Jurnalkitaplus - Pengakuan getir datang dari pucuk pimpinan Kementerian Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM). Menteri Maman Abdurrahman baru-baru ini "blusukan" dan menemukan fakta yang sudah menjadi rahasia umum: produk-produk Tiongkok, mulai dari jilbab, batik, hingga jam tangan, telah menguasai pasar domestik kita. Mirisnya, sang Menteri sendiri mengakui bahwa sehebat apapun dukungan dana dan pelatihan, semuanya akan sia-sia jika "banjir" impor ini tidak dihentikan.
Ini bukan sekadar isu ekonomi, ini adalah isu kedaulatan pasar dan nasib jutaan UMKM yang menjadi tulang punggung perekonomian nasional.
Diagnosis Sudah Tepat, Kini Menanti Resep Konkret
Menteri Maman telah mendiagnosis dua penyakit kronis yang membuat UMKM kita sulit bernapas: melonjaknya impor baju bekas ilegal dan maraknya produk white label—barang yang diproduksi massal di Tiongkok lalu diberi stempel merek Indonesia.
Diagnosis ini sudah tepat. Produk white label adalah "kanker" yang paling ganas. Ia menyamar sebagai produk lokal, memanfaatkan celah regulasi, dan mematikan inisiatif inovasi di dalam negeri karena harga yang ditawarkan jauh lebih murah.
Namun, diagnosis saja tidak cukup. Publik, dan terutama para pelaku UMKM yang tengah berjuang, kini tidak lagi membutuhkan keluhan atau pengakuan, melainkan langkah konkret.
Janji "Satu Bulan" yang Penuh Taruhan
Dalam pernyataannya, Menteri Maman menjanjikan tindakan tegas dalam waktu satu bulan untuk "menutup semua di hulu" demi menciptakan playing fair atau persaingan yang adil. Janji ini adalah taruhan besar.
Apa sebenarnya yang dimaksud dengan "menutup di hulu"? Apakah ini berarti:
Revisi Total Aturan Impor: Pengetatan Bea Masuk Anti-Dumping (BMAD) atau penerapan standar SNI yang sangat ketat dan wajib bagi semua produk impor fesyen dan aksesori?
Penindakan Hukum Siber: Memblokir atau mengatur ketat platform e-commerce yang memfasilitasi penjualan langsung produk Tiongkok tanpa izin atau label yang jelas?
Penguatan Cukai/Pajak Konsumsi: Menerapkan tarif yang sangat tinggi untuk produk white label yang terindikasi merugikan industri lokal?
Jika gebrakan yang dimaksud hanya sebatas penertiban formalitas izin, dampaknya akan nihil. Dominasi produk Tiongkok akan terus berlanjut karena akar masalahnya adalah strategi penetrasi pasar yang agresif dan harga produksi yang ultra-rendah.
Masyarakat dan para pelaku UMKM menanti gebrakan yang benar-benar memberikan efek kejut dan perubahan. Kita tidak ingin mendengar lagi keluhan di bulan berikutnya. Kita ingin melihat hasil nyata: berkurangnya produk impor non-esensial di pasar, dan meningkatnya volume penjualan produk UMKM lokal.
Waktu satu bulan adalah momentum pembuktian. Jika kesempatan ini terlewat tanpa langkah radikal yang konkret, maka bukan hanya UMKM yang sulit maju, tetapi kredibilitas kebijakan perlindungan pasar domestik kita juga akan dipertanyakan.
Kepada Bapak Menteri, kami tunggu aksi nyata dan data penindakannya, bukan sekadar retorika dan temuan di pasar. (FG12)

