Jurnalkitaplus - Presiden Prabowo Subianto menetapkan target pertumbuhan ekonomi lebih tinggi sebesar 5,4 persen untuk tahun 2026, naik dari estimasi 5 persen tahun ini. Meski begitu, pemerintah berupaya menjaga disiplin fiskal dengan memangkas defisit anggaran menjadi 2,48 persen dari PDB, lebih rendah dari 2,78 persen tahun ini dan masih di bawah batas 3 persen sesuai Undang-Undang Keuangan Negara. Langkah ini diambil di tengah peningkatan belanja negara yang signifikan untuk program-program populis, sambil memangkas transfer ke daerah secara tajam.
Dalam pidato Nota Keuangan RAPBN 2026 pada Jumat (15/8), Prabowo menekankan efisiensi sebagai prinsip utama. Total belanja negara direncanakan mencapai Rp3.786,5 triliun, naik 7,3 persen dari outlook 2025. Prioritas utama adalah program Makan Bergizi Gratis (MBG) dengan anggaran Rp335 triliun—lebih dari empat kali lipat plafon 2025. Selain itu, anggaran pendidikan naik menjadi Rp757,8 triliun dari proyeksi Rp690,1 triliun tahun ini, untuk membangun sekolah baru dan merenovasi fasilitas eksisting.
Untuk mengendalikan defisit, pemerintah memangkas transfer ke daerah (TKD) dari estimasi Rp864,1 triliun tahun ini menjadi Rp650 triliun di 2026, atau turun 25 persen. Prabowo menyatakan bahwa transfer daerah bukan lagi satu-satunya instrumen untuk pemerataan kesejahteraan masyarakat. Ia juga berkomitmen menutup kebocoran kekayaan negara dan mengurangi pengeluaran rawan inefisiensi serta korupsi, seperti perjalanan dinas dan alat tulis kantor. Tahun ini saja, Prabowo telah memangkas Rp306,7 triliun dari belanja kementerian/lembaga dan TKD, yang dialihkan ke program prioritas sesuai janji kampanyenya.
Ambisi Prabowo tak berhenti di situ. Ia menyuarakan mimpi menghilangkan defisit fiskal sepenuhnya pada 2027 atau 2028. "Harapan saya, aspirasi saya, entah di 2027 atau 2028, saya ingin berdiri di depan majelis ini, di mimbar ini, untuk menyatakan bahwa kita berhasil memiliki anggaran negara tanpa defisit," ujarnya. Indonesia terakhir mencatat anggaran surplus pada 1995, sebesar 3,02 persen dari PDB.
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati merespons target ini dengan hati-hati. "Saya sudah lihat sinyal dari Presiden. Jadi, kami juga akan mempersiapkan sesuai harapan, tapi kita lakukan step by step," katanya dalam konferensi pers usai pidato.
Namun, ekonom memperingatkan potensi dampak negatif dari pemotongan TKD. Ekonom Center of Reform on Economics (CORE Indonesia), Yusuf Rendy Manilet, mengatakan pemerintah daerah kemungkinan akan memangkas belanja modal karena menaikkan pajak daerah bisa memicu resistensi publik. Hal ini berpotensi mengganggu layanan publik seperti pendidikan dan kesehatan. Ia menyarankan fleksibilitas dalam program prioritas, misalnya memfokuskan MBG pada daerah dengan tingkat stunting tinggi untuk menghindari pembengkakan pengeluaran yang tidak perlu.
Di sisi lain, Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) menyambut baik penekanan pada belanja produktif. Ketua Apindo Shinta W. Kamdani menyatakan, "Kejelasan arah program prioritas pemerintah juga memberikan sinyal positif bagi pelaku usaha untuk menyalurkan investasi ke sektor-sektor yang selaras dengan agenda pemerintahan." Ia menambahkan bahwa optimisme bisnis bisa meningkat jika didukung kepastian regulasi, transparansi, dan efek multiplier nyata di sektor produktif.
Secara keseluruhan, RAPBN 2026 mencerminkan keseimbangan antara ambisi pertumbuhan 8 persen jangka menengah dengan kehati-hatian fiskal, meski tantangan seperti harga komoditas lemah dan konsumsi rumah tangga melambat membatasi penerimaan negara. Investor kini memantau ketat implementasi ini, mengingat disiplin fiskal menjadi perhatian utama di tengah lonjakan belanja. Apakah mimpi anggaran tanpa defisit bisa terwujud? Waktu yang akan menjawab, tapi langkah awal Prabowo menunjukkan komitmen kuat untuk reformasi keuangan negara. (FG)