Upaya membangun kualitas manusia kembali ditegaskan melalui refleksi, atas firman Allah dalam Ar-Rum ayat 41 bahwa kerusakan telah tampak di darat dan laut:
ظَهَرَ الْفَسَا دُ فِى الْبَرِّ وَا لْبَحْرِ بِمَا كَسَبَتْ اَيْدِى النَّا سِ لِيُذِيْقَهُمْ بَعْضَ الَّذِيْ عَمِلُوْا لَعَلَّهُمْ يَرْجِعُوْنَ
"Telah tampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan perbuatan tangan manusia; Allah menghendaki agar mereka merasakan sebagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar)."
(QS. Ar-Rum 30: Ayat 41)
Namun, manusia masih diberi ruang luas untuk menghadirkan kebaikan. Prinsip ini menjadi landasan pemikiran Abdul Rochim dalam paparannya "Membangun Generasi Aset, Bukan Generasi Liability" pada Senin (24/11/2025).
Rochim menilai, Indonesia tengah menghadapi kesulitan besar dalam merestorasi generasi yang terdampak peradaban sebelumnya. Ilmu berkembang pesat, namun sedikit berbuah amal.
Sumber daya manusia melimpah, tetapi kemiskinan masih tinggi dan kemakmuran terpusat pada segelintir pihak. Banyak pimpinan yang lalai kendati demokrasi diberlakukan, sehingga masalah sosial saling terhubung dan membutuhkan penyelesaian yang terintegrasi.
Ia mencontohkan Kota Bandung yang dikenal sebagai kota ilmu dengan hadirnya berbagai perguruan tinggi seperti UNPAD dan ITB, namun problem kemacetan dan sampah masih berulang. "Ketika ilmu tidak menjadi dasar amal, ia hanya berhenti pada perdebatan dan wacana," ujarnya.
Karena itu, gagasan seperti Politeknik Tanah Air harus didorong sebagai langkah menghadirkan ilmu yang terpakai dan berdaya guna. "Mari kita membersamai, dukung," sambungnya.
Rochim membedakan dua tipe generasi: generasi aset dan generasi liability. Generasi aset adalah individu yang memiliki potensi, karakter kuat, literasi yang baik, serta produktif menciptakan solusi dan peluang bagi lingkungannya. Sebaliknya, generasi liability cenderung bergantung, tidak produktif, minim keterampilan hidup, dan berpotensi menjadi beban sosial.
Rochim menyebut, "Kita sulit beradaptasi, keterampilan ketinggalan, literasi rendah. Maka kita harus terus meningkatkannya dengan pelatihan, berorientasi pada solusi, menjadi pencipta kerja, bukan sekadar pencari kerja. Rahmatan lil 'alamin."
Ia kemudian memaparkan strategi membangun generasi aset. Pertama, menghadirkan pendidikan berkualitas dan relevan, terutama keterampilan abad ke-21 seperti komunikasi, kolaborasi, serta literasi keuangan sejak dini. Kurikulum L-STEM yang kini mudah diakses, terutama melalui sistem berasrama, menjadi salah satu model yang efektif.
Kedua, penguatan karakter dan soft skills dengan menanamkan nilai moral, etika, serta kerja sama tim. "Seperti boarding school," ujarnya.
Ketiga, meningkatkan literasi finansial agar generasi muda mampu mengelola transaksi digital, menabung, hingga mengelola koperasi.
Keempat, memaksimalkan teknologi dan digitalisasi sebagai sarana produktif. Lomba robotik atau pemanfaatan platform seperti TikTok untuk berjualan menjadi contoh transformasi anak-anak dari sekadar penonton menjadi kreator.
Kelima, membangun ekosistem yang mendukung produktivitas. Rochim menilai ke depan perlu hadir inkubator bisnis khusus bagi generasi muda, tidak hanya bagi UMKM.
"Orang tua yang bahagia cenderung menghasilkan anak yang sehat fisik dan mental," katanya. Karena itu, layanan kesehatan pun harus mudah diakses agar generasi memiliki kesiapan menghadapi tantangan hidup.
Pada akhirnya ia menegaskan pentingnya menghadirkan lingkungan kolektif yang baik serta kepemimpinan visioner untuk memastikan masa depan anak bangsa. "Kita buat ekosistem yang baik, kolektif, dengan pimpinan yang visioner, agar anak-anak kita siap menghadapi masa depan," pungkasnya.
(ALR-26)
