Jurnalkitapus - Tanggal 28 Oktober setiap tahunnya selalu punya makna khusus untuk bangsa Indonesia. Hari itu kita mengenang peristiwa besar tahun 1928 yang dikenal dengan Sumpah Pemuda. Sebuah momen di mana pemuda-pemudi dari berbagai daerah, suku, dan bahasa di Indonesia berkumpul dan mengikrarkan tiga janji sederhana tapi dahsyat: bertumpah darah yang satu, berbangsa yang satu, dan menjunjung bahasa persatuan, Bahasa Indonesia.
Kalau dipikir-pikir, keren banget sih. Bayangin aja, di zaman ketika belum ada Instagram, Twitter, bahkan WhatsApp, anak-anak muda dari berbagai penjuru Nusantara sudah bisa nyatuin suara. Padahal mereka datang dari latar belakang berbeda-beda. Ada yang Jawa, Batak, Bugis, Minang, Ambon, Papua, sampai Bali. Tapi semangat mereka satu: Indonesia.
Lalu, pertanyaannya: Generasi Z yang hidup di era digital sekarang, masih relevan nggak sih sama semangat Sumpah Pemuda itu?
Pemuda 1928 vs Gen Z 2025: Beda Zaman, Sama Tantangan?
Kalau dibandingkan, pemuda tahun 1928 sama kita di 2025 ini jelas beda banget kondisinya. Dulu mereka berjuang ngumpul lewat kongres pemuda, bawa ide dan visi besar tentang kemerdekaan. Sedangkan kita sekarang hidup di dunia yang super instan. Mau cari informasi tinggal buka Google, mau diskusi tinggal bikin Zoom, mau protes tinggal trending-kan hashtag di Twitter/X.
Tapi jangan salah, walaupun kelihatan gampang, tantangan kita juga nggak kalah berat. Kalau dulu tantangan pemuda adalah melawan penjajahan, sekarang tantangan kita lebih ke arah penjajahan gaya baru: hoaks, intoleransi, perpecahan, budaya instan, sampai rasa minder karena kebanyakan bandingin diri sama orang lain di sosial media.
Nah, di sinilah semangat “Satu Nusa, Satu Bangsa, Satu Bahasa” tetap relevan. Artinya, walaupun kita beda-beda, kita masih harus punya satu tujuan: bikin Indonesia maju, adil, dan nggak ketinggalan dari bangsa lain.
Bahasa Persatuan vs Bahasa Gaul
Salah satu poin paling keren dari Sumpah Pemuda adalah soal bahasa persatuan: Bahasa Indonesia. Dulu, ini keputusan yang super visioner. Bayangin aja, banyak banget bahasa daerah di Indonesia, tapi mereka sepakat pilih satu bahasa biar semua bisa nyambung.
Sekarang, Bahasa Indonesia memang sudah jadi bahasa resmi, tapi realitanya, Gen Z sering banget campur-campur bahasa. Kadang ada yang full English, kadang bahasa gaul Jakarta, kadang pakai logat daerah. Contoh, “Gue lagi healing nih, abis overthinking, vibes-nya udah nggak safe.”
Nggak ada yang salah sih, itu tanda kreativitas bahasa berkembang. Tapi jangan sampai kita lupa, bahwa bahasa Indonesia itu jembatan yang nyatuin kita semua. Kalau kita terlalu asing sama bahasa sendiri, lama-lama kita bisa kehilangan jati diri. Jadi, pakai bahasa gaul boleh, bahasa Inggris penting, tapi jangan lupakan bahasa Indonesia sebagai identitas.
Dari TikTok ke Lapangan Nyata: Aksi Nyata Pemuda
Generasi Z dikenal kreatif, inovatif, dan melek digital. Kita gampang banget bikin konten viral di TikTok atau Instagram. Tapi, kalau Sumpah Pemuda 1928 diwujudkan dalam aksi nyata di lapangan, bagaimana dengan kita sekarang? Apakah perjuangan kita cuma berhenti di “postingan” dan “caption inspiratif”?
Misalnya, kita sering lihat isu lingkungan trending di medsos, tapi apakah kita juga ikut aksi nyata kayak ngurangin sampah plastik atau nanem pohon? Kita sering ngomongin soal persatuan, tapi di dunia nyata masih suka ngejek orang karena beda suku, agama, atau gaya hidup.
