Jurnalkitaplus - Tentara Nasional Indonesia Angkatan Laut (TNI AL) memperingati Hari Ulang Tahun ke-80 pada Rabu (10/9/2025) dengan semangat memperkuat pertahanan maritim Indonesia. Berawal dari Badan Keamanan Rakyat (BKR) Laut pada 10 September 1945, TNI AL kini bertransformasi menjadi kekuatan laut yang modern, dengan sederet strategi untuk mendukung visi Indonesia Emas 2045.
Peringatan HUT ke-80 dirayakan dengan berbagai kegiatan, mulai dari bakti sosial, bakti kesehatan, ziarah ke taman makam pahlawan, hingga perlombaan internal. Puncaknya adalah upacara di Markas Komando Armada RI, Jakarta Pusat, yang dipimpin Kepala Staf Angkatan Laut (KSAL) Laksamana Muhammad Ali. Dalam amanatnya, Ali memaparkan strategi modernisasi pertahanan laut untuk menghadapi tantangan global yang kian kompleks.
Strategi Modernisasi TNI AL
Laksamana Ali menegaskan bahwa modernisasi TNI AL berfokus pada penataan struktur komando dan peningkatan kekuatan tempur. Salah satu langkah konkret adalah mengubah status beberapa Pangkalan Utama TNI AL (Lantamal) menjadi Komando Daerah Maritim (Kodaeral). “Tahun ini, TNI AL telah mengambil langkah strategis untuk memperkuat struktur dan pencapaian tugas,” ujar Ali.
Modernisasi juga mencakup penguatan Korps Marinir dengan penambahan satu Brigade Infanteri dan lima Batalion Marinir baru. Di sektor alat utama sistem persenjataan (alutsista), TNI AL menyambut kehadiran KRI Brawijaya-320, fregat terbesar di Asia Tenggara buatan Italia. Kapal ini, yang bersandar di Dermaga 107 Tanjung Priok sejak Senin (8/9/2025), memiliki panjang 143 meter, kecepatan maksimum 32 knot, dan dilengkapi sistem rudal, meriam, serta torpedo. Kapal ini akan beroperasi di wilayah Koarmada II, dengan potensi menjangkau Laut Papua di wilayah Koarmada III.
Indonesia juga akan kedatangan KRI Prabu Siliwangi-321 pada Januari 2026, hasil kontrak senilai 1,18 miliar euro dengan Fincantieri, Italia. Kapal ini akan ditempatkan di Koarmada I, yang mengawal wilayah barat Indonesia, termasuk Selat Malaka dan Laut China Selatan.
Ali menegaskan bahwa langkah-langkah ini merupakan respons terhadap dinamika global, kemajuan teknologi, dan ketidakpastian strategis. “Upaya ini adalah dedikasi TNI AL untuk mewujudkan visi angkatan laut yang modern, berdaya gentar di kawasan, dan berproyeksi global,” katanya.
Tantangan ke Depan
Peneliti Institute for Security and Strategic Studies (ISESS), Khairul Fahmi, menilai TNI AL telah menunjukkan lompatan besar dari kapal rampasan di masa kemerdekaan menjadi kekuatan maritim modern. Namun, tantangan besar masih menanti, terutama kesenjangan antara luasnya perairan Indonesia—0,3 juta km² wilayah teritorial dan 2,8 juta km² zona ekonomi eksklusif—dengan keterbatasan jumlah dan kualitas alutsista.
Khairul menyoroti bahwa jumlah kapal perang, kapal selam, dan armada udara maritim masih terbatas, dengan tantangan tambahan pada perawatan dan kesiapan operasional. Penguatan sumber daya manusia (SDM) juga krusial, mengingat alutsista modern membutuhkan prajurit yang terampil dalam teknologi canggih. Ia menyarankan empat langkah: menuntaskan peta jalan modernisasi, memperkuat SDM, meningkatkan diplomasi maritim, dan membangun kemandirian industri pertahanan di luar BUMN.
Wakil Ketua Komisi I DPR, Dave Laksono, menambahkan bahwa peran TNI AL tidak hanya terbatas pada operasi militer, tetapi juga misi kemanusiaan, penegakan hukum di laut, dan diplomasi pertahanan. “HUT ke-80 ini bukan sekadar refleksi, tetapi peneguhan komitmen untuk menjadikan TNI AL tangguh, profesional, dan disegani,” ujarnya.
Soliditas dan Profesionalisme
Di akhir amanatnya, Laksamana Ali menekankan pentingnya soliditas dan profesionalisme prajurit Jalasena Samudera. “Modernisasi alutsista tidak akan berarti tanpa prajurit yang solid,” tegasnya. HUT ke-80 menjadi momentum untuk memperkuat komitmen TNI AL dalam menjaga kedaulatan maritim Indonesia menuju visi Indonesia Emas 2045. (FG12)