebih kecil dibanding pariwisata.
  • Masyarakat Lokal: Tokoh seperti Paulina dari Kampung Kabare yang melihat langsung desanya tercemar limbah tambang dan Matias Mambraku dari Pulau Manyaifun yang bercerita tentang konflik antarwarga akibat tambang, adalah suara-suara penting dari "lapangan" yang tidak bisa diabaikan. Mereka merasakan langsung kerusakan hutan, laut, dan pecahnya keharmonisan di masyarakat.
  • Warganet: Gelombang protes juga datang dari warganet yang ikut menyuarakan "SaveRajaAmpat" dan memberikan tekanan publik kepada pemerintah.

Daftar Perusahaan Bermasalah

Dengan viralnya isu tambang nikel di Raja Ampat ini beberapa perusahaan baik dalam negeri maupun luar negeri kena imbasnya, siapa aja mereka?

Mongabay



Perusahaan Tambang Nikel (Total 5 yang Disorot):

  • PT Gag Nikel (PT GN): Ini anak usaha PT Aneka Tambang (Antam). Punya konsesi paling luas, 13.136 hektare di Pulau Gag. Izinnya tidak dicabut, tapi sempat dihentikan sementara untuk verifikasi.
  • PT Kawei Sejahtera Mining (PT KSM): Beroperasi di Pulau Kawe, dengan luas 5.922 hektare. Izinnya dicabut.
  • PT Anugerah Surya Pratama (PT ASP): Beroperasi di Pulau Manuran, luas 1.173 hektare. Ini perusahaan Penanaman Modal Asing (PMA) asal Tiongkok. Izinnya dicabut.
  • PT Mulia Raymond Perkasa (PT MRP): Memiliki IUP di Pulau Batang Pele dan Pulau Manyaifun, luas 2.193 hektare. Izinnya dicabut.
  • PT Nurham: Di lahan seluas 3.000 hektare di Yesner Waigeo Timur/Pulau Waegeo. Izinnya dicabut.


Kapan Izin-Izin Ini Muncul? Izin Lama atau Baru?

Ini yang menarik, Sobat JKP. Beberapa izin tambang nikel di Raja Ampat ini ternyata sudah nongol dari tahun-tahun sebelumnya, bahkan ada yang super lama! Yuk, kita intip (Sumber BBC News):

  • PT Gag Nikel (PT GN): Ini yang paling senior! Eksplorasi sudah dilakukan sejak 1972. Penandatanganan Kontrak Karya (KK) terjadi pada 1998, dan diperpanjang hingga 30 November 2047. Izin Pinjam Pakai Kawasan Hutan (IPPKH) untuk operasi produksi dan sarana penunjang mereka dapatkan pada 2015. Produksinya sendiri sudah dimulai sejak 2018.
  • PT Anugerah Surya Pratama (PT ASP): IUP Operasi Produksi-nya baru diterbitkan pada 7 Januari 2024 dan berlaku sampai 7 Januari 2034. Meskipun begitu, dokumen AMDAL dan UKL-UPL mereka sudah ada dari Pemerintah Kabupaten sejak 2006.
  • PT Mulia Raymond Perkasa (PT MRP): Izin IUP-nya dari Surat Keputusan (SK) Bupati Raja Ampat pada 2013 dan berlaku sampai 26 Februari 2033. Perusahaan ini masih dalam tahap eksplorasi (pengeboran) dan belum punya dokumen lingkungan atau persetujuan lingkungan.
  • PT Kawei Sejahtera Mining (PT KSM): IUP-nya juga dari SK Bupati Raja Ampat pada 2013, berlaku sampai 2033. Mereka dapat IPPKH dari Menteri LHK pada 2022, dan kegiatan produksi dimulai sejak 2023. Tapi saat ini aktivitas produksinya sedang tidak berlangsung.
  • PT Nurham: IUP-nya dari SK Bupati Raja Ampat, berlaku sampai 2033. Mereka sudah punya persetujuan lingkungan dari Pemkab Raja Ampat sejak 2013, tapi hingga kini belum berproduksi.

Nah, itu dia kronologi dan para pemain di balik polemik tambang nikel di Raja Ampat, kawan-kawan. Semoga dengan dicabutnya beberapa izin ini, "surga terakhir" kita bisa sedikit bernapas lega dan upaya pelestarian lingkungan bisa lebih optimal ya! Mari kita kawal terus, biar Raja Ampat tetap jadi kebanggaan Indonesia dan dunia!.


