Bedah Film : Sisi Positif Drama Shadow Beauty -->

Header Menu

Bedah Film : Sisi Positif Drama Shadow Beauty

Jurnalkitaplus
05/12/25

Assalamu'alaikum Sobat Jkpers!

Kembali lagi di bedah film, dari film yang belum atau sudah kamu tonton, namun, belum menemukan apa yang bisa dipelajari dan bekal untuk kita menghadapi kehidupan ini. Ya! Perihal materi kehidupan belum tentu kamu temukan di pelajaran sekolah bahkan kuliah. Tapi, tenang saja! Kini kami hadir untuk meringkas sebuah drama 'Shadow Beauty'

Di dunia ini yang melibatkan banyak orang, pandangan orang atas penilaian orang lain terhadap kita. Yang justru seolah mendorong kita bukan menjadi diri kita melainkan menjadi orang yang diharapkan orang lain, akankah bahagia hidup seperti yang diinginkan orang lain? Lantas, dari drama ini kita refleksi besar bahwa :

1. Identitas Diri Tidak Ditentukan oleh Penilaian Orang

Ae Jin dianggap tidak cantik oleh teman-teman sekolahnya, tapi ketika ia menggunakan aplikasi edit dan menjadi Genie, ia dipuja-puja. Ini menunjukkan bahwa penilaian orang bisa sangat dangkal dan tidak adil.

Refleksi yang terjadi :Di era media sosial, masih banyak orang mengukur nilai diri dari like, followers, atau komentar. Padahal, identitas dan harga diri tidak seharusnya ditentukan dari "eksternal". Drama ini mengingatkan kita: penerimaan diri lebih penting dari validasi orang lain.

2. Media Sosial Bisa Jadi Pelarian, Tapi Bukan Solusi

Ae Jin menggunakan sosok Genie untuk menghindar dari kenyataan yang menyakitkan. Tapi itu justru membuatnya makin terjebak dalam kebohongan dan rasa takut ketahuan.

Refleksi yang terjadi :Banyak orang menggunakan media sosial sebagai pelarian dari realita. Menampilkan "versi sempurna" diri mereka. Padahal, makin sering kita menipu diri, makin sulit kita merasa tenang. Ketika merasa sedih atau tertekan, lebih baik mencari bantuan nyata, bukan menyembunyikan luka dibalik filter.

3. Bullying Meninggalkan Luka yang Dalam dan Diam-diam

Ae Jin jadi korban bullying verbal dan fisik di sekolah, tapi ia tetap diam dan berpura-pura semuanya baik-baik saja.

Refleksi yang terjadi :Kasus bullying kini tidak hanya terjadi di dunia nyata, tapi juga secara online. Banyak korban yang diam karena takut, malu, atau merasa sendiri. Drama ini membuka mata kita bahwa setiap perkataan menyakitkan bisa meninggalkan luka yang tidak kelihatan tapi sangat dalam. Jangan pernah anggap remeh ucapan kasar. Dan jika kamu korban—kamu tidak salah. Cari orang dewasa yang bisa dipercaya atau komunitas yang suportif.

4. Teman Sejati Tidak Akan Menilai dari Penampilan

Saat Ae Jin mulai membuka diri kepada orang-orang yang benar-benar tulus, dia menemukan bahwa tidak semua orang akan memandangnya buruk hanya karena penampilannya.

Refleksi yang terjadi :Banyak dari kita pernah merasa "tidak cukup"—kurang cantik, kurang langsing, kurang kaya, dan sebagainya. Tapi drama ini ngajarin bahwa teman sejati akan melihat kita dari hati, bukan dari tampilan. Jangan mengorbankan jati diri hanya untuk diterima. Yang tulus akan datang dan tinggal.

5. Jujur pada Diri Sendiri Adalah Kekuatan, Bukan Kelemahan

Ae Jin merasa harus terus menyembunyikan identitasnya. Tapi semakin lama ia menipu diri sendiri, semakin berat beban yang harus ia tanggung.

Refleksi yang terjadi : Kita hidup di era penuh tekanan untuk terlihat "perfect". Tapi sebetulnya, jujur dan berani menunjukkan kelemahan justru adalah bentuk kekuatan. Vulnerability is strength. Nggak apa-apa kok ngaku kalau kamu lelah, bingung, atau takut. Yang penting kamu gak kehilangan jati diri.

6. Setiap Orang Punya Cerita yang Tidak Kita Ketahui

Semua orang di sekolah menilai Ae Jin hanya dari tampilan luarnya. Mereka tidak tahu bahwa ia sedang memikul beban berat dan terluka dalam.

Refleksi yang terjadi : Kita sering menilai orang dari luar—penampilan, gaya hidup, atau akun sosial medianya. Padahal, semua orang sedang berjuang dalam cerita yang mungkin tidak kelihatan. Latih empati. Jangan cepat menghakimi.

FAI (32)