Ancaman Terbesar Nalar Bangsa: Bahaya Logika Mistika Menurut Tan Malaka -->

Header Menu

Ancaman Terbesar Nalar Bangsa: Bahaya Logika Mistika Menurut Tan Malaka

Jurnalkitaplus
06/12/25



Jurnalkitaplus – Dalam karya monumentalnya, Madilog (Materialisme Dialektika Logika), tokoh pergerakan nasional Tan Malaka secara tegas menempatkan "Logika Mistika" sebagai tantangan fundamental bagi kemajuan berpikir bangsa. Dalam Bab 1 karyanya, Tan Malaka membedah Logika Mistika sebagai pola pikir tertua yang, jika tidak diatasi, akan terus menghambat Indonesia untuk mencapai pemikiran yang rasional dan ilmiah.


Akar Logika Mistika: Berpikir Berdasar Kepercayaan


Menurut Tan Malaka, Logika Mistika adalah pola pikir yang seluruhnya didasarkan pada kepercayaan semata-mata, bukan pada bukti konkret yang dapat diuji, diamati, atau dirasakan (empiris).


Logika ini menjadi "induk" bagi lahirnya filsafat, yang kemudian terpecah menjadi tiga cabang utama:


  •  Ilmu Bukti (Sains, Matematika, Ilmu Alam, Ilmu Sosial),
  •  Dialektika, dan
  •  Logika.

Tan Malaka mendorong masyarakat untuk meninggalkan Logika Mistika dan beralih kepada kerangka berpikir yang lebih maju, yakni Madilog, yang berpusat pada objektivitas material dan penalaran logis.


Perhatian Utama Tan Malaka: Menggeser Dogma ke Bukti


Perhatian utama Tan Malaka adalah menggeser fondasi pemikiran masyarakat dari dogma dan takhayul menuju fakta dan realitas material. Ia ingin menunjukkan bahwa Logika Mistika adalah cara berpikir pra-ilmiah yang tidak relevan lagi untuk menyelesaikan masalah-masalah modern.


Logika Mistika dipandang Tan Malaka sebagai penghalang utama yang mencegah rakyat Indonesia mencapai kesadaran sosial dan politik yang tinggi, serta kemampuan untuk menganalisis masalah secara kritis dan mencari solusi yang efektif.


Bahaya Logika Mistika bagi Bangsa Berpendidikan Rendah


Tan Malaka menyoroti bahwa Logika Mistika sangat berbahaya, terutama bagi masyarakat yang tingkat pendidikannya masih rendah—sebuah kondisi umum di Indonesia pada masanya. Bahaya tersebut meliputi:


1. Pembekuan Nalar Kritis


Masyarakat yang kurang mengenyam pendidikan formal cenderung lebih mudah menerima klaim kebenaran tanpa menuntut bukti atau penalaran yang kuat. Ketika kepercayaan dijadikan satu-satunya dasar, ruang untuk meragukan, menguji, dan berpikir secara kritis akan tertutup. Ini menciptakan mentalitas yang pasif dan mudah puas.


2. Kerentanan terhadap Manipulasi


Pola pikir mistis membuat rakyat rentan terhadap manipulasi oleh pihak yang mengklaim otoritas spiritual atau supranatural. Pihak-pihak ini dapat memanfaatkan kepercayaan buta untuk tujuan pribadi, yang pada akhirnya dapat melemahkan kesadaran kolektif terhadap isu-isu politik, ekonomi, dan sosial yang nyata.


3. Penghambat Kemajuan Material


Logika Mistika mendorong orang untuk mencari solusi terhadap masalah-masalah praktis—seperti kemiskinan atau penyakit—melalui cara-cara gaib atau takhayul, alih-alih melalui upaya ilmiah, pendidikan, atau perubahan sosial yang rasional. Hal ini secara langsung menghambat upaya bangsa untuk mencapai kemajuan materiil dan kesejahteraan.


Kesimpulan: 

Melalui kritik terhadap Logika Mistika, Tan Malaka menyerukan sebuah revolusi mental. Pesannya jelas: Indonesia harus meninggalkan kerangka berpikir berbasis kepercayaan buta dan beralih ke pola pikir yang didasarkan pada Ilmu Bukti (Sains), Dialektika, dan Logika, sebagai satu-satunya jalan untuk membangun bangsa yang maju, rasional, dan mandiri. 


(FG12)


Sumber : Madilog (Materialisme Dialektika Logika) Tan Malaka