JURNALKITAPLUS - Badan Pusat Statistik (BPS) melaporkan bahwa pada Maret 2025, jumlah penduduk miskin di Indonesia mencapai 23,85 juta orang atau sekitar 8,47 persen dari total penduduk. Angka ini menunjukkan penurunan sekitar 0,2 juta orang dibandingkan September 2024, menandai kelanjutan tren positif penurunan kemiskinan sejak dua tahun terakhir. Penurunan kemiskinan ini sebagian besar terjadi di wilayah pedesaan, dengan tingkat kemiskinan desa turun dari 11,34 persen menjadi 11,03 persen, sementara di perkotaan justru mengalami sedikit kenaikan dari 6,66 persen menjadi 6,73 persen.
Meski jumlah penduduk miskin menurun, batas garis kemiskinan nasional mengalami kenaikan menjadi Rp 609.160 per kapita per bulan pada 2025, naik sekitar 2,3 persen dari batas sebelumnya Rp 595.242. Kenaikan ini menunjukkan bahwa kebutuhan minimum untuk tidak dikategorikan miskin terus meningkat, terutama di pedesaan. Komponen pengeluaran makanan memberikan kontribusi terbesar terhadap garis kemiskinan, mencapai sekitar 74,58 persen, sedangkan sisanya berasal dari komponen nonmakanan seperti perumahan, pendidikan, dan kesehatan.
Penetapan garis kemiskinan ini masih menggunakan standar paritas daya beli (PPP) 2017 untuk menghitung kemiskinan ekstrem, yaitu penduduk yang pengeluarannya berada di bawah US$ 2,15 per hari. BPS masih menggunakan pendekatan ini demi konsistensi dengan rencana pembangunan nasional meskipun Bank Dunia telah mengadopsi standar PPP 2021 dengan angka kemiskinan ekstrem yang lebih tinggi.
Fenomena menurunnya angka kemiskinan ini merupakan pencapaian penting bagi pemerintah, namun tantangan tetap ada terutama dalam mengelola peningkatan biaya hidup yang berdampak pada garis kemiskinan yang terus naik. Kenaikan harga kebutuhan pokok, khususnya bahan makanan pokok seperti beras dan daging, turut mendorong tekanan ekonomi bagi masyarakat miskin dan rentan.
Dengan demikian, data resmi BPS pada 2025 menggambarkan gambaran kemiskinan Indonesia yang kompleks: meski jumlah penduduk miskin turun, kebutuhan hidup minimum semakin meningkat. Hal ini menuntut kebijakan dan program penanggulangan kemiskinan yang adaptif dan responsif terhadap dinamika sosial-ekonomi yang terjadi.
Sumber: BPS dan Kompas.com, Juli 2025