Jurnalkitaplus - Bencana banjir dan longsor yang melanda Aceh, Sumatera Utara, serta Sumatera Barat bukan hanya ujian alam, tapi juga ladang subur korupsi yang mengintai anggaran bantuan. Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dengan tegas mengerahkan deputi pencegahan dan tim supervisi ke lapangan, menyadari betapa lebarnya celah penyelewengan dana ini.
Ketua KPK Setyo Budiyanto tak main-main: beragam saluran bantuan, dari donasi masyarakat hingga alokasi pemerintah, rawan disikat pejabat haus kuasa saat situasi darurat. Celah-celah mematikan itu nyata adanya.
Pertama, donasi lintas stakeholder tanpa pengawasan terpadu—pemerintah, kementerian, hingga publik—mudah lenyap di tengah kekacauan. Kedua, pengelolaan anggaran negara untuk rehabilitasi sering jadi sasaran empuk penyimpangan berulang. Ketiga, minimnya koordinasi antarpihak membuka pintu lebar bagi koruptor oportunis yang sudah terbiasa "memanen" musibah.
Ironisnya, bencana ini pun lahir dari korupsi kronis di sektor kehutanan, perkebunan, dan pertambangan, di mana suap receh merusak alam bernilai triliunan Pemerintah dan KPK harus bertindak lebih ganas: terapkan audit real-time, blokir rekening mencurigakan, dan hukum mati para koruptor bencana tanpa ampun. Masyarakat jangan diam—laporkan setiap kecurigaan! Ini bukan sekadar pengawasan, tapi perang total melawan mentalitas "bencana = bonanza" yang sudah membudak negeri ini. Saatnya ubah narasi: dari korupsi mengintai, jadi koruptor yang ketakutan!
Sebelumnya Presiden Prabowo Subianto memberikan peringatan keras kepada para menteri dan jajaran pemerintah dalam rapat koordinasi penanganan bencana Sumatera di Aceh pada Minggu malam (7 Desember 2025)
"Saya ingatkan tidak boleh ada penyelewengan, tidak boleh ada korupsi di semua entitas pemerintahan." Tegas Prabowo kepada peserta rapat yang hadir.
Ia menambahkan instruksi tegas kepada Kapolri dan kepala daerah: "Jadi Kepolisian, semua pihak, periksa, pemda catat kalau ada yang nakal-nakal, lipat gandakan harga dan sebagainya," untuk mencegah penyimpangan dana bantuan.
Pernyataan ini disampaikan usai meninjau lokasi bencana, menekankan pengelolaan kekayaan negara harus bertanggung jawab demi rakyat yang menderita. (FG12)

