DPR Disorot karena Minta KY Setop Seleksi Hakim Agung: Bener Intervensi atau Cuma Salah Kaprah? -->

Header Menu

DPR Disorot karena Minta KY Setop Seleksi Hakim Agung: Bener Intervensi atau Cuma Salah Kaprah?

Jurnalkitaplus
19/08/25



Jurnalkitaplus - Komisi III DPR lagi jadi perbincangan gara-gara surat yang mereka kirim ke Komisi Yudisial (KY). Dalam surat itu, DPR minta KY menghentikan seleksi calon hakim agung karena KY sedang sibuk memilih komisioner baru untuk periode 2025-2030. Tapi, banyak pihak bilang permintaan ini aneh dan terkesan seperti intervensi. Apa sih yang sebenarnya terjadi?


Surat DPR Bikin Heboh  


Tanggal 13 Agustus 2025, DPR mengeluarkan surat nomor B/11739/PW.01/8/2025, ditandatangani Wakil Ketua DPR dari Fraksi Gerindra, Sufmi Dasco Ahmad. Surat ini intinya meminta KY periode 2020-2025 untuk tidak melanjutkan seleksi calon hakim agung dan hakim ad hoc hak asasi manusia (HAM) selama proses pemilihan komisioner KY baru berjalan. Surat ini merupakan tindak lanjut dari usulan Ketua Komisi III DPR, Habiburokhman, yang juga dari Gerindra.


Padahal, KY sudah selesai mengerjakan tugasnya. Pada 11 Agustus 2025, mereka mengirimkan 13 nama calon hakim agung dan 3 calon hakim ad hoc ke Mahkamah Agung (MA). Daftar itu mencakup 4 calon untuk kamar pidana, 2 untuk kamar perdata, 2 untuk kamar agama, 1 untuk kamar tata usaha negara, 3 untuk tata usaha negara khusus pajak, dan 1 untuk kamar militer. MA sendiri sedang butuh 17 hakim agung dan 3 hakim ad hoc HAM untuk mengisi kekosongan jabatan, sesuai surat dari Wakil Ketua MA Bidang Non-Yudisial tertanggal 17 Februari 2025.


Pemerhati Hukum Protes  


Erwin Natosmal Oemar dari Centra Initiative bilang DPR keliru. Menurutnya, seleksi calon hakim agung dan seleksi komisioner KY adalah dua hal yang berbeda dan tidak saling terkait. “DPR seharusnya segera menindaklanjuti hasil seleksi KY, menyetujui atau menolak nama-nama yang diusulkan, bukan malah minta prosesnya dihentikan,” kata Erwin pada Senin (18/8/2025). Ia curiga alasan DPR soal seleksi komisioner KY cuma dalih, mungkin karena mereka tidak suka dengan hasil seleksi KY atau ingin menghindari tanggung jawab.


Pendapat serupa datang dari Johanna GSD Poerba dari Lembaga Kajian dan Advokasi Independensi Peradilan (LeIP). Ia menyebut surat DPR aneh karena dikirim setelah proses seleksi selesai dan nama-nama calon sudah diserahkan ke DPR. “Tidak ada aturan dalam konstitusi atau undang-undang yang memberi DPR hak untuk meminta KY menghentikan seleksi,” ujarnya. LeIP menilai surat ini adalah bentuk intervensi yang mengancam independensi KY dan peradilan ke depan. Mereka juga menegaskan bahwa DPR dan KY adalah lembaga setara berdasarkan UUD 1945, jadi DPR tidak berwenang mengatur tugas KY.


LeIP menambahkan, surat DPR ini juga melanggar prinsip negara hukum di Pasal 1 Ayat (3) UUD 1945. Selain itu, tindakan ini dinilai bikin proses pengisian jabatan di lembaga negara jadi tidak efektif. Seleksi calon hakim agung sudah berjalan sejak 6 Maret hingga 10 Agustus 2025, dan nama-nama sudah diumumkan. LeIP mendesak Komisi III DPR segera memproses 16 calon itu ke tahap uji kelayakan dan kepatutan, serta menarik surat yang bikin gaduh ini.


DPR Bantah Tuduhan  


Habiburokhman, Ketua Komisi III DPR, membantah tuduhan bahwa pihaknya melakukan intervensi. Namun, penjelasannya belum diuraikan secara lengkap. Yang jelas, surat DPR ini membuat banyak pihak bertanya-tanya. KY, sebagai lembaga independen yang bertugas mengawasi hakim, kini seperti mendapat tekanan dari DPR. Padahal, KY punya hak penuh untuk menjalankan seleksi ini sesuai amanat konstitusi.


Apa Dampaknya?  


Kalau DPR bersikeras, proses pengisian hakim agung di MA bisa tertunda. Ini masalah serius karena MA sedang kekurangan hakim untuk menangani kasus di tingkat kasasi dan peninjauan kembali. Selain itu, independensi KY sebagai hasil reformasi 1998 juga jadi taruhan. Kalau DPR bisa seenaknya meminta KY menghentikan tugasnya, bagaimana nasib prinsip saling mengawasi antarlembaga negara?


Ada juga spekulasi bahwa DPR mungkin tidak setuju dengan beberapa nama calon hakim agung yang diusulkan KY. Tapi, alih-alih membahasnya secara terbuka lewat uji kelayakan, mereka memilih cara mengirim surat yang malah bikin suasana panas.


Langkah ke Depan  


Sekarang, semua mata tertuju pada Komisi III DPR. Mereka didesak untuk segera memproses nama-nama calon hakim agung dan ad hoc HAM ke tahap uji kelayakan. LeIP juga meminta DPR menarik surat itu agar tidak memperkeruh situasi. Bagi KY, tantangannya adalah tetap menjaga independensi di tengah tekanan politik. Buat masyarakat, ini jadi pengingat bahwa menjaga independensi peradilan bukan cuma wacana, tapi butuh perjuangan nyata.


Apakah DPR bakal menarik suratnya dan melanjutkan proses seleksi? Kita tunggu saja kelanjutannya. (FG12)