Jurnalkitaplus - Fenomena kekurangan guru bimbingan konseling (BK) di sekolah-sekolah Indonesia semakin mengkhawatirkan. Saat ini, data dari Asosiasi Bimbingan dan Konseling Indonesia (ABKIN) dan kemendikbudristek, Indonesia hanya memiliki sekitar 58 ribu guru BK, jauh dari kebutuhan ideal yang mencapai 300 ribu guru untuk melayani 45 juta siswa dari SD hingga SMA. Rasio guru BK terhadap siswa mencapai 1:570, hampir empat kali lipat dari standar 1:150, sehingga layanan konseling bagi siswa sangat terbatas dan tidak memadai untuk mengatasi persoalan psikososial mereka.
Menanggapi krisis ini, Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah mengeluarkan Permendikdasmen Nomor 11 Tahun 2025 yang mewajibkan setiap guru SMP dan SMA/SMK menjadi guru wali, dengan tugas tidak hanya mengajar tapi juga melakukan fungsi konseling dasar dan pendampingan perkembangan siswa. Guru wali dibekali tujuh jurus penting, mulai dari mengenali potensi murid hingga membangun ketangguhan mental, menjalin komunikasi empatik, serta mendisiplinkan secara positif. Namun, solusi ini menimbulkan beban tambahan yang signifikan bagi guru yang sudah padat jadwal mengajar dan administrasi.
Kebijakan ini memang membuka harapan bagi sekolah yang kekurangan guru BK, menyasar aspek perkembangan karakter dan emosi siswa secara lebih luas melalui peran guru wali yang intensif dan berkelanjutan. Namun, sisi lain yang tak kalah penting adalah kebutuhan dukungan sistemik dan insentif yang memadai untuk guru. Tanpa itu, risiko kelelahan guru dan penurunan kualitas pengajaran bisa jadi konsekuensi yang sulit dihindari.
Inovasi metode konseling lewat komunikasi daring, termasuk WhatsApp, menjadi alternatif untuk menjangkau siswa secara fleksibel dan nyaman. Meski demikian, beban psikologis dan tanggung jawab tambahan yang harus dipikul para guru wali perlu mendapat perhatian serius dari pemerintah dan institusi pendidikan agar tak menjadi persoalan baru yang berujung pada penurunan profesionalisme guru.
Dengan latar belakang ini, kebijakan penugasan guru wali sebagai solusi darurat kekurangan guru BK memang krusial tapi harus diimbangi dengan perbaikan kapasitas guru, kewenangan, tunjangan, dan pengaturan beban kerja yang adil agar tujuan pembinaan siswa holistik bisa benar-benar tercapai. Krisis guru BK tidak cukup hanya diatasi dengan pembebanan tugas baru tanpa dukungan menyeluruh dari berbagai pihak. (FG12)

