Jurnalkitaplus - Di balik kejayaan industri gula Hindia Belanda, nama Oei Tiong Ham menempati puncak sejarah sebagai konglomerat pribumi terkaya pada masanya. Pria kelahiran Semarang ini mendirikan Oei Tiong Ham Concern (OTHC) pada 1893, sebuah kerajaan bisnis gula yang kelak menguasai 60 persen pasar gula di Hindia Belanda. Pada puncaknya tahun 1910–1920, OTHC mampu mengekspor 200 ribu ton gula, melampaui perusahaan-perusahaan Barat. Kekayaannya ditaksir mencapai 200 juta gulden, atau setara Rp 44 triliun jika dihitung dengan nilai sekarang.
Kesuksesan bisnis Oei tak hanya mengangkat namanya, tetapi juga melebarkan jejaring bisnis OTHC ke berbagai penjuru dunia — dari India, Singapura, Hong Kong, hingga London. Namun kehidupan pribadi sang “raja gula” tak kalah menyita perhatian. Oei dikenal memiliki banyak gundik, delapan istri, dan 26 anak, gambaran klasik laki-laki kaya yang dalam istilah modern kerap disebut “sugar daddy”.
Sosok Oei yang terobsesi pada pekerjaan juga menjadi catatan pahit bagi keluarganya. Dalam memoar No Feast Lasts Forever (1975), putrinya Oei Hui Lan — yang pernah menjadi Ibu Negara China pada 1926–1927 — menggambarkan masa kecilnya sebagai kehidupan penuh kesepian meski bergelimang harta. Ia merasakan minimnya kehadiran sang ayah, dan ketika dewasa harus menerima kenyataan pahit bahwa ayahnya mendua demi mendapatkan anak laki-laki.
Kisah getir keluarga Oei mencapai puncaknya setelah sang taipan wafat. Seluruh ahli waris yang tinggal di luar negeri tidak hadir membela perusahaan ketika OTHC tersangkut persoalan hukum. Pengadilan Semarang kemudian memutuskan OTHC bersalah, dan pada 10 Juli 1961, negara menyita seluruh asetnya hanya dalam waktu satu hari.
Penyitaan itu bukan hanya menutup jejak kejayaan konglomerasi raksasa, tetapi juga menyapu bersih seluruh warisan keluarga Oei. Aset-Oei yang diambil negara inilah yang kemudian menjadi modal awal pendirian PT Rajawali Nusantara Indonesia (RNI) pada 1964, BUMN yang mengelola industri tebu nasional.
Setelah itu, nama besar OTHC menghilang dari panggung ekonomi Indonesia. Kerajaan bisnis yang dahulu menggetarkan dunia lenyap begitu saja, sementara keturunan Oei Tiong Ham kian tenggelam dalam senyap sejarah.
Artikel lengkapnya tayang di majalah JurnalKitaPlus edisi 59.

