JURNALKITAPLUS - Pertumbuhan kredit perbankan Indonesia pada September 2025
kembali melambat, terutama di segmen Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM)
yang hampir stagnan dengan meningkatnya risiko kredit macet. Otoritas Jasa
Keuangan (OJK) mencatat penyaluran kredit perbankan sebesar Rp 8.163 triliun,
tumbuh 7,7% secara tahunan, namun perlambatan mencapai 315 basis poin
dibandingkan tahun sebelumnya.
Kredit UMKM hanya tumbuh 0,23%, sangat jauh di bawah kredit korporasi yang
tumbuh 11,53%. Kondisi ini diperparah oleh kenaikan rasio kredit macet
(Non-Performing Loan/NPL) UMKM yang mendekati batas aman sebesar 5%. Pada Juni
2025, NPL UMKM tercatat 4,41%, naik dari 4,05% tahun sebelumnya, dan pada
Agustus 2025 bahkan mencapai 4,7%.
Sementara itu, kredit investasi menjadi tumpuan pertumbuhan perbankan dengan
kenaikan signifikan sebesar 15,18%, diikuti kredit konsumsi yang tumbuh 7,42%.
Namun, kredit modal kerja hanya naik tipis 3,37%. Data Bank Indonesia
memperlihatkan bahwa penyaluran kredit UMKM juga melambat sesuai tren OJK,
dengan pertumbuhan hanya 0,2% pada September 2025.
Untuk mengatasi risiko kredit macet pada UMKM, OJK mengusulkan perpanjangan
kebijakan penghapusan kredit macet yang sebelumnya diatur dalam Peraturan
Pemerintah Nomor 47 Tahun 2024. Kebijakan ini telah memfasilitasi
restrukturisasi utang UMKM senilai Rp 2,7 triliun dari sekitar 67.668 debitur.
Namun, realisasi penghapusan baru mencapai Rp 486,10 miliar hingga April 2025.
Selain itu, Bank Indonesia memperkuat dorongan kredit dengan skema Kebijakan
Insentif Likuiditas Makroprudensial (KLM) baru mulai 1 Desember 2025. Insentif
yang telah tersalurkan mencapai Rp 393 triliun dan ditujukan untuk mendorong
kredit di sektor prioritas termasuk UMKM, dengan insentif maksimal 5,5% dari
Dana Pihak Ketiga.
Perlambatan pertumbuhan kredit UMKM dengan risiko NPL yang meningkat menjadi
perhatian utama perbankan dan regulator, yang terus mencari solusi agar UMKM
bisa tumbuh berkelanjutan sekaligus menjaga kesehatan perbankan nasional.
(FG12)