Sumpah Pemuda 2025 seharusnya bukan cuma jadi hashtag atau quotes keren, tapi juga jadi aksi nyata. Dari hal kecil: mulai menghargai perbedaan teman, berani speak up kalau ada intoleransi, sampai aktif bikin gerakan positif di lingkungan sekitar.
Persatuan di Era Digital: Satu Timeline, Banyak Perbedaan
Kalau dulu pemuda-pemudi bersatu di kongres, sekarang kita bersatu di timeline media sosial. Tapi masalahnya, timeline itu gampang banget jadi tempat konflik. Ada yang ribut soal politik, beda pilihan idol K-pop, bahkan hal receh kayak tim bubur diaduk vs nggak diaduk bisa bikin perang komentar.
Padahal, perbedaan itu harusnya bikin kita kuat, bukan pecah. Sumpah Pemuda ngajarin kita bahwa bersatu itu bukan berarti sama semua, tapi justru bisa saling melengkapi.
Generasi Z punya kelebihan besar: kita adalah generasi yang paling melek teknologi. Kalau kita bisa gunakan teknologi untuk menyebarkan semangat persatuan, itu akan jadi kekuatan luar biasa. Bayangin, kalau pemuda 1928 cuma ratusan orang, sekarang pemuda Indonesia ada jutaan, dan semuanya bisa terkoneksi dalam hitungan detik.
Jadi, kenapa nggak kita pakai kekuatan itu buat bikin narasi positif tentang Indonesia? Daripada ribut nggak jelas, lebih baik bikin konten kreatif tentang budaya daerah, semangat toleransi, atau inovasi keren anak bangsa.
Sumpah Pemuda 2025: Versi Kita
Kalau kita bikin versi kekinian dari Sumpah Pemuda, mungkin bunyinya bisa kayak gini:
1. Kami, generasi muda Indonesia, berkomitmen menjaga satu bumi dan satu lingkungan untuk masa depan bersama.
2. Kami, generasi muda Indonesia, berjuang bersama lewat kreativitas, inovasi, dan kolaborasi tanpa batas.
3. Kami, generasi muda Indonesia, menjunjung bahasa persatuan, Bahasa Indonesia, tanpa melupakan bahasa daerah dan bahasa global.
Keren kan? Dengan versi ini, kita bisa nyambungin nilai lama dengan realita sekarang. Karena yang terpenting bukan sekadar menghafal isi Sumpah Pemuda, tapi menghidupinya di zaman ini.
Penutup: Masihkah Kita Satu Suara?
Pertanyaan terbesar buat kita, generasi Z, adalah: apakah kita masih bisa satu suara kayak pemuda 1928?
Jawabannya: bisa banget, asal kita mau. Kita mungkin nggak lagi angkat senjata atau melawan penjajah, tapi kita harus berani melawan musuh-musuh zaman ini: malas, cuek, egois, intoleran, dan apatis.
Sumpah Pemuda bukan cuma sejarah, tapi juga pengingat bahwa perubahan besar selalu dimulai dari anak muda. Dulu mereka berani melawan penjajah, sekarang giliran kita berani melawan ketidakpedulian. Karena kalau bukan kita, siapa lagi? Kalau bukan sekarang, kapan lagi?
Jadi, di Hari Sumpah Pemuda ini, yuk kita buktikan bahwa generasi Z nggak cuma bisa bikin trend viral, tapi juga bisa bikin Indonesia lebih hebat. Dari timeline ke dunia nyata, dari caption ke aksi nyata, mari kita wujudkan semangat persatuan dengan cara kita.
Selamat Hari Sumpah Pemuda! Mari tetap satu nusa, satu bangsa, satu bahasa, tapi dengan semangat yang lebih fresh, lebih kreatif, dan lebih relevan untuk zaman ini. (MWM – 35)
Sumber :
1. Kementerian Pemuda dan Olahraga Republik Indonesia. Sejarah Hari Sumpah Pemuda. https://www.kemenpora.go.id
2. Arsip Nasional Republik Indonesia. Dokumen Kongres Pemuda II Tahun 1928. https://anri.go.id
3. Kompas.com. Relevansi Sumpah Pemuda di Era Digital bagi Generasi Z. https://www.kompas.com

