TNI dan Rakyat: Antara Idealisme dan Tantangan Zaman -->

Header Menu

TNI dan Rakyat: Antara Idealisme dan Tantangan Zaman

Jurnalkitaplus
06/10/25



Jurnalkitaplus - Ungkapan “Dari Rakyat, TNI untuk Rakyat” bukan sekadar slogan seremonial yang digaungkan setiap HUT TNI. Kalimat ini sejatinya menjadi napas dan identitas sejati Tentara Nasional Indonesia (TNI) — bahwa mereka lahir dari rakyat, berjuang untuk rakyat, dan harus selalu berdiri bersama rakyat.


Namun, di tengah dinamika politik dan sosial masa kini, makna kalimat tersebut kembali diuji. Apakah TNI benar-benar masih menjadi bagian dari rakyat? Atau mulai menjauh karena kepentingan dan peran yang melebar?


Jejak Sejarah dan Pelajaran Orde Baru


Pada masa Orde Baru, TNI (waktu itu ABRI) memiliki peran ganda atau yang dikenal sebagai dwifungsi. Selain menjaga pertahanan, militer juga terlibat dalam urusan politik dan pemerintahan. Akibatnya, muncul dominasi militer di banyak bidang, mulai dari birokrasi hingga ekonomi.


Pasca-Reformasi 1998, masyarakat menuntut perubahan. TNI diminta kembali ke jati dirinya: fokus pada pertahanan negara dan tidak lagi ikut campur dalam urusan sipil. Reformasi menjadi momentum besar untuk membangun kembali kepercayaan publik, menegaskan bahwa militer adalah alat negara, bukan alat kekuasaan.


Tantangan Kekinian: Antara Loyalitas dan Keterbukaan


Kini, dua dekade lebih setelah reformasi, TNI menghadapi tantangan baru. Bukan lagi soal politik praktis, tapi tentang posisi dan perannya di tengah masyarakat yang semakin kritis.


Kehadiran TNI dalam operasi keamanan dalam negeri, penanganan konflik daerah, hingga program pembangunan, kadang menimbulkan pertanyaan: apakah ini bentuk pengabdian kepada rakyat, atau justru langkah mundur menuju masa lalu?


Isu-isu seperti pelanggaran HAM, transparansi anggaran, dan keterlibatan dalam urusan sipil menjadi ujian nyata. Ideal “TNI untuk rakyat” akan kehilangan maknanya jika rakyat justru merasa takut atau terpinggirkan oleh kehadiran aparat bersenjata.


Peran Publik dan Supremasi Sipil


Supremasi sipil adalah prinsip utama dalam negara demokratis: bahwa militer tunduk pada otoritas sipil yang sah. Karena itu, peran masyarakat sipil, media, dan lembaga pengawas sangat penting untuk menjaga agar TNI tetap berada di jalur profesionalisme.


Ketika masyarakat ikut mengawasi, mengkritisi, dan memberi masukan, TNI tidak akan kehilangan arah. Sebaliknya, kepercayaan publik justru tumbuh karena keterbukaan dan kemauan untuk berubah.


Menjaga Jati Diri TNI


Pada akhirnya, TNI adalah bagian dari rakyat — bukan di atas rakyat. Idealisme “Dari Rakyat, Untuk Rakyat” harus terus dihidupkan dalam setiap tindakan, kebijakan, dan misi kemanusiaan.


TNI kuat bukan karena senjata, tetapi karena kepercayaan rakyat. Dan kepercayaan itu hanya akan tumbuh jika TNI setia pada prinsip awalnya: mengabdi, melindungi, dan menjadi penjaga kedaulatan, bukan penguasa di tengah rakyatnya sendiri. (FG12)


Kompas