Obrolan Waroeng Kopi - Ngopi santai sambil ngobrolin aksi walk out yang dilakukan Refly Harun dan kawan-kawan di forum Komisi Reformasi Polri minggu lalu? Wah, rasanya perlu disimak karena ada sisi menarik di balik sikap tegas ini.
Jadi ceritanya, di tengah audiensi Komisi Reformasi Polri, tiba-tiba suasana jadi panas dan seru ketika Refly Harun, Roy Suryo, dan beberapa aktivis lainnya memutuskan untuk walk out alias meninggalkan ruang rapat. Keputusannya itu bukan asal cabut, tapi bentuk solidaritas lantaran ada beberapa pihak yang dilarang berbicara dan perubahan aturan forum yang nggak sesuai kesepakatan awal. Intinya, mereka bilang “Ini gak fair, kami nggak bisa ikut ngomong, mending kita keluar aja!”
Nah, yang bikin adem, Pak Jimly Asshiddiqie, Ketua Komite Reformasi Polri, justru memberikan apresiasi kepada Refly dan kawan-kawan. Menurut beliau, sikap itu justru menunjukkan jiwa aktivis sejati yang tegas dan berani mengungkapkan ketidakadilan. Jadi, walaupun mereka keluar, mereka tetap dihormati sebagai pejuang yang punya integritas tinggi.
Awalnya penolakan terjadi karena ada tiga orang yang diusulkan Refly Harun mau ikut audiensi, yaitu Roy Suryo, Rismon Sianipar, dan Dr Tifa, yang statusnya lagi jadi tersangka dalam kasus tudingan ijazah palsu Presiden Jokowi. Meskipun awalnya Jimly Asshiddiqie selaku Ketua Komisi Percepatan Reformasi Polri menyetujui keikutsertaan mereka atas usulan Refly, sehari sebelum audiensi, pihak Komisi memberitahu bahwa ketiga orang tersebut tidak bisa ikut karena status hukum mereka.
Saat audiensi pada 19 November 2025 berlangsung, Refly Harun cs datang bersama Roy Suryo cs dan baru mengetahui bahwa ketiganya tidak diizinkan untuk bicara dalam forum tersebut. Jimly memberikan opsi agar mereka tetap boleh duduk di dalam tetapi tidak boleh berbicara. Karena merasa tidak adil dan tidak diberikan kesempatan berbicara, Refly Harun dan Roy Suryo cs memutuskan walk out secara kolektif dari audiensi sebagai bentuk protes dan solidaritas.
Dialog model ini mengingatkan kita bahwa ngopi dan berdebat itu sah-sah aja, tapi ketika prinsip diganggu, kadang kita mesti berdiri dan bilang, “Ini garis gue!” Kayak waroeng kopi yang hangat dan penuh cerita, momen ini jadi bukti bahwa aktivisme itu hidup, nggak pernah mati, dan selalu butuh ruang untuk bersuara.
Jadi buat yang suka ngopi sambil ngobrol politik atau sosial, peristiwa ini bisa jadi bahan diskusi seru. Kalau di waroeng kopi, momen kayak gini yang bikin suasananya gak cuma santai tapi juga penuh makna. (FG12)

