Dana Desa Rawan Korupsi: Aturan 'Impunitas' dan Celah Hukum Jadi Sorotan -->

Header Menu

Dana Desa Rawan Korupsi: Aturan 'Impunitas' dan Celah Hukum Jadi Sorotan

Jurnalkitaplus
31/10/25



Jurnalkitaplus - Isu impunitas atau kekebalan dari hukuman bagi pelaku korupsi dana desa kembali mencuat, seiring maraknya penyelewengan di tingkat desa. Para pejabat desa ditengarai memanfaatkan celah hukum dan aturan tertentu yang membuat korupsi tumbuh subur.


Sorotan utama tertuju pada dugaan dampak dari Nota Kesepahaman antara aparat penegak hukum (APH) dengan pemerintah terkait pengawasan dana desa. Meskipun tujuannya adalah meminimalisir kriminalisasi kepala desa karena kesalahan administrasi, penerapannya di lapangan dituding menjadi karpet merah bagi praktik rasuah.


Celah Administratif Jadi Pelindung?


Beberapa sumber menyebut bahwa Nota Kesepahaman (MoU) tersebut memuat ketentuan yang memungkinkan Aparat Pengawas Intern Pemerintah (APIP) atau Inspektorat Daerah untuk menentukan apakah suatu laporan merupakan indikasi korupsi atau sekadar kesalahan administrasi atau pidana.


Merujuk praktik di lapangan banyak kasus hanya berujung pada penyelesaian administratif tanpa proses pidana, sehingga banyak koruptor dana desa lolos dari jeratan hukum karena kerja sama dengan BPMD dan Inspektorat Daerah.


Implikasinya, pengembalian uang hasil korupsi seringkali disalahartikan seolah-olah menghapus upaya pemidanaan. Padahal, secara hukum, Pasal 4 undang-undang secara tegas menyatakan bahwa pengembalian kerugian negara tidak menghapus tindak pidana korupsi.


Modus dan Kasus Terbaru


Penyelewengan Dana Desa memiliki beragam modus, antara lain:


Rekening Fiktif: Merekayasa rekening atas nama warga untuk menampung dana desa.


Kegiatan Fiktif: Mencatat proyek atau kegiatan yang tidak pernah terealisasi (SPJ Fiktif).


Mark-Up Anggaran: Menaikkan harga barang/jasa jauh di atas harga pasar.


Pencairan Tanpa Kegiatan: Mencairkan uang melalui bendahara atau pihak ketiga tanpa ada pelaksanaan fisik di lapangan.


Kasus terbaru yang mencuat di Desa Rawa Panjang, Kabupaten Bogor, menunjukkan pejabat desa diduga merekayasa rekening warga dan kegiatan fiktif pos pelayanan terpadu. Warga yang namanya dicatut bahkan mengaku tidak tahu menahu.


Desakan untuk Pencabutan Aturan


Mengingat banyaknya kasus kepala desa yang lolos dari hukuman penjara dan bahkan terpilih kembali pasca-penyelewengan yang diselesaikan secara administratif, muncul desakan agar Nota Kesepahaman tersebut dievaluasi, bahkan dicabut.


Pemerintah dan lembaga terkait didorong untuk memperkuat pengawasan dengan melibatkan masyarakat dan menerapkan pelaporan digital, serta fokus pada pencegahan dan peningkatan kapasitas administrasi desa agar pengelolaan dana desa benar-benar tepat sasaran untuk pembangunan dan kesejahteraan masyarakat. (FG12)