Jurnalkitaplus – Dalam sebuah acara silaturahmi rutin online yang diselenggarakan oleh Lembaga Pemberdayaan Perempuan Paguyuban Reksa Mahardhika Utama pada pertengahan Oktober ini, tema yang diangkat dan menjadi sorotan adalah sifat mulia yang dimiliki oleh istri-istri Nabi Muhammad ﷺ: qana‘ah. Sifat ini diyakini sebagai kunci utama untuk mencapai ketenangan, kedamaian, dan solusi untuk mengatasi berbagai konflik, baik dalam skala rumah tangga maupun negara.
Memahami Makna Qana‘ah
Penceramah Ust. A. Halimi dalam materi berjudul “Istri Nabi yang Qana‘ah” menjelaskan, kata qana‘ah (قناعة) sendiri berasal dari bahasa Arab, dari akar kata kerja قنع – يقنع – قنعًا – قناعةً – قنعانًا, yang memiliki arti dasar ridha, rela, atau suka menerima apa yang telah dibagikan kepadanya.
“Jadi, qana‘ah merupakan sikap ridha, rela, menerima, dan merasa cukup atas pemberian suami maupun Allah Swt. Istri yang memiliki sifat qana‘ah tidak bersikap tamak, serta senantiasa bersyukur atas rezeki yang diberikan, meskipun dalam jumlah yang sedikit,” jelasnya melalui aplikasi Gmeet.
Sifat ini membawa dampak luar biasa bagi kehidupan seorang istri dan rumah tangga. Istri-istri yang qana‘ah akan merasakan:
- Ketenangan dan ketentraman batin.
- Kenyamanan dan keamanan dalam berumah tangga.
- Kedamaian, kesehatan, kesejahteraan, dan kebahagiaan yang sempurna atas apa yang dimiliki.
Hal ini dapat dicapai tanpa harus membanding-bandingkan dengan orang lain. Mereka tetap berusaha dengan sungguh-sungguh tanpa menghalalkan segala cara, serta selalu bertawakal kepada Allah Swt.
Qana‘ah sebagai Solusi Konflik
Lebih jauh, disampaikan bahwa sifat qana‘ah pada diri seorang istri bukan hanya bermanfaat bagi dirinya dan keluarga, melainkan merupakan salah satu solusi fundamental untuk mengatasi berbagai konflik dalam rumah tangga, masyarakat, bangsa, dan negara.
Untuk memperkuat pemahaman tentang sikap rela dan menerima ketentuan, penceramah mengajak hadirin merenungi firman Allah Swt. dalam Surah Al-Baqarah ayat 216:
كُتِبَ عَلَيْكُمُ ٱلْقِتَالُ وَهُوَ كُرْهٌۭ لَّكُمْ \ۖ وَعَسَىٰٓ أَن تَكْرَهُوا۟ شَيْـًۭٔا وَهُوَ خَيْرٌۭ لَّكُمْ \ۖ وَعَسَىٰٓ أَن تُحِبُّوا۟ شَيْـًۭٔا وَهُوَ شَرٌّۭ لَّكُمْ \ۗ وَٱللَّهُ يَعْلَمُ وَأَنتُمْ لَا تَعْلَمُونَ
Artinya:
“Diwajibkan atas kamu berperang, padahal itu sesuatu yang kamu benci. Tetapi boleh jadi kamu membenci sesuatu, padahal ia baik bagimu; dan boleh jadi kamu menyukai sesuatu, padahal ia buruk bagimu. Allah mengetahui, sedang kamu tidak mengetahui.” (QS. Al-Baqarah [2]: 216)
Ayat ini, meskipun membahas tentang kewajiban berperang (jihad), mengandung prinsip mendalam tentang menerima ketentuan Allah. Prinsip inilah yang menjadi landasan sifat qana‘ah.
Peran Perempuan dalam Perjuangan (Jihad)
Mendalami konteks ayat tentang perang, penceramah menjelaskan bahwa perang adalah upaya mempertahankan diri, rumah tangga, keluarga, masyarakat, bangsa, agama, dan negara dari berbagai bentuk serangan yang dapat menghancurkan. Perang juga berarti melindungi kebebasan berdakwah dan menegakkan kebenaran serta keadilan.
Namun, ditekankan bahwa perang fisik adalah cara terakhir. Tujuan utama jihad adalah memperkuat cinta damai dan melarang keras tindakan melampaui batas, seperti menyerang perempuan, anak-anak, maupun orang tua.
Lantas, di mana letak kewajiban berjuang (jihad) bagi seorang perempuan?
Lebih lanjut, Ust. A. Halimi mengatakan bahwa perang merupakan kewajiban bagi setiap orang beriman, dan siapa pun yang merasa beriman—baik laki-laki maupun perempuan—memiliki kewajiban untuk berjuang di jalan Allah. Namun, ia menambahkan bahwa perang fisik di medan tempur dengan mengangkat senjata adalah tugas kaum laki-laki.
Adapun perjuangan seorang perempuan adalah dengan:
1. Menanamkan kesadaran dan menumbuhkan nilai-nilai kemanusiaan.
2. Menjadi sosok yang penuh qana‘ah (menerima dan bersyukur).
3. Menjadi sosok yang ‘afifah (teguh dalam menjaga kehormatan).
4. Menjadi sosok yang ghalīmah (sangat mencintai suaminya dan penuh kasih sayang).
Hal ini sejalan dengan sabda Nabi Muhammad ﷺ:
خَيْرُ نِسَائِكُمُ الْعَفِيفَةُ الْغَلِيمَةُ، عَفِيفَةٌ فِي فَرْجِهَا، غَلِيمَةٌ عَلَىٰ زَوْجِهَ
الديلمي عن أنس
Artinya:
“Sebaik-baik wanita di antara kalian adalah yang menjaga kehormatannya (‘afīfah) dan penuh kasih sayang kepada suaminya (ghalīmah).”
Sifat qana‘ah inilah yang menjadi benteng pertama perempuan dalam perjuangannya membangun peradaban, mewujudkan ketenangan keluarga, dan pada akhirnya, menciptakan kedamaian bagi bangsa dan negara.
(Intisari taushiyah Ust. A. Halimi pada silaturahim LP2 Reksa Mahardhika Utama pertengahan Oktober, melalui aplikasi Gmeet)

