Jurnalkitaplus - Suatu hari di tahun 2010, di peternakan Lowa (sebuah wilayah barat tengah Amerika Serikat) terdapat seekor ayam betina yang bertelur. Dalam beberapa minggu, telur-telur ini menyebabkan insiden besar: ribuan orang jatuh sakit, jutaan telur ditarik kembali, dan beberapa raksasa industri telur berakhir di penjara.
Semua terjadi karena Salmonella.
Salmonella, salah satu jenis bakteri pada usus hewan, menginfeksi jutaan orang di seluruh dunia setiap tahun dan menyebabkan demam, kram perut, dan diare.
Efeknya bisa sangat ekstrem: Salmonella adalah penyebab utama rawat inap dan kematian akibat keracunan makanan.
Kita mulai di saluran pencernaan ayam: sumber utama semua infeksi Salmonella mengutip Emma Bryce dalam "is it really that bad to eat cookie dough?"
Emma pada 25 September 2025 menyatakan bahwa bakteri Salmonella pada ayam sering tidak terdeteksi, memungkinkan mereka menyebar ke telur, baik melalui yolk yang sedang berkembang atau melewati feses, yang kemudian mengkontaminasi cangkang telur.
Ted-Ed/YouTube
Pada kondisi peternakan yang tidak higienis, feses yang terkontaminasi Salmonella juga dapat menginfeksi atau mengkontaminasi hewan dan tanaman lain, menyebabkan wabah penyakit yang terkait dengan makanan. Sementara itu, daging ayam dapat terpapar Salmonella usus selama proses pengolahan.
Menilik perjalanannya dari peternakan ke piring, mikroba tersebut dapat bertahan dalam kondisi ekstrem dingin, basah, dan kering. Namun, begitu ia masuk ke dalam tubuh manusia, Salmonella menunjukkan bakatnya yang sebenarnya untuk bertahan hidup.
Pertama adalah lambung. Di sini, sebagian besar penyerang bakteri dibunuh oleh asam lambung. Namun, sel-sel Salmonella dapat mendeteksi kondisi asam, yang memicu produksi protein kejut asam. Molekul-molekul ini melindungi bakteri dari kerusakan cukup lama untuk melewati ke usus.
Salmonella kemudian menghadapi tantangan berikutnya, karena sel-sel usus dengan cepat melepaskan sel-sel kekebalan yang menghancurkan mikroba. Namun, sekali lagi, bakteri mendeteksi perubahan ini dengan sensor bawaan. Dan tertanam dalam genom Salmonella adalah pulau-pulau patogenisitas (klaster gen adaptif) yang meluncurkan fase serangan berikutnya.
Mereka memberi sinyal untuk membangun sistem khusus yang menyerupai jarum dan suntikan. Dalam hitungan detik, ia menyuntikkan molekul yang disebut protein efektor ke dalam sel-sel usus, menyebabkan mereka mengubah struktur dan menelan Salmonella.
Emma, jurnalis lepas berbasis di London sekaligus penulis bidang lingkungan seperti "World on a Plate" lebih lanjut menjelaskan bahwa begitu berada di dalam, Salmonella dapat mengeksploitasi mesin sel untuk bereplikasi dan menyebar.
Meski begitu, sel-sel usus yang diserang tidak akan menyerah tanpa perlawanan. Segera setelah pelanggaran ini terjadi, mereka melepaskan sitokin, pembawa pesan kimia yang mendorong sistem kekebalan untuk bertindak.
Armada sel darah putih mencari dan menghancurkan mikroba Salmonella dan sel-sel yang terinfeksi. Respon ini juga yang menyebabkan gejala seperti nyeri perut dan demam. Dan itu semakin merusak sel-sel usus yang dilanggar, membatasi kemampuan mereka untuk menyerap air.
Sehingga apa pun yang ada di saluran pencernaan dilepaskan dalam diare berair. Sementara respon ini terasa tidak menyenangkan, namun secara efektif membersihkan Salmonella dari tubuh dalam 2 hingga 7 hari bagi sebagian besar orang, tanpa perlu antibiotik.
Namun, ada saat-saat ketika infeksi Salmonella mungkin memerlukan lebih banyak perawatan. Ini dapat menyebabkan dehidrasi parah, terutama pada anak-anak dan pasien lanjut usia. Dan dalam beberapa kasus yang tidak biasa, Salmonella dapat terus menyebar melalui tubuh, bersembunyi di dalam sel-sel kekebalan, menyerang organ dan jaringan lain, dan bahkan meracuni darah.
Kasus-kasus ini terjadi jika seseorang terinfeksi oleh jenis Salmonella yang langka namun kuat yang disebut S. typhi. Tidak seperti yang lain, S. typhi tidak menginfeksi ayam. Ia menyebar dari orang ke orang, terutama melalui sanitasi yang buruk dan air minum yang tidak diolah. Meski tidak umum di banyak bagian dunia, demam tifoid, penyakit yang disebabkan oleh S. typhi, masih membunuh lebih dari 100.000 orang setiap tahun.
Kemajuan medis kini menciptakan vaksin pencegah infeksi oleh S. typhi. Untuk menghindari varian yang lebih ringan, ada langkah-langkah yang dapat diambil kita semua, seperti:
- Mencuci tangan,
- Menghindari susu yang tidak dipasteurisasi, dan
- Memasak daging dan telur secara menyeluruh.
Adonan kue jangan dicicip: telur mentah dan tepung, keduanya membawa risiko Salmonella. Dan ada cara untuk menghentikan Salmonella dari sumbernya.
Investigasi pada wabah saat 2010 mengungkapkan sejarah gelap satu perusahaan mengenai kondisi peternakan yang tidak higienis, penyuapan pejabat kesehatan, dan telur yang salah label. Sejak saat itu, Amerika Serikat telah mengambil langkah-langkah memberlakukan peraturan yang lebih ketat.
Banyak negara di Eropa juga telah berhasil mengurangi Salmonella dengan mewajibkan pengujian di peternakan dan sebelum produk mencapai rak. Di Indonesia, peraturan terkait tertuang dalam Peraturan Pemerintah Republik Indonesia nomor 95 Tahun 2012.
Jadi.. Sobat JKPers baik produsen maupun konsumen hewani agar senantiasa aware soal ini ya, demi kebaikan bersama. (ALR-26)
