Glocalization di Dunia Kuliner: McDonald’s dan KFC Hadirkan Cita Rasa Lokal untuk Menarik Konsumen Indonesia -->

Header Menu

Glocalization di Dunia Kuliner: McDonald’s dan KFC Hadirkan Cita Rasa Lokal untuk Menarik Konsumen Indonesia

Jurnalkitaplus
24/09/25



Jurnalkitaplus - Menggabungkan cita rasa lokal khas Indonesia dengan produk makanan cepat saji global menjadi strategi utama restoran internasional seperti McDonald’s dan KFC untuk meraih hati konsumen Tanah Air. Contohnya, McDonald’s Indonesia meluncurkan menu spesial burger rendang dan es kopi gula aren di peringatan Hari Ulang Tahun Ke-80 RI pada Agustus 2025 lalu. Inovasi ini merupakan hasil riset mendalam selama enam bulan untuk menghadirkan perpaduan rasa autentik Sumatera Barat yang dikemas secara modern dan praktis khas McDonald’s.


Eko Purwanto, Manager Pengembangan Menu McDonald’s Indonesia, menegaskan bahwa perusahaan sangat serius dalam pengembangan menu lokal. Inovasi ini bertujuan untuk memberikan rasa yang familiar sekaligus relevan bagi masyarakat Indonesia. Caroline Kurniadjaja, Associate Director Marketing McDonald’s, menyatakan bahwa peluncuran varian lokal ini tidak hanya menggugah selera tetapi juga meningkatkan kunjungan pelanggan dan penjualan.


KFC juga mengadopsi strategi serupa dengan menghadirkan menu lokal seperti perkedel, mie KFC, dan nasi uduk. Tak hanya itu, KFC juga mengembangkan layanan KFC Coffee yang menawarkan kue pukis sebagai pelengkap. Penyesuaian cita rasa lokal juga diterapkan pada Taco Bell yang baru beberapa tahun beroperasi di Indonesia, berupaya menyajikan produk Mexico yang disesuaikan dengan selera lokal.


Strategi ini merupakan bagian dari fenomena glocalization—konsep yang dicetuskan pada 1980-an oleh sosiolog Roland Robertson yang menggabungkan globalisasi dan lokalisasi. Glocalization memungkinkan produk dan layanan global menjadi relevan dan menarik bagi konsumen lokal dengan menyesuaikan elemen budaya, cita rasa, dan kebiasaan lokal.


Data dari PT Fast Food Indonesia Tbk menunjukkan bahwa meski menghadapi tekanan seperti boikot dari konflik Timur Tengah yang memengaruhi pendapatan mereka, inovasi menu lokal membantu menjaga daya tarik pasar. Secara umum, sektor makanan dan minuman di Indonesia menunjukkan pertumbuhan positif hingga 6 persen pada 2025.


Sekretaris Jenderal Asosiasi Pengusaha Kuliner Kreatif Indonesia (Apkulindo), Redia Frisna Rista, melihat adaptasi restoran cepat saji global terhadap cita rasa lokal bukan ancaman bagi bisnis kuliner tradisional. Menurutnya, restoran asal Barat dan pelaku usaha lokal memiliki segmentasi pasar berbeda dan pelanggan yang setia pada makanan tradisional akan tetap memilih warung soto, warteg, atau rumah makan Padang.


Fenomena glocalization menunjukkan bahwa produk internasional bisa tumbuh dan diterima di pasar lokal dengan mempertimbangkan keunikan budaya dan selera setempat. Strategi ini tidak hanya kunci keberhasilan bisnis restoran global di Indonesia, tetapi juga merefleksikan dinamika hubungan antara globalisasi dan pelestarian budaya lokal di era modern. (FG12)