Bedah Film : Sisi Positif Drama Tell Me What You Saw -->

Header Menu

Bedah Film : Sisi Positif Drama Tell Me What You Saw

Jurnalkitaplus
02/12/25

Assalamu'alaikum Sobat Jkpers!

Kembali lagi di bedah film, dari film yang belum atau sudah kamu tonton, namun, belum menemukan apa yang bisa dipelajari dan bekal untuk kita menghadapi kehidupan ini. Ya! Perihal materi kehidupan belum tentu kamu temukan di pelajaran sekolah bahkan kuliah. Tapi, tenang saja! Kini kami hadir untuk meringkas sebuah drama 'Tell Me What You Saw'

Tertarik dengan drama ini salah satunya karena judulnya, "Ceritakan pada ku apa yang kamu lihat!" dari kemampuan tokoh utama mampu mengingat dengan detail apa yang sudah ia lihat sebelumnya. Padahal jika dilihat dari kita sendiri, "akan jauh lebih memudahkan untuk membuktikan kekuatan tersebut letak di mana dan apa nya, kan?" tapi, dari drama ini kita belajar :

1. Kepintaran Bukan Segalanya—Kerja Sama dan Rasa Percaya Lebih Kuat

Hyun-jae punya kemampuan analisis luar biasa, tapi dia menyendiri dan merasa semua bisa ia tangani sendiri. Namun, ia tak bisa memecahkan kasus sendirian. Ia butuh Soo-young dan tim lapangan yang berani, loyal, dan punya perspektif berbeda.

Refleksi yang terjadi: Di era digital dan AI sekarang, kita sering berpikir "gue bisa sendiri", tapi kenyataannya, hidup dan pekerjaan butuh kolaborasi. Kecerdasan emosional dan kepercayaan terhadap tim justru yang bikin hasil lebih kuat. Jangan remehkan kontribusi orang lain, seberapapun kecilnya.

2. Jangan Mengabaikan Kemampuan Unikmu, Meski Orang Lain Meremehkan

Soo-young awalnya dianggap tidak berbakat hanya karena latar belakangnya dari daerah kecil. Padahal dia punya keistimewaan—eidetic memory (ingatan fotografis)—yang jadi kunci dalam memecahkan kasus.

Refleksi yang terjadi:Kita hidup di zaman dimana "skill unik" seperti attention to detail, empati tinggi, bahkan kemampuan mengamati hal kecil bisa jadi nilai lebih—terutama di dunia kerja kreatif dan investigatif. Jangan minder kalau kamu "beda". Kadang kemampuanmu itu justru menyelamatkan situasi yang tak terduga.

3. Menghadapi Trauma dengan Perlahan, Bukan Memaksakan Diri Sembuh

Hyun-jae kehilangan tunangannya karena si pembunuh. Setelah itu, ia menghilang dari dunia luar, tinggal menyendiri. Tapi saat kembali, ia perlahan-lahan belajar menghadapi trauma dan kembali terhubung dengan dunia.

Refleksi yang terjadi: Trauma dan kehilangan adalah hal nyata yang dihadapi banyak orang hari ini—entah karena kehilangan orang tercinta, perceraian, burnout, atau kekerasan. Pemulihan tidak harus cepat. Yang penting kamu jalani prosesnya dengan kesadaran dan dukungan.

4. Pekerjaan Mulia Bukan Hanya Profesi, Tapi Niat di Baliknya

Para detektif mempertaruhkan nyawa untuk membongkar pembunuhan berantai. Mereka bukan hanya bekerja untuk gaji, tapi karena peduli terhadap korban yang tak lagi bisa bersuara.

Refleksi yang terjadi:Hari ini, banyak orang merasa "pekerjaanku gak berdampak". Padahal, selama kamu bekerja dengan integritas dan empati, sekecil apapun kontribusimu, kamu berarti. Pelayanan pada sesama, rasa peduli, dan prinsip keadilan adalah nilai yang tak bisa digantikan mesin atau sistem.

5. Ketegasan dan Ketelitian Mencegah Banyak Bahaya

Satu keputusan impulsif saja bisa membuat nyawa melayang. Dalam dunia detektif, setiap detil kecil adalah penentu hidup-mati. Soo-young belajar bahwa menjadi tegas, cermat, dan percaya diri dalam menilai situasi sangat penting.

Refleksi yang terjadi:Di dunia sekarang yang serba cepat—entah di jalan, media sosial, atau dunia kerja—berpikir sebelum bertindak adalah keterampilan hidup. Banyak konflik, kesalahpahaman, bahkan penipuan bisa dicegah jika kita lebih teliti dan tidak mudah terpancing emosi.

6. Tak Semua Orang Seperti yang Mereka Tampilkan di Permukaan

Pelaku kejahatan bersembunyi di balik citra terhormat. Beberapa orang yang terlihat "baik" justru berbahaya. Sebaliknya, orang yang terlihat cuek atau kasar ternyata punya hati yang hangat dan peduli.

Refleksi yang terjadi:Di zaman media sosial, kita mudah terkecoh oleh penampilan dan pencitraan. Drama ini mengingatkan: berhenti cepat menilai orang. Lihat tindakan dan nilai batinnya, bukan hanya casing-nya.

Jika kamu masih merasa hidup ini tentang siapa yang tercepat, justru siapa yang paling bisa bertahan dengan prinsip dan niat yang baik.

FAI (32)