Jurnalkitaplus - Bagaimana rasa nasi yang kita makan hari ini? Ternyata beras di Indonesia sedang tidak baik-baik saja. Harga beras nasional masih relatif tinggi meskipun sempat turun tipis, dan persoalan tata niaga perberasan nasional belum tuntas sehingga menimbulkan tantangan serius terutama menjelang musim paceklik beras tahun depan.
Sepanjang Januari hingga 21 September 2025, harga beras medium dan premium di tingkat konsumen masih di atas Harga Eceran Tertinggi (HET) yang ditetapkan pemerintah. Harga rata-rata nasional beras medium mencapai Rp 14.356 per kilogram dan beras premium Rp 16.196 per kilogram pada Agustus 2025, sedangkan HET beras medium sebesar Rp 13.500 dan beras premium Rp 14.900 per kilogram. Bahkan di beberapa daerah seperti Kalimantan Timur, harga beras medium dan premium masih jauh di atas HET, menunjukkan ketidaksesuaian harga di pasar.
Menurut praktisi perberasan Hery Sugihartono seperti dikutip di harian Kompas, penurunan harga beras belakangan ini bukan jaminan masalah beras sudah selesai karena musim paceklik padi akan datang antara Oktober 2025 hingga Februari 2026, di mana biasanya produksi beras turun dan harga gabah petani naik sehingga bisa kembali menaikkan harga beras. Pengamat lain, Jumair dari Persatuan Pengusaha Penggilingan Padi dan Beras Jawa Barat, mengungkapkan kekhawatiran adanya persaingan ketat dalam penyerapan gabah petani akibat terbatasnya ketersediaan gabah dan berkurangnya produksi beras premium. Hal ini dapat menyebabkan penggilingan padi besar mendominasi pasar dengan harga tinggi, sementara yang kecil kalah bersaing.
Masalah tata niaga juga menjadi akar persoalan. Kebijakan pembelian gabah tanpa standar mutu mengakibatkan biaya produksi beras premium dan medium meningkat serta munculnya praktik beras oplosan. Di sebagian pasar, beras premium sulit didapat dan penggiat usaha lebih memilih memproduksi beras medium karena alasan biaya, yang makin mengaburkan klasifikasi kualitas beras. Kebijakan kenaikan HET beras medium tanpa diikuti kenaikan HET beras premium memperparah situasi ini.
Meski produksi beras Januari-September 2025 surplus sekitar 5 juta ton dari konsumsi nasional, Badan Pangan Nasional (Bapanas) dan Bulog mengingatkan kewaspadaan menjelang akhir tahun karena produksi padi cenderung menurun, sedangkan konsumsi tetap tinggi. Oleh karena itu, manajemen stok beras dan koordinasi antara pemerintah, Bulog, pemerintah daerah, dan pelaku usaha diharapkan lebih intens agar pasokan dan harga tetap stabil.
Rencana penghapusan klasifikasi beras medium dan premium menjadi beras reguler dan khusus serta penetapan HET baru tengah diformulasikan Bapanas, namun perlu kejelasan agar usaha perberasan tidak semakin terhambat.
Dengan situasi ini, rasa nasi yang kita makan memang berisiko terdampak harga yang tinggi dan kualitas yang tidak terjaga, jika persoalan tata niaga dan kebijakan tidak cepat dan tepat diselesaikan. (FG12)