![]() |
Rene Descartes , sumber : worldhistory |
René Descartes, yang diakui secara luas sebagai Bapak Filsafat Modern, telah mewariskan pemikiran intelektual yang sangat berharga dan terus relevan hingga saat ini. Inti dari pemikiran Descartes adalah penekanan pada akal budi dan penalaran sebagai fondasi keberadaan manusia, khususnya dalam menavigasi kompleksitas kehidupan kontemporer.
Salah satu kutipan Descartes yang paling mendalam dan terkenal menyatakan: “Hidup tanpa berpikir adalah seperti kapal tanpa kemudi”. Melalui metafora yang sederhana namun tajam ini, Descartes secara eksplisit mengingatkan kita bahwa manusia tanpa kekuatan berpikir akan dengan mudah terombang-ambing oleh keadaan, kehilangan arah hidup yang jelas, dan cenderung membuat keputusan yang salah. Sebuah kemudi esensial bagi kapal untuk menentukan arah tujuannya; tanpanya, kapal akan terbawa arus dan angin, bahkan berisiko karam. Demikian pula, individu yang hidup tanpa kemampuan refleksi dan penalaran akan rentan terhadap pengaruh lingkungan, emosi sesaat, atau tekanan sosial, tanpa pernah memahami apakah jalur hidup mereka benar atau tidak.
Dalam kerangka filosofis Descartes, berpikir dipandang sebagai inti dari eksistensi manusia. Pandangan ini mengilhami adagium terkenalnya, Cogito, ergo sum — "Aku berpikir, maka aku ada". Bagi Descartes, kemampuan bernalar bukan sekadar atribut tambahan, melainkan esensi sejati dari kemanusiaan itu sendiri. Ia lebih lanjut menegaskan bahwa “Kemampuan bernalar adalah satu-satunya hal yang membedakan manusia dari binatang”. Meskipun hewan menunjukkan kemampuan bergerak, merasakan, dan bahkan "berkomunikasi" dalam cara mereka sendiri, mereka tidak memiliki kapasitas untuk bernalar, menganalisis, atau membuat keputusan berdasarkan logika seperti halnya manusia. Rasionalitas inilah yang memberdayakan manusia untuk membedakan kebenaran dari kepalsuan, menyusun argumen yang koheren, mengembangkan ilmu pengetahuan, dan memahami prinsip-prinsip moralitas.
Descartes juga menekankan bahwa “Pengalaman mengajarkan kita banyak hal, tetapi pemikiran kritis membawa kita lebih jauh”. Meskipun pengalaman memang krusial dalam proses pembelajaran, Descartes berpendapat bahwa pengalaman sering kali bersifat subjektif dan kadang kala dapat menyesatkan. Ia berargumen bahwa hanya melalui pemikiran kritis—kemampuan untuk menganalisis, mengevaluasi, dan menyimpulkan secara logis—manusia dapat mencapai pengetahuan yang dapat diandalkan. Pengalaman mungkin menyediakan data mentah, namun hanya dengan penalaran mendalam data tersebut dapat menjadi bermakna. Pemikiran kritis mencakup kemampuan untuk mempertanyakan asumsi, menilai argumen, menghindari bias, dan membentuk kesimpulan berdasarkan bukti yang kuat.
Di era digital yang serba cepat dan penuh distraksi seperti saat ini, filosofi Descartes menjadi kian relevan. Banjir informasi dari berbagai sumber—media sosial, berita daring, hingga opini publik—menuntut kemampuan berpikir kritis. Tanpa itu, individu dapat dengan mudah terseret oleh arus opini mayoritas, hoaks, atau propaganda. Oleh karena itu, kemampuan berpikir tidak lagi hanya pilihan, melainkan kebutuhan fundamental agar seseorang dapat menentukan arah hidupnya sendiri. Descartes mengingatkan bahwa hidup harus diatur oleh kesadaran penuh, bukan sekadar reaksi terhadap dunia luar.
Singkatnya, penegasan Descartes tentang akal budi sebagai fondasi utama eksistensi dan kemajuan manusia telah membentuk dasar filsafat modern dan terus menginspirasi pentingnya pemikiran kritis dalam setiap aspek kehidupan. (FG12)
Selamat hari Medsos Nasional 10 Juni, Gunakan medsos dengan bijak