Dampak Potensi Kerusakan Alam di Raja Ampat 

Wah, ngomongin Raja Ampat dan tambang nikel ini memang bikin hati miris ya, kawan-kawan! Ibarat ngopi manis tapi rasanya pahit kalau mikirin dampak-dampaknya. Yuk, kita bedah bareng, apa aja sih dampak mengerikan yang bisa timbul akibat tambang nikel di "surga terakhir di Bumi" ini, berdasarkan info dari meja warung kita:

Pertama dan yang paling mencolok, pastinya soal lingkungan kita yang cakep itu, bakal babak belur!

  • Terumbu Karang dan Habitat Laut Terancam Punah! Ini nih yang paling bikin nyesek. Lumpur dari tambang bisa terbawa arus laut dan bikin air jadi keruh, nutupin sinar matahari masuk ke bawah air. Alhasil, terumbu karang yang jadi rumah bagi 75% spesies karang dunia, 1.400 jenis ikan, dan 700 jenis invertebrata moluska bisa mati perlahan!. Padahal, ini juga jalur migrasi penting bagi pari manta lho di Eagle Rock!. Kalau sudah rusak, pemulihannya susah banget, bahkan dibilang "tidak bisa pulih" (irreversible).
  • Hutan Gundul dan Tanah Merah Mengepung! Aktivitas tambang itu membabat habis hutan dan vegetasi alami sampai ratusan hektare (Greenpeace nyebut lebih dari 500 hektare!). Udah kebayang kan, Raja Ampat yang asalnya hijau rimbun, tiba-tiba jadi tanah merah?
  • Limbah Tambang Bertebaran! Ini yang bikin Paulina sedih banget. Limbah tambang yang warnanya coklat itu bisa mengalir dan mencemari perkampungan, terutama saat musim pasang surut. Air laut jadi keruh, apalagi kalau habis hujan, karena sistem pengolahan limbahnya nggak beres (contohnya, settling pond-nya jebol!.
  • Satwa Khas Papua Ikut Menderita! Bukan cuma biota laut, burung cenderawasih botak (Wilson's bird-of-paradise) yang endemik Raja Ampat dan jadi daya tarik utama turis pengamat burung, juga terancam habitatnya!. Ngeri banget, kan?

Dampaknya nggak cuma ke lingkungan, tapi juga menusuk langsung ke kehidupan dan kantong masyarakat lokal:

  • Ekowisata Hancur, Ekonomi Lokal Terancam! Raja Ampat ini kan surganya diving dan snorkeling dunia . Pariwisata itu jadi tulang punggung ekonomi masyarakat setempat, menyumbang Rp 150 miliar per tahun ke daerah!. Kalau terumbu karang rusak, siapa yang mau datang lagi? Reputasi Indonesia sebagai destinasi diving kelas dunia bisa hancur lebur!. Mata pencarian nelayan, pemilik homestay, operator speedboat, dan pemandu wisata otomatis ambruk!.
  • Masyarakat Terpecah Belah dan Konflik Merajalela! Ini yang bikin Paulina nangis. Tambang ini bikin masyarakat yang dulunya "baku jaga, baku sayang" jadi "saling bermusuhan, bahkan sampai baku pukul". Ada yang pro karena dijanjikan pekerjaan atau "uang-uang adat," ada yang kontra karena melihat hutan dan laut mereka hancur
  • Hak Masyarakat Adat Diabaikan! Duit dari tambang itu dibilang jauh lebih kecil dibanding pariwisata (cuma Rp 50 miliar/tahun vs Rp 150 miliar/tahun dari pariwisata). Pemerintah dituding mengabaikan hak-hak masyarakat adat dan proses persetujuan (Free Prior and Informed Consent/FPIC) yang seharusnya transparan tidak berjalan baik. Masyarakat adat yang sudah hidup berdampingan dengan alam dari generasi ke generasi, tiba-tiba "dibuat lapar" oleh orang luar yang cuma mengincar nikel.
  • Kerusakan Jangka Panjang, Keuntungan Jangka Pendek! Ini inti masalahnya. Tambang nikel itu cuma bisa dieksploitasi dalam jangka pendek, mungkin 30 tahun habis. Tapi setelah itu, yang tersisa cuma kerusakan yang tidak akan pernah bisa pulih sepenuhnya!. Jelas ini bertolak belakang dengan konsep ekowisata berbasis alam yang berkelanjutan!.

Pokoknya, dari kacamata Obrolan Waroengkopi, tambang nikel di Raja Ampat ini punya dampak yang mengancam keberlanjutan ekosistem, merusak mata pencarian masyarakat, memecah belah komunitas, dan bisa menghancurkan reputasi Raja Ampat sebagai "surga" dunia!. Semoga dengan dicabutnya beberapa izin itu, Raja Ampat bisa sedikit bernapas lega ya! (FG12)

Sumber :
BBC News, Tempo.co.id, Mongabay.co.id