Bedah Film : Sisi Positif Film Cyberhell -->

Header Menu

Bedah Film : Sisi Positif Film Cyberhell

Jurnalkitaplus
01/12/25

Assalamu'alaikum Sobat Jkpers!

Kembali lagi di bedah film, dari film yang belum atau sudah kamu tonton, namun, belum menemukan apa yang bisa dipelajari dan bekal untuk kita menghadapi kehidupan ini. Ya! Perihal materi kehidupan belum tentu kamu temukan di pelajaran sekolah bahkan kuliah. Tapi, tenang saja! Kini kami hadir untuk meringkas sebuah film 'Cyberhell'

Film dokumenter yang benar terjadi di korea selatan, membuat banyak orang ketakutan dan merasa terancam akibat tawaran yang dijanjikan tapi harus ada hal yang dibayar, ialah tubuh. Kita memang dari beberapa pihak menyalahkan orang yang tidak menjaga, tapi di sisi lain juga menyalahkan orang yang terlalu mudah dibodohi. Lantas, pelajaran apa dari film ini?

1. Kekuatan Suara Anak Muda dan Warga Biasa

"Orang biasa bisa jadi agen perubahan besar." Film ini menunjukkan bahwa mahasiswa, jurnalis muda, dan aktivis bisa membongkar kejahatan besar, bahkan saat aparat hukum lambat bertindak. Mereka bukan orang terkenal, tapi karena tekun, berani, dan bersolidaritas, akhirnya keadilan bisa ditegakkan.

Refleksi yang terjadi : Di era digital saat ini, siapa saja bisa bersuara. Anak muda tak lagi hanya jadi "penonton" isu sosial, tapi bisa jadi pelaku perubahan lewat media sosial, petisi online, edukasi digital, dan kolaborasi komunitas.

2. Pentingnya Edukasi Literasi Digital

 "Klik dan like bisa menyakiti orang."

Kasus ini menunjukkan betapa rendahnya pemahaman soal etika dan bahaya di dunia digital. Banyak pelaku dan penonton merasa "biasa saja" melihat konten eksploitasi karena menganggap "itu cuma online."

Refleksi yang terjadi : Dengan AI dan deepfake semakin canggih, literasi digital dan etika online jadi kebutuhan utama. Masyarakat harus paham perbedaan antara konten edukatif dan eksploitasi. Sekolah, orang tua, dan platform digital harus lebih aktif memberi edukasi yang benar.

3. Transparansi dan Keberanian Media Independen

 "Kebenaran kadang hanya bisa lahir dari jurnalisme yang berani."

Dokumenter ini menunjukkan bagaimana media independen berani menerobos zona nyaman demi menyuarakan kebenaran, bahkan saat ancaman fisik dan digital mengintai.

Refleksi yang terjadi : Media independen dan jurnalisme warga semakin penting, terutama saat informasi bisa dimanipulasi oleh pihak tertentu. Film ini mendorong budaya kritis dan keberanian menyampaikan fakta, meskipun tidak populer.

4. Perjuangan Korban untuk Bicara = Bentuk Penyembuhan

"Memilih bicara bukan kelemahan, tapi keberanian luar biasa."

Korban kekerasan digital sering kali bungkam karena takut dihakimi. Tapi lewat film ini, kita melihat beberapa korban berani bicara untuk menyelamatkan korban lain. Ini adalah bentuk self-healing dan kekuatan.

Refleksi yang terjadi : Dengan budaya "speak up" yang mulai berkembang, film ini menguatkan pesan bahwa berani bicara adalah langkah awal melawan kekerasan, bukan hanya demi diri sendiri, tapi juga mencegah agar tidak ada korban berikutnya.

5. Anonimitas Internet Bukan Alasan untuk Bebas Berbuat Jahat

"Jejak digital tidak akan pernah benar-benar hilang."

Film ini membuktikan bahwa pelaku yang merasa aman di balik layar akhirnya bisa dilacak dan dihukum. Ini menunjukkan bahwa kejahatan digital tetap bisa diproses hukum, tak peduli seberapa pintar cara mereka menyembunyikan jejak.

Refleksi yang terjadi : Di zaman AI, VPN, dan akun palsu, kita semakin ditantang untuk bijak bersikap online. Mengirim pesan, membagikan konten, atau membuat komentar tetap bisa berdampak besar, positif atau destruktif.

6. Solidaritas Perempuan: Komunitas Sebagai Perlindungan

 "Ketika perempuan bersatu, kejahatan jadi lebih mudah runtuh."

Film ini menunjukkan banyak komunitas perempuan yang mendukung satu sama lain. Mereka tidak saling menghakimi, tapi saling lindungi dan bantu cari keadilan.

Refleksi yang terjadi : Perempuan di dunia digital saat ini lebih rentan terhadap doxing, penyebaran foto pribadi, atau komentar merendahkan. Solidaritas gender dan komunitas pendamping korban menjadi benteng penting dalam era digital yang penuh risiko.

Peringatan jika dunia virtual tidak hanya bisa membantu mu dalam segi positif, melainkan bisa meneroboskanmu ke neraka dunia yang awalnya di kehidupan nyata mu, baik-baik saja.

FAI (32)