Hari Kesempurnaan Islam: Saat Arafah Menjadi Saksi Turunnya Ayat Terbesar -->

Header Menu

Hari Kesempurnaan Islam: Saat Arafah Menjadi Saksi Turunnya Ayat Terbesar

Jurnalkitaplus
06/10/25

Gambar hanya ilustrasi


Jurnalkitaplus - Ada satu kisah menarik antara Umar bin Khattab r.a. dan seorang Yahudi yang sering jadi bahan renungan dalam sejarah Islam. Suatu hari, Yahudi itu berkata kepada Umar, “Wahai Amirul Mukminin, ada satu ayat dalam kitabmu yang jika diturunkan kepada kami, niscaya kami akan menjadikan hari itu sebagai hari raya.”


Umar pun penasaran, “Ayat yang mana?”

Si Yahudi menjawab, ayat dari surah Al-Maidah ayat 3:


"Hari ini telah Aku sempurnakan untukmu agamamu, Aku lengkapkan nikmat-Ku atasmu, dan Aku ridai Islam sebagai agamamu.”


Umar tersenyum. Ia menjawab penuh keyakinan, “Kami tahu hari dan tempat turunnya ayat itu. Yaitu ketika Nabi ﷺ sedang berdiri di Padang Arafah, pada hari Jumat, saat Haji Wada’.”


Momentum Arafah dan Jumat: Dua Hari Penuh Kemuliaan


Bayangkan suasananya — jutaan jamaah haji berkumpul di Arafah, langit Mekkah membentang cerah, Rasulullah ﷺ berdiri di atas unta, menyampaikan khutbah terakhir dalam hidupnya. Saat itulah ayat suci itu turun.


Hari itu bukan hari biasa.

Arafah adalah puncak ibadah haji, dan Jumat adalah hari terbaik dalam sepekan. Ketika dua kemuliaan bertemu, Allah menurunkan firman yang mengabarkan kesempurnaan agama Islam.


 Islam Telah Sempurna, Tak Perlu Ditambah atau Dikurang


Makna dari ayat ini sungguh dalam.

Hari ini telah Aku sempurnakan agamamu…” — artinya Islam sudah lengkap. Tak ada lagi syariat besar yang belum dijelaskan. Semua prinsip hidup, ibadah, dan nilai moral telah Allah turunkan melalui Rasulullah ﷺ.


…Aku lengkapkan nikmat-Ku atasmu…” — nikmat terbesar bukan harta, bukan jabatan, tapi nikmat petunjuk dan keimanan.


…Aku ridai Islam sebagai agamamu.” — ini pengumuman cinta dari Allah. Bahwa Islam adalah jalan hidup yang diridai-Nya hingga akhir zaman.


Karena itu, tidak perlu ada “versi revisi” atau “update” terhadap ajaran Islam. Ia sudah final dan sempurna sejak hari itu.


Pelajaran dari Umar r.a.


Umar bin Khattab tidak hanya tahu isi ayat, tapi juga memahami konteks sejarah dan maknanya. Ia ingin menegaskan, bahwa Islam tidak hanya turun di waktu mulia, tapi juga disampaikan dengan cara yang mulia.


Ketika Yahudi berkata, “Kami akan jadikan hari itu hari raya,” Umar menjawab dengan kebijaksanaan — bahwa dalam Islam, hari itu memang sudah menjadi hari raya, yakni Idul Adha, yang bertepatan dengan Hari Arafah.



Hari Raya yang Sesungguhnya


Hari turunnya ayat “Al-Yauma Akmaltu” bukan sekadar peristiwa sejarah, tapi tanda cinta Allah kepada umat Islam.

Ia mengingatkan kita, bahwa agama ini sudah sempurna. Tugas kita bukan menciptakan hal baru, tapi menjalani dan menjaga kesempurnaan itu dengan amal dan keikhlasan.


Seperti kata para ulama:


 “Siapa yang mencari jalan hidup di luar Islam, maka ia telah meninggalkan kesempurnaan yang sudah Allah sempurnakan.”


Maka, setiap kali kita beribadah, bersyukur, dan memegang teguh Islam, sejatinya kita sedang merayakan hari raya terbesar — hari ketika Allah menurunkan ayat:


 “Al-yauma akmaltu lakum dinakum…


Diambil dari Hadist Bukhari Muslim dalam Kitab Al-Lu'lu' wal Marjan