Assalamu'alaikum Sobat Jkpers!
Kembali lagi di bedah film, dari film yang belum atau sudah kamu tonton, namun, belum menemukan apa yang bisa dipelajari dan bekal untuk kita menghadapi kehidupan ini. Ya! Perihal materi kehidupan belum tentu kamu temukan di pelajaran sekolah bahkan kuliah. Tapi, tenang saja! Kini kami hadir untuk meringkas sebuah drama 'Duty After School'
Ceritanya memang tidak mungkin bisa terjadi di dunia, dengan dikemas sains-fiction. Namun, kehadiran makhluk asing yang muncul dari bola di langit, hal itu memaksa mereka anak sekolah terlibat untuk menyelamatkan dunia.
1. Anak Muda Punya Potensi Besar Jika Dipercaya
Siswa SMA tiba-tiba ditugaskan menjadi "tentara" untuk melawan makhluk asing. Awalnya mereka dianggap tidak mampu, tetapi justru terbukti mampu beradaptasi dan bertahan hidup.
Refleksi yang terjadi : Remaja hari ini seringkali diremehkan karena dianggap belum "siap". Padahal, jika diberi kepercayaan dan pembinaan yang tepat, mereka bisa jauh lebih tangguh dari yang dibayangkan. Di tengah tekanan pendidikan dan perubahan zaman, drama ini mengajak kita percaya bahwa anak muda butuh ruang untuk membuktikan diri, bukan hanya beban target nilai dan ranking.
2. Pentingnya Kerja Sama di Tengah Perbedaan
Para siswa punya latar belakang dan kepribadian yang berbeda: ada yang pendiam, keras kepala, bahkan saling tidak akur. Tapi mereka tetap harus bekerja sama agar bisa bertahan.
Refleksi yang terjadi : Dunia kerja, kuliah, atau organisasi sosial hari ini juga seperti itu—kita tidak selalu cocok dengan semua orang, tapi kalau tidak bisa kerja sama, kita gagal sebagai tim. Di era hybrid, remote work, dan kolaborasi digital, kerja sama jadi soft skill yang utama. Drama ini mengingatkan: bukan siapa yang paling pintar yang bertahan, tapi siapa yang bisa beradaptasi dan menyatu dengan tim.
3. Hidup Itu Singkat—Gunakan Waktu Sebaik Mungkin
Tidak semua karakter bertahan hidup. Beberapa dari mereka meninggal secara tiba-tiba, mengingatkan bahwa hidup bisa berakhir kapan saja.
Refleksi yang terjadi : Kadang kita tunda mimpi, permintaan maaf, bahkan ungkapan cinta karena berpikir "masih ada waktu." Padahal hidup tidak pernah menjamin itu.
Refleksi yang terjadi: Di zaman serba cepat ini, banyak orang merasa terjebak dalam rutinitas dan lupa hidup dengan makna. Drama ini menyentil: Jangan cuma hidup, tapi hiduplah dengan sadar.
4. Pemimpin yang Baik Bukan Selalu yang Paling Kuat
Beberapa siswa menunjukkan karakter kepemimpinan, tapi yang paling diingat justru yang bisa mendengarkan, memahami, dan menjaga kebersamaan, bukan yang galak atau dominan.
Refleksi yang terjadi: Pemimpin bukan soal posisi, tapi soal tanggung jawab dan hati. Di kantor, di organisasi, bahkan di keluarga—yang dihormati bukan yang memaksa, tapi yang mengayomi. Dalam era yang menuntut kepemimpinan kolaboratif, drama ini memberi contoh bahwa leadership hari ini bukan soal perintah, tapi soal keberanian dan empati.
5. Teman Sejati Terlihat Saat Masa Sulit
Ketika banyak yang menyerah, ketakutan, bahkan saling menyalahkan, justru beberapa teman tetap saling melindungi, saling rangkul, dan tidak meninggalkan.
Refleksi yang terjadi : Bukan banyaknya followers yang penting, tapi siapa yang tetap ada ketika kamu sedang terpuruk. Drama ini mengingatkan pentingnya membangun hubungan yang tulus, bukan yang transaksional. Di tengah dunia digital yang penuh pencitraan, kualitas pertemanan lebih penting daripada kuantitas. Drama ini mengajarkan kita untuk tidak menyepelekan arti loyalitas dalam hubungan.
6. Rasa Takut dan Stres Itu Manusiawi
Ada momen ketika karakter merasa down, putus asa, bahkan ingin menyerah. Tapi mereka tetap mencoba bangkit bersama.
Refleksi yang terjadi : Kita gak harus selalu kuat. Kadang menangis, takut, dan lelah itu bagian dari proses bertumbuh. Dan itu bukan kelemahan. Dengan meningkatnya kesadaran soal kesehatan mental, drama ini menjadi pengingat bahwa tidak apa-apa untuk merasa takut—yang penting adalah kita tidak berjalan sendirian.
Benar, pelajaran tentang kehidupan jarang ditemui di sekolah, kuliah bahkan kerja jika dari secara teori. Terkadang dari apa yang kita jumpai, dari segi tekanan dan konflik bisa tumbuh lebih dewasa dari hal itu.
FAI (32)
