Influencer Mulai Kehilangan Pamor, Konsumen Kini Lebih Percaya Testimoni Jujur dari Afiliator -->

Header Menu

Influencer Mulai Kehilangan Pamor, Konsumen Kini Lebih Percaya Testimoni Jujur dari Afiliator

Jurnalkitaplus
23/07/25

Ideoworks


Fenomena belanja online kini mengalami pergeseran besar. Konsumen Asia Tenggara, termasuk Indonesia, makin selektif dan mendambakan testimoni yang jujur dan relevan dalam menentukan pilihan belanja. Kepercayaan terhadap para influencer — bahkan yang sudah bertitel megainfluencer — justru mulai luntur.


Ini terungkap dalam laporan riset bertajuk “E-commerce Influencer Marketing in Southeast Asia” yang dirilis oleh Impact.com dan Cube Asia pada Jumat (18/7/2025). Riset ini melibatkan lebih dari 2.400 responden dari enam negara di Asia Tenggara.


Hasilnya? Kepercayaan terhadap influencer dan selebritas digital menurun cukup signifikan. Bahkan megainfluencer dengan pengikut lebih dari 1 juta pun mengalami penurunan kepercayaan sebesar 7 persen dibanding tahun lalu. Selebritas turun 8 persen. Mikro dan nano influencer pun terkena imbas meskipun masih dianggap lebih autentik.


Namun, dari balik penurunan itu, muncul bintang baru: afiliasi pemasaran (affiliate marketing) dan para Key Opinion Seller (KOS). KOS dianggap lebih jujur dan relatable karena mereka adalah penjual yang benar-benar menggunakan dan merekomendasikan produk langsung lewat platform e-dagang seperti TikTok Shop, Shopee, hingga Lazada.


Menariknya, sebanyak 83 persen konsumen Asia Tenggara pernah bertransaksi lewat tautan afiliasi, terutama untuk produk kecantikan dan fesyen. Tautan klik langsung dinilai paling efektif untuk mendorong pembelian dibanding konten testimoni biasa.


“Testimoni konsumen ke konsumen kini jadi tulang punggung pemasaran digital yang lebih dipercaya,” ujar M Setiawan Kusmulyono dari Universitas Prasetiya Mulya. Dikutip di Harian ompas (21/03) ia menilai model afiliasi menawarkan testimoni yang terasa hidup dan personal — seperti ulasan restoran di Google Maps, tapi lebih berpengaruh karena disertai insentif.


Sementara itu, Nailul Huda dari Celios menilai influencer lokal atau nano justru lebih dipercaya karena gaya mereka yang membumi dan jauh dari kontroversi politik atau skandal. Contohnya? Akun Toko Madura di TikTok yang viral berkat siaran langsung jualan yang otentik dan penuh interaksi.


So, sepertinya zaman di mana megainfluencer jadi patokan belanja mulai berakhir. Konsumen kini lebih percaya pada pengalaman nyata, testimoni jujur, dan koneksi yang terasa personal — semua itu hadir lewat para afiliator dan KOS. Sebuah sinyal bahwa pemasaran digital tak lagi soal siapa yang paling terkenal, tapi siapa yang paling dipercaya. (FG12)