Jurnalkitaplus - Revisi Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional (UU Sisdiknas) Nomor 20 Tahun 2003 menjadi momentum krusial bagi Indonesia untuk memperkuat hak dan kewajiban semua pihak dalam menjamin akses pendidikan berkualitas bagi seluruh anak bangsa. Salah satu poin utama yang diusulkan adalah peningkatan masa wajib belajar dari 9 tahun saat ini menjadi 13 tahun, dengan penambahan satu tahun pendidikan pra-sekolah dan tiga tahun jenjang SMA/SMK sederajat.
Direktur Divisi Pendidikan dan Pembangunan Regional Article 33 Indonesia, Santoso, menegaskan bahwa kebijakan wajib belajar 13 tahun harus didukung oleh kesiapan pemerintah pusat dan daerah dalam menyediakan infrastruktur pendidikan, pembiayaan memadai, serta pengaturan yang jelas agar anak-anak, di mana pun berada dan dalam kondisi apa pun, dapat mengakses pendidikan. Santoso mengingatkan bahwa negara harus menyesuaikan diri dengan kondisi rakyatnya, bukan sebaliknya.
Meski demikian, pemerintah juga harus menghadapi realitas yang kompleks. Rata-rata lama sekolah di Indonesia saat ini masih di bawah wajib belajar yang berlaku, yakni sekitar 8,85 tahun, dengan jutaan anak usia sekolah belum bersekolah karena kendala ekonomi, geografis, dan sosial. Artikel 33 Indonesia mencatat jika wajib belajar 13 tahun diwajibkan nasional, maka perlu dipastikan ketercukupan anggaran untuk mendukungnya. Sebagai opsi, wajib belajar 10 tahun dianggap lebih realistis bagi daerah yang belum siap, sementara wajib belajar 13 tahun diberlakukan di daerah yang mampu melalui regulasi daerah.
DPR melalui Badan Keahlian dan Komisi X juga aktif mengumpulkan masukan publik terkait revisi ini, termasuk pengaturan satu tahun pendidikan pra-sekolah (PAUD) yang sedang dibahas terkait status guru dan sertifikasinya. Realitas banyak guru PAUD belum memenuhi syarat menuntut perhatian khusus.
Momentum revisi UU Sisdiknas juga diharapkan mampu memperjelas aspek tata kelola organisasi satuan pendidikan, termasuk pendidikan formal, nonformal, dan informal serta pengembangan pendidikan inklusif bagi penyandang disabilitas. Lingkungan belajar yang aman, inklusif, dan toleran juga menjadi fokus pembahasan dengan harapan mencegah kekerasan dalam pendidikan.
Pembentukan panitia kerja (Panja) di DPR terkait anggaran pendidikan juga sedang dipersiapkan untuk meninjau kembali fokus alokasi dana pendidikan minimal 20 persen dari APBN agar lebih tepat sasaran.
Dengan demikian, revisi UU Sisdiknas diharapkan mampu mewujudkan sistem pendidikan nasional yang tidak saja memperluas akses, tetapi juga menjamin mutu dan pemerataan, serta menyesuaikan dengan kebutuhan masyarakat dan tantangan zaman. (FG12)