Jurnalkitaplus - Kasus dugaan korupsi pajak yang menyeret pejabat dan konglomerat besar kembali mencuri perhatian publik. Kejaksaan Agung resmi mengajukan pencekalan terhadap lima orang dalam penyidikan dugaan praktik memperkecil kewajiban pajak perusahaan periode 2016–2020. Dua nama paling mencolok: mantan Dirjen Pajak Ken Dwijugiasteadi dan Direktur Utama PT Djarum Victor Rachmat Hartono.
Langkah Kejagung ini mendapat apresiasi luas, termasuk dari Center for Indonesia Taxation Analysis (CITA). Pengamat pajak Fajry Akbar menyebut tindakan tersebut sebagai bukti bahwa penegakan hukum tidak boleh tebang pilih. Menurutnya, mencekal figur-figur “prominent” merupakan sinyal kuat bahwa siapa pun dapat tersentuh hukum bila diduga terlibat pelanggaran.
Fajry menegaskan bahwa upaya seperti ini harus melahirkan efek jera, bukan hanya untuk pejabat di lingkungan Direktorat Jenderal Pajak, tetapi juga bagi korporasi yang selama ini dianggap “kebal”. Ia mengingatkan, kasus ini harus menjadi momentum memperbaiki sistem perpajakan agar praktik manipulatif tidak kembali terjadi.
Pencekalan berlaku sejak 14 November 2025 hingga 14 Mei 2026, dan dapat diperpanjang sesuai kebutuhan penyidikan. Selain Ken dan Victor, tiga nama lain yang dicekal adalah Bernadette Ning Dijah Prananingrum (Kepala KPP Madya Dua Semarang), Heru Budijanto Prabowo (Komisaris PT Graha Padma Internusa, anak usaha Grup Djarum), dan Karl Layman (Pemeriksa Pajak Muda Ditjen Pajak).
Kejagung menilai langkah ini penting agar pihak-pihak terkait tidak melarikan diri atau menghambat penyidikan. Kasus ini sendiri berkaitan dengan dugaan praktik memperkecil pembayaran pajak melalui kerja sama oknum DJP dan perusahaan.
Dengan menyeret nama besar seperti Djarum dan pejabat puncak Ditjen Pajak, publik kini menanti keseriusan aparat penegak hukum untuk menuntaskan kasus ini secara transparan dan berkeadilan, tanpa intervensi, tanpa kompromi. (FG12)

