Assalamu'alaikum Sobat Jkpers!
Kembali lagi di bedah film, dari film yang belum atau sudah kamu tonton, namun, belum menemukan apa yang bisa dipelajari dan bekal untuk kita menghadapi kehidupan ini. Ya! Perihal materi kehidupan belum tentu kamu temukan di pelajaran sekolah bahkan kuliah. Tapi, tenang saja! Kini kami hadir untuk meringkas sebuah film 'Who Am I?'
Film ini akan relate mulai di tahun ini, terkait teknologi di dunia hacker. Jika ada beberapa yang meremehkan data hanya dijadikan lelucon, justru bisa berakibat fatal. Hal itu bisa kamu dapatkan pelajaran dari film ini :
1. Mencari Identitas Diri di Tengah Dunia yang Ramai
Tokoh utama, Benjamin, adalah anak muda yang kesepian dan merasa tidak dikenal siapa pun. Lewat dunia peretasan, ia merasa "terlihat" dan dihargai, meskipun itu hanya lewat dunia maya.
Refleksi yang terjadi :Di dunia yang penuh validasi dari like dan followers, apakah kita benar-benar mengenal diri sendiri atau hanya sedang membentuk topeng? Banyak anak muda di tahun ini yang merasa invisible (tak terlihat) jika tidak viral. Padahal, eksistensi bukan hanya soal pengakuan publik, tapi pengenalan terhadap potensi diri sendiri. Kita boleh mencari ruang untuk diakui, tapi jangan sampai kehilangan jati diri demi dianggap "keren" oleh dunia luar.
2. Kecanggihan Teknologi = Tanggung Jawab yang Lebih Besar
Benjamin dan timnya (CLAY) membobol sistem dan menganggapnya sebagai lelucon, hingga akhirnya berujung pada konsekuensi yang besar dan berbahaya.
Refleksi yang terjadi :Di era ini, banyak anak muda sangat cakap teknologi—bisa bikin bot, AI script, sampai rekayasa digital. Tapi kemampuan hebat tanpa etika bisa merugikan banyak pihak. Film ini menjadi pengingat bahwa "keren" itu bukan sekadar menguasai teknologi, tapi bisa menggunakannya untuk solusi, bukan sabotase. Jadi, gunakan skill digitalmu untuk membangun, bukan menghancurkan. Dunia butuh lebih banyak "digital heroes" daripada "cybercriminals."
3. Persahabatan yang Dibangun di Atas Kepercayaan, Bukan Kepentingan
CLAY tampak solid sebagai tim, tapi di balik itu ada saling manipulasi, ego, dan pengkhianatan. Mereka tidak saling percaya penuh dan lebih didasari kepentingan.
Refleksi yang terjadi : Kita sering membentuk "tim" karena ingin cepat berhasil, viral, atau eksis. Tapi tim tanpa nilai kepercayaan hanya akan bertahan sampai masalah datang. Pilih teman yang bisa diandalkan saat kamu gagal, bukan hanya saat kamu bersinar. Bangun relasi bukan hanya berdasarkan skill, tapi juga integritas dan loyalitas.
4. Setiap Pilihan Ada Konsekuensinya
Apa yang awalnya dianggap permainan oleh Benjamin, berubah menjadi perang antar hacker dan membuatnya dalam bahaya besar. Ia harus menghadapi hukum dan moralitas atas perbuatannya.
Refleksi yang terjadi :Anak muda jaman sekarang sering tergoda ikut tren meski salah arah: ikut menyebarkan hoax, doxing, cyberbullying, atau menghack sebagai "lucu-lucuan". Film ini mengajarkan bahwa setiap tindakan digital—sekalipun cuma lewat satu klik—punya jejak dan risiko. Bijaklah dalam mengambil keputusan, terutama di ruang digital. Dunia maya tidak pernah sepenuhnya "hilang ingatan".
5. Kesepian Bisa Mengubah Seseorang—Tapi Bisa Disembuhkan
Benjamin bukan orang jahat—ia hanyalah remaja kesepian yang tidak punya siapa-siapa. Dunia hacker memberinya rasa "ada," meskipun itu semu.
Refleksi yang terjadi :Di tahun ini, krisis kesepian bukan hanya dialami lansia, tapi juga generasi muda. Kita dikelilingi gadget, tapi sering kali jauh dari empati dan pertemanan sejati. Film ini menyorot pentingnya menyediakan ruang aman untuk anak muda—tempat di mana mereka bisa merasa cukup, dimengerti, dan punya harapan. Jika kamu tahu seseorang tampak "aneh" atau "terlalu menyendiri", bisa jadi mereka hanya butuh didengarkan. Perhatian kecil bisa menyelamatkan seseorang dari keputusan ekstrem.
FAI (32)
