Meteor Merentang di Langit Jawa: Cirebon Gempar, Laut Jawa Diduga Titik Jatuh -->

Header Menu

Meteor Merentang di Langit Jawa: Cirebon Gempar, Laut Jawa Diduga Titik Jatuh

Jurnalkitaplus
07/10/25



Jurnalkitaplus - Pada Minggu petang, 5 Oktober 2025 sekitar pukul 18.35 WIB, warga Cirebon dan sekitarnya dibuat terkejut oleh munculnya cahaya merah melesat membelah langit disertai dentuman keras. Beberapa dari mereka sempat mengira suara itu berasal dari ledakan di jalan raya atau ban kendaraan meletus. 

Data sensor BMKG di Cirebon mencatat getaran seismik sekitar pukul 18.39 WIB yang konsisten dengan momen dentuman. Di pos pengamatan Gunung Ciremai, alat Badan Geologi merekam detik-detik dentuman tersebut, namun ditegaskan bahwa kejadian itu tidak berkaitan dengan aktivitas vulkanik Ciremai. 


Dugaan Meteor: Analisis Ahli

Berdasarkan berbagai laporan, rekaman CCTV, dan analisis dari pakar astronomi, peristiwa tersebut diduga sebagai meteor besar yang melintasi atmosfer Bumi, memunculkan fenomena bola api dan gelombang kejut. Menurut Marufin Sudibyo (ketua tim ahli BHRD Kebumen), lintasan meteor itu sepanjang sekitar 70 km, bermula dari atas Cirebon, melewati Brebes, dan berakhir di utara Kota Tegal, diduga jatuh ke perairan laut Jawa utara Tegal. 

Ia memperkirakan meteor tersebut memiliki diameter sekitar 1 meter dan massa kurang lebih 2 ton. Namun sebagian besar benda tersebut kemungkinan hancur di ketinggian sekitar 40 km dari permukaan laut, menyisakan kemungkinan serpihan berukuran kecil (< 10 kg) bila sampai ke bumi. Dalam skenario tersebut, risiko kerusakan ke daratan sangat rendah. 

Thomas Djamaluddin dari BRIN menyebut bahwa meteor ini tampaknya hanyalah salah satu dari sekian banyak meteoroid kecil yang memasuki atmosfer Bumi setiap harinya — fenomena tersebut memang normal secara astronomi, meski efeknya menjadi spektakuler jika benda cukup besar. 


Kerentanan Indonesia terhadap Kejatuhan Benda Antariksa

Peristiwa meteor di Cirebon ini sekaligus menggarisbawahi kerentanan wilayah Indonesia terhadap jatuhan benda antariksa—meskipun peluang dampak merusak tetap sangat kecil. Dalam artikel Kompas yang menyoroti fenomena ini, disebut bahwa Indonesia sebagai negara kepulauan memiliki area laut yang sangat luas, sehingga meteor atau serpihannya lebih mungkin jatuh ke laut daripada ke permukiman ramai. 

Thomas Djamaluddin menekankan bahwa waktu dan titik jatuh meteor tidak dapat diprediksi, karena orbit meteoroid bersifat acak dan tak teratur ketika berinteraksi dengan tarikan gravitasi Bumi. Dia juga menyebut bahwa peristiwa meteor besar pernah terjadi sebelumnya di Indonesia, misalnya di Teluk Bone (Sulawesi) pada 2009, ketika meteor meledak di udara dengan efek gelombang kejut yang terasa cukup luas. 

Kompas juga menyebut bahwa sensor seismik BMKG Cirebon dengan kode ACJM mencatat getaran signifikan sebagai bukti pendukung fenomena ini.  (FG12